Sukses

Banyak Gen Z di Korsel Banting Setir jadi Pedagang Kaki Lima, Raih Omset Bulanan hingga Puluhan Juta

Kisah Gen Z yang Memilih Jadi Pedagang Kaki Lima Berjualan Makanan Korea Selatan

Liputan6.com, Jakarta - Tidak sedikit gen Z di Korea Selatan yang akhir-akhir memilih berjualan di pinggir jalan ketimbang kerja kantoran. Mereka tertarik karena dapat meraih keuntungan tinggi dengan biaya pendirian usaha yang terjangkau.

Salah satunya Lee Dohyeong, cowok 19 tahun yang menjalani hari-harinya sebagai pedagang kaki lima sekaligus pemilik lapak Bungeoppang di TaeGye-dong, Chuncheon. Meskipun biaya pendirian lapaknya hanya sekitar 500 ribu Won atau setara Rp5,9 juta, omset bulanannya mencapai minimal 3 juta Won atau setara Rp35 juta.

Dikutip dari 강원일보 melalui Naver pada Selasa, 6 Februari 2024, dia menyatakan rencananya untuk mengumpulkan modal melalui bisnis Bungeoppang dan menjajaki berbagai usai setelah selesai menjalani wajib militer (wamil).

Hal serupa juga terjadi pada Kwon Yongju, pria 29 tahun pedagang ubi jalar di Seoksa-dong, Chuncheon. Pada Desember 2023, Kwon melihat peningkatan pada bisnisnya.

Kwon mengungkapkan bahwa pada hari-hari baik, dia mampu menjual 30 kilogram (kg) ubi jalar hanya dalam waktu tiga jam, menghasilkan keuntungan bersih lebih dari 200ribu Won atau setara Rp2,3 juta.

Tidak hanya itu, lapak Bungeoppang, Hotteok, dan ubi jalar yang dikelola oleh generasi Z di sejumlah tempat seperti Hanaro Mart Cheorwon, Kimhwa Nonghyup Main Market di Yanggu, semakin populer.

Menurut data dari Badan Statistik Korea, jumlah pekerja di sektor 'Usaha Penjualan Keliling dan Lapak' yang mencakup Bungeoppang, ubi jalar panggang, dan Hotteok mencapai 372.000 orang pada semester kedua tahun lalu, mengalami penurunan sekitar 2.000 orang dibandingkan dengan semester kedua tahun 2020.

 

 

2 dari 3 halaman

Peningkatan Generasi Z yang Memilih Membuka Lapak di Pinggir Jalan

Namun, pada periode yang sama, jumlah pekerja berumur 30 tahunan meningkat sekitar 8.000 orang, mencapai 109.000 orang pada semester kedua tahun lalu, merupakan angka tertinggi sejak tahun 2018.

Profesor Lee Eun Hee dari Departemen Konsumen di Universitas Inha menjelaskan bahwa Bungeoppang, ubi jalar panggang, dan lapak lainnya memiliki batas masuk yang rendah, tingkat keuntungan yang tinggi, dan sesuai dengan karakter generasi MZ yang mencari berbagai pengalaman.

3 dari 3 halaman

Milenial dan Gen Z Makin Sadar Gaya Hidup Berkelanjutan

Kesadaran terhadap perubahan iklim dan isu lingkungan dalam beberapa tahun terakhir semakin meluas, bahkan di kalangan generasi muda dan gen Z. Gaya hidup berkelanjutan, terutama konsumsi makanan berbasis nabati atau vegan, telah menjadi tren yang banyak diikuti, seperti dikutip dari Kanal Lifestyle Liputan6.com.

Dalam upaya mengurangi emisi gas karbon, dua sektor utama yang berperan adalah industri dan sektor pangan. Dibandingkan dengan industri, implementasi perubahan di sektor pangan dianggap lebih mudah, khususnya melalui transformasi menu makanan sehari-hari agar lebih berkelanjutan.

Helga Angelina, Co-founder dan CEO Burgreens dan Green Rebel, menyampaikan pandangannya dalam sebuah pertemuan media di Jakarta pada Jumat, 26 Januari 2024. Dia menjelaskan bahwa untuk menciptakan keberlanjutan, sektor pangan membutuhkan investasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan sektor energi.

Terobosan menuju konsumsi makanan yang lebih berkelanjutan dianggap sebagai cara yang lebih mudah bagi setiap individu untuk berkontribusi dalam mengurangi emisi gas karbon. Meskipun demikian, Helga menekankan perlunya kolaborasi antara sektor industri dan pangan dalam upaya pengurangan emisi.

Generasi muda, termasuk milenial dan Gen Z, dinilai semakin terbuka untuk menerima gaya hidup vegan sebagai bagian dari upaya menjalani hidup yang berkelanjutan.