Liputan6.com, Jakarta - Penghuni Panti Werda Bina Bhakti Tangerang Selatan pada Pemilu 2024 tak perlu lagi keluar dari panti untuk bisa mencoblos. Untuk kali pertama, para oma dan opa serta petugas panti pada Pemilu 2024 bisa mencoblos dari lokasi panti pada Tempat Pemungutan Suara (TPS) 901.
Terdata ada 123 daftar pemilih tetap dari penghuni panti, namun karena satu dan lain hal salah satunya meninggal dunia membuat yang terdata ada 109 pemilih pada Pemilu 2024. Salah satu pemilih adalah Oma Dora yang sudah sedari pukul 06.00 bersiap untuk menyoblos hari ini.
Baca Juga
"Sudah nunggu-nunggu ini, aku mau nyoblos," kata Dora, salah seorang penghuni Panti Wreda Bina Bhakti saat ditemui Health-Liputan6.com.
Advertisement
Setelah Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara mengecek kertas suara pukul 07.00, maka sekitar pukul 8 proses pencoblosan di TPS 901 dilakukan.
Dimulai dari para oma yang melakukan penyoblosan yang bisa berjalan secara mandiri maupun dengan bantuan dari kamar tidur menuju lokasi TPS yang berada di halaman Panti Werdha Bina Bhakti.
Kemudian disusul dengan para oma yang menggunakan kursi roda bisa menggunakan hak pilih dalam Pemilu kali ini. Selanjutnya para opa penghuni panti bisa menggunakan hak pilih.
Mengingat kemampuan para oma dan opa sudah menurun, mayoritas saat memilih ditemani pendamping hingga masuk ke dalam bilik suara. Durasi para oma memilih bisa memakan waktu 5-10 menit di bilik suara. Proses dari membuka surat suara hingga nyoblos pemilu kemudian saat melipat perlu waktu lebih lama.
Â
Â
Nyoblos dari Atas Kasur
Setelah para penghuni panti yang bisa secara mandiri atau dengan bantuan menyoblos di TPS, selanjutnya KPPS mendatangi para penghuni yang hanya bisa berbaring.
Dari 11 penghuni panti yang bedrest, hanya satu yang bisa menggunakan hak suaranya. Tampak Oma Ong yang berusia 86 tahun mengambil kacamata ketika KPPS menyerahkan surat suara.
Ditutupi oleh sarung kotak-kotak, Oma Ong menggunakan hak suaranya.Mengenai 10 orang lain yang tidak bisa menggunakan suara adalah tidak mampu berkomunikasi, pikun, dan tidak bisa menggunakan bahasa Indonesia.
Advertisement