Liputan6.com, Jakarta Guna menekan angka stunting, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengingatkan orangtua untuk tiap bulan membawa buah hati ke posyandu maupun puskesmas untuk ditimbang berat badan dan tinggi badan.
Sehingga bisa dilihat kenaikan berat dan tinggi badan sesuai atau tidak dengan grafik yang ada di Kartu Menuju Sehat (KMS). Bila tidak ada kenaikan yang berarti maka bisa segera dilakukan upaya intervensi.
Baca Juga
"Kalau tidak ada kenaikan berat badan dan tinggi badan harus dirujuk ke puskesmas," kata Budi dalam peringatan Hari Gizi Nasional di Monumen Nasional Jakarta Pusat, Minggu, 28 Januari 2024 mengutip Antara.
Advertisement
Di puskesmas, orangtua bisa berjumpa dokter dan ahli gizi untuk berkonsultasi cara meningkatkan tinggi dan berat badan anak. Anak juga memperoleh makanan tambahan untuk mendongkrak pertumbuhan anak.
Di kesempatan itu, Budi juga mengatakan setelah enam bulan pertama anak hanya mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) lalu disusul dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI). Salah satu komponen gizi yang harus diberikan sejak awal MPASI adalah protein hewani. "Kalau kasih makan jangan lupa kasih protein hewani supaya bisa langsung diserap," kata Menkes Budi.
Protein hewani terutama yang bersumber dari ikan punya nilai gizi komplet yang bisa mempercepat pertumbuhan bayi. Mikronutrien yang terkandung dalam ikan baik untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan otak anak.
Â
Ikan Lokal Saja
Indonesia sebagai negara maritim yang memiliki wilayah seluas 70 persen berupa laut cenderung lebih mudah untuk mendapatkan sumber protein hewani dari ikan.
Jenis ikan yang dikonsumsi pun tak harus mahal atau impor. Ikan lokal bisa menjadi rujukan untuk membuat makanan pendamping ASI yang bisa mencegah penyakit stunting, yakni teri, tuna, tongkol, patin, maupun lele.
"Kita mesti memastikan anak tidak kekurangan gizi," katanya.
Advertisement
Tentang Indonesia yang Berjuang Tekan Stunting
Stunting atau kekurangan gizi kronis masih menjadi permasalahan di Indonesia lantaran angkanya masih di 21,6 persen pada 2022. Sementara itu, Indonesia menargetkatkan angka stunting di 14 persen pada 2024.
Stunting tidak hanya dikaitkan dengan pertumbuhan fisik anak yang terhambat, melainkan juga menjadi sebab otak anak tidak berkembang optimal. Perkembangan otak yang terhambat itu dapat mempengaruhi kemampuan mental dan belajar anak tidak maksimal serta berdampak pada prestasi belajar yang buruk.
Efek jangka panjang kondisi stunting dan kurang gizi kronis akan dirasakan individu bahkan setelah dewasa. Stunting dan kondisi kurang gizi lainnya kerap kali dianggap sebagai salah satu faktor risiko gangguan kesehatan seperti diabetes, hipertensi, obesitas, dan kematian akibat infeksi.