Liputan6.com, Jakarta Angka malanutrisi yang dialami anak-anak, wanita hamil dan menyusui di Jalur Gaza meningkat tajam.
Menurut analisis komprehensif baru yang dirilis oleh Global Nutrition Cluster, hal ini menimbulkan ancaman besar bagi kesehatan mereka.
Baca Juga
Ketika konflik yang sedang berlangsung di Jalur Gaza memasuki minggu ke-20, makanan dan air bersih menjadi sangat langka dan penyakit merajalela. Akibatnya, ada lonjakan malanutrisi akut yang membahayakan kekebalan perempuan serta anak-anak.
Advertisement
Laporan “Kerentanan Gizi dan Analisis Situasi – Gaza” menemukan bahwa situasi yang sangat ekstrem terjadi di Jalur Gaza Utara, yang hampir sepenuhnya terputus dari bantuan selama berminggu-minggu.
Pemeriksaan gizi yang dilakukan di tempat penampungan dan pusat kesehatan di wilayah utara menemukan bahwa 15,6 persen – atau satu dari enam anak di bawah usia dua tahun (baduta) – mengalami kekurangan gizi akut.
Dari jumlah tersebut, hampir tiga persen menderita wasting (kekurangan gizi) yang parah, suatu bentuk malnutrisi yang paling mengancam jiwa. Kondisi ini menempatkan anak-anak pada risiko tertinggi terkena komplikasi medis dan kematian kecuali mereka menerima perawatan segera.
“Ketika data dikumpulkan pada bulan Januari, situasinya kemungkinan akan menjadi lebih buruk saat ini,” mengutip keterangan resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Kamis (22/2/2024).
Potensi Lonjakan Kematian Anak Bisa Dicegah
Pemeriksaan serupa dilakukan di Rafah, Jalur Gaza Selatan, di mana bantuan lebih banyak tersedia. Ditemukan lima persen anak di bawah usia dua tahun mengalami kekurangan gizi akut.
Ini adalah bukti nyata bahwa akses terhadap bantuan kemanusiaan diperlukan dan dapat membantu mencegah dampak terburuk.
Hal ini juga memperkuat seruan WHO dan UNICEF untuk melindungi Rafah dari ancaman operasi militer yang intensif.
“Jalur Gaza siap menyaksikan ledakan kematian anak-anak yang sebenarnya bisa dicegah, yang akan menambah jumlah kematian anak-anak di Gaza yang sudah tidak tertahankan lagi,” kata Wakil Direktur Eksekutif UNICEF untuk Aksi Kemanusiaan dan Operasi Pasokan, Ted Chaiban.
“Kami telah memperingatkan selama berminggu-minggu bahwa Jalur Gaza berada di ambang krisis nutrisi. Jika konflik tidak berakhir sekarang, gizi anak-anak akan terus menurun, menyebabkan kematian atau masalah kesehatan yang dapat dicegah, yang akan berdampak pada anak-anak Gaza sepanjang hidup mereka dan berpotensi menimbulkan dampak antargenerasi.”
Advertisement
Sebelum Konflik, Kekurangan Gizi Akut Anak-Anak di Gaza Sedikit
Sebelum terjadinya konflik dalam beberapa bulan terakhir, kekurangan gizi di Jalur Gaza jarang terjadi dan hanya 0,8 persen anak-anak di bawah usia lima tahun mengalami kekurangan gizi akut.
Angka 15,6 persen anak-anak di bawah usia dua tahun yang kurus di Gaza Utara menunjukkan penurunan status gizi yang serius dan cepat. Penurunan status gizi penduduk dalam tiga bulan ini belum pernah terjadi sebelumnya secara global.
Terdapat risiko tinggi bahwa malnutrisi akan terus meningkat di Jalur Gaza karena kurangnya makanan, air, serta layanan kesehatan dan gizi yang mengkhawatirkan.
UNICEF dan WHO menemukan bahwa:
- Sebanyak 90 persen anak di bawah usia dua tahun serta 95 persen perempuan hamil dan menyusui menghadapi kemiskinan pangan yang parah. Makanan yang dapat mereka akses adalah yang terendah nilai gizinya.
- Sebanyak 95 persen rumah tangga membatasi makanan dan ukuran porsi, dengan 64 persen rumah tangga hanya makan satu kali sehari.
- Lebih dari 95 persen rumah tangga mengatakan mereka telah membatasi jumlah makanan yang diterima orang dewasa untuk memastikan anak-anak kecil mendapat makanan untuk dimakan.
Berbahaya dan Sepenuhnya Bisa Dicegah
Peningkatan tajam angka malanutrisi yang terjadi di Gaza amat berbahaya dan sepenuhnya dapat dicegah.
“Anak-anak dan perempuan, khususnya, memerlukan akses berkelanjutan terhadap makanan sehat, air bersih, serta layanan kesehatan dan gizi. Agar hal ini dapat terwujud, kita memerlukan perbaikan yang tegas dalam hal penyediaan air minum yang aman. Tidak cukupnya air untuk memasak dan keperluan kebersihan, dapat menambah gizi buruk jadi semakin buruk,” kata Asisten Direktur Eksekutif Operasi Program World Food Programme (WFP), Valerie Guarnieri.
Rata-rata, rumah tangga yang disurvei memiliki akses terhadap kurang dari satu liter air bersih per orang per hari.
Menurut standar kemanusiaan, jumlah minimum air aman yang dibutuhkan dalam keadaan darurat adalah 3 liter per orang per hari. Sedangkan standar keseluruhan adalah 15 liter per orang, yang mencakup jumlah yang cukup untuk minum, mencuci dan memasak.
Advertisement