Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, menekankan pentingnya percepatan penyediaan vaksin Tuberkulosis (TBC) baru. Menurutnya, vaksin TBC dapat menjadi solusi ekonomis dan bermanfaat dalam mengurangi dampak ekonomi akibat biaya perawatan kesehatan dan kehilangan produktivitas masyarakat.
Lebih lanjut Budi, mengatakan, dalam upaya mencapai eliminasi TBC pada tahun 2030, Indonesia hanya punya waktu tiga tahun untuk mengembangkan vaksin Tuberkulosis agar dapat digunakan mulai tahun 2028.
Baca Juga
"Pengembangan vaksin harus dilakukan secara fokus," kata Menkes Budi dalam ​​Stop TB Partnership (STP) Board Meeting ke-37 di Kota Brasilia, Brazil, seperti dikutip dari SehatNegeriku pada Minggu, 11 Februari 2024.
Advertisement
Sebagai anggota dewan dari negara yang terdampak TBC, Menkes Budi juga mengusulkan kepada anggota negara G20 untuk melakukan investasi yang cukup guna memastikan ketersediaan vaksin TBC baru dalam tiga tahun ke depan.
Saat ini, vaksin TBC yang tersedia hanya vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG) yang memberikan perlindungan sebagian untuk bayi dan anak usia dini. Namun, perlindungan ini tidak mencukupi untuk mencegah TBC pada anak dan orang dewasa.
Pengembangan vaksin TBC yang efektif untuk semua usia sangat diperlukan guna mencapai penurunan insidens sebesar 90 persen dan penurunan kematian akibat TBC sebesar 95 persen. Selain itu, vaksin TBC juga berpotensi untuk menahan penyebaran TBC resisten obat.
TBC resisten obat adalah jenis tuberkulosis yang tidak merespons pengobatan standar yang umumnya efektif guna mengobati infeksi TB.
Â
Â
Beberapa Kandidat Vaksin TB di Indonesia
Saat ini, beberapa kandidat vaksin TBC sedang dikembangkan, yang memiliki potensi untuk mencegah penyakit TBC pada berbagai kelompok usia, menggantikan atau meningkatkan vaksin BCG, mencegah kekambuhan pada pasien yang telah selesai pengobatan, atau memperpendek durasi pengobatan.
Indonesia juga aktif berkontribusi dalam tiga uji klinis kandidat vaksin TBC. Di antaranya adalah vaksin yang dikembangkan oleh Bill & Melinda Gates Foundation (BMGF) dengan teknologi protein rekombinan.
Selain itu, ada juga vaksin hasil kerja sama antara perusahaan farmasi China, CanSinoBio, dengan perusahaan biofarmasi Indonesia, Etana, yang menggunakan vektor virus.
Terakhir, terdapat vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi Jerman, BioNTech, dan perusahaan farmasi Indonesia, Biofarma, dengan teknologi mRNA.
"Saya percaya dengan investasi ini kita tidak hanya akan menyelamatkan nyawa, tapi juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang," ujar Menkes.
Advertisement