Sukses

Penyakit X Disebut 20 Kali Lebih Mematikan Ketimbang COVID-19, Begini Kata Epidemiolog

Penyakit X merupakan istilah untuk menggambarkan penyakit yang belum diketahui tapi berpotensi menyebabkan krisis kesehatan global.

Liputan6.com, Jakarta Baru-baru ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan para pemimpin dunia membahas strategi menghadapi potensi pandemi berikutnya termasuk Penyakit X.

Penyakit X merupakan istilah untuk menggambarkan penyakit yang belum diketahui tapi berpotensi menyebabkan krisis kesehatan global.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam World Economic Forum (Forum Ekonomi Dunia) atau WEF di Davos, 17 Januari 2023, mengatakan bahwa pandemi berikutnya setelah COVID-19 mungkin disebabkan oleh virus “placeholder” hipotesis bernama “Penyakit X.”

WHO memperkirakan, penyakit tersebut mungkin sudah sedang dalam perjalanan. Menurut para ilmuwan, Penyakit X bisa 20 kali lebih mematikan ketimbang COVID-19.

Turut hadir dalam WEF Davos secara daring, epidemiolog Dicky Budiman memberi penjelasan kepada Health Liputan6.com terkait apa yang disampaikan WHO.

Menurut Dicky, pertemuan tersebut utamanya membahas soal kesiapan dunia untuk menghadapi ancaman pandemi berikutnya.

“Dan salah satu yang dibahas oleh Dirjen WHO di Davos adalah Desease X atau Penyakit X yang merupakan penyakit hipotesis. Penyakit yang belum diketahui patogennya tapi bisa menyebabkan ancaman pandemi besar di masa depan,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara dikutip, Kamis (25/1/2024).

Dicky mengatakan bahwa ini bukan hal baru. Pasalnya, dalam daftar prioritas WHO, Penyakit X ini sudah masuk pada 2018.

“Ini menyoroti potensi risiko kemunculan penyakit infeksi yang akan menjadi ancaman signifikan pada kesehatan masyarakat. Bisa menjadi the next pandemic (pandemi selanjutnya) atau yang disebut dengan public health emergency international concern,” jelas Dicky.

2 dari 4 halaman

Para Ahli Tampilkan Riset Terkini

Dalam WEF Davos, para ahli menyampaikan riset-riset terkini, termasuk soal potensi virus yang bisa menimbulkan pandemi, lanjut Dicky.

“Yang paling tinggi itu ada dua, Orthomyxoviridae dan Coronaviridae family Coronavirus. Dua ini jadi yang paling tinggi, dari sisi potensi pandeminya, dari sisi ketidaksiapan kita.”

Ide di balik sebutan Penyakit X ini, lanjut Dicky, untuk meningkatkan kesadaran, kesiapan, dan riset untuk mengetahui lebih lanjut soal patogen yang belum terdeteksi tapi bisa menjadi ancaman.

3 dari 4 halaman

Karakteristik Penyakit X

 Sementara, terkait karakteristik Penyakit X, Dicky mengatakan bahwa hal ini belum diketahui secara pasti.

“Kalau bicara karakteristik Penyakit X, asal, mode transmisi, dan dampaknya, ini memang belum diketahui secara pasti karena ini masih bersifat konsep teoritis.”

“Tapi secara umum, ini bentuknya bisa virus, bakteri, atau gen infeksius lain, termasuk bisa saja dalam bentuk jamur. Namun, ketika ini dikatakan ancaman Penyakit X, ini artinya angka kematiannya cukup signifikan. Setidaknya, sama atau lebih dari COVID,” jelas Dicky.

Dirjen WHO juga mengatakan bahwa COVID-19 bisa saja disebut sebagai “The First Disease X.”

“Saya sepakat, karena ya memenuhi kriteria, artinya memang baru, belum ada vaksin, begitu cepat penularannya, terutama melalui saluran napas,” kata Dicky.

4 dari 4 halaman

Penyakit X Gambarkan Potensi Wabah Masa Depan

Dengan begitu, Penyakit X memberi gambaran tentang potensi wabah masa depan yang bisa saja seperti COVID-19 bahkan lebih.

“Artinya, angka kematiannya setidaknya sama atau lebih. Kemudian penularannya melalui udara, airway, atau droplet. Dunia belum tahu itu, manusia belum pernah terpapar patogen itu sehingga belum memiliki imunitas.”

Lantas, apa kaitan Penyakit X dengan Indonesia?

Menurut Dicky, Indonesia adalah salah satu yang sebetulnya sudah sejak lama dikategorikan sebagai negara yang rawan untuk kemunculan penyakit infeksi baru, termasuk Penyakit X.

“Karena beberapa faktor, secara geografis Indonesia ini negara kepulauan dengan keragaman geografi dan dekat dengan negara-negara lain seperti Australia. Ditambah populasi yang besar dengan frekuensi perjalanan yang sangat tinggi.”

Faktor ini dapat memfasilitasi terjadinya persebaran penyakit infeksi, kata Dicky.