Liputan6.com, Jakarta Selama masa kampanye Pemilihan Umum atau Pemilu 2024, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan setidaknya 19 kasus eksploitasi anak.
Salah satu bentuk eksploitasi terbanyak adalah membawa anak-anak ke dalam kerumunan arena kampanye. Menurut Komisioner KPAI Klaster Hak Sipil dan Kebebasan Anak Sylvana Maria A, ini dapat mengganggu kesehatan, keamanan, dan kenyamanan anak.
Baca Juga
Untuk mengatasi kasus eksploitasi anak selama masa kampanye, KPAI melakukan berbagai upaya yakni:
Advertisement
- Sesuai dengan tugas pokok dan fungi (Tusi), KPAI memberikan masukan untuk merevisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 15 Tahun 2023 tentang Kampanye yang menjadi Peraturan KPU No. 20 Tahun 2023.
- KPAI melakukan MoU dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memastikan gerakan Pemilu ramah anak dilaksanakan oleh penyelenggara Pemilu dalam hal ini Bawaslu, KPU, termasuk peserta Pemilu yakni partai politik, calon-calon, dan para pendukung.
- KPAI bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bawaslu, KPU untuk menyusun surat edaran bersama tentang Pemilu ramah anak. Tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan selama Pemilu untuk memastikan perlindungan dan pemenuhan hak anak dipenuhi selama Pemilu dan Pilkada.
Koordinasi dengan Tim Kampanye Nasional 3 Paslon
Sylvana juga mengatakan bahwa KPAI telah memanggil tim pemenangan atau tim kampanye nasional dari tiga pasangan calon (paslon) presiden dan calon wakil presiden untuk menandatangani kesepakatan politik.
“Kami menandatangani sebuah komitmen kesepakatan politik untuk setiap tim kampanye atau tim pemenangan nasional ini akan menyukseskan Pemilu ramah anak,” ujar Sylvana.
Koordinasi ini dilakukan bukan hanya setelah penandatanganan komitmen bersama tapi juga selama masa kampanye KPAI rutin berkoordinasi dengan tim kampanye nasional.
Advertisement
Bentuk Eksploitasi Anak di Masa Kampanye Pemilu 2024
Hingga hari ke-46 masa kampanye Pilpres-Pileg 2024 pada 17 Januari 2024, KPAI telah menerima enam pengaduan langsung kasus dugaan pelanggaran Pemilu dan pelanggaran hak anak.
Serta mencatat 19 kasus lainnya, yang diberitakan oleh media maupun yang beredar di beberapa platform media sosial.
Selain membawa anak ke dalam kerumunan kampanye sambil mengenakan atribut Pemilu, bentuk kasus pelanggaran lain yang terjadi selama masa kampanye 2024 yakni:
- Menjadikan anak sebagai “target antara” kampanye dengan cara membagi-bagikan benda/barang yang tidak termasuk sebagai alat kampanye;
- Menggunakan (foto/profil berwajah) anak untuk iklan kampanye;
- Menjadikan anak sebagai juru kampanye lewat video yang disebarkan di berbagai platform medsos, maupun langsung;
- Menjadikan anak sebagai pelaku politik uang;
- Mengarahkan anak untuk mengingat dan mempromosikan capres tertentu;
- Menjadikan tempat pendidikan sebagai target kampanye;
- Pemanfaatan ruang dan kreativitas komunitas digital secara kurang selektif;
- Pendidikan politik dan kewargaan yang tidak tepat;
- Partisipasi anak yang belum sesuai dengan prinsip dan bentuk ideal partisipasi anak.
Eksploitasi Anak di Masa Kampanye Tak Hanya Dilakukan Tim Sukses
KPAI juga menemukan, anak-anak yang menjadi korban penyalahgunaan dan eksploitasi politik ini berusia antara tiga hingga 17 tahun.
Sementara itu, individu dan lembaga yang mengabaikan hak anak dan prinsip kepentingan terbaik anak selama masa kampanye ini cukup beragam termasuk:
- Orangtua
- Guru
- Orang dewasa di sekitar anak yang memfasilitasi produksi video-video kampanye negatif maupun kampanye yang mendorong pilihan capres
- Calon anggota legislatif
- Tim sukses
- Ketua partai politik
- Calon presiden atau calon wakil presiden.
Advertisement