Sukses

Mengungkap Bahaya Ultra Processed Food Bagi Kesehatan

Ultra processed food atau makanan yang telah diproses dan ditambah dengan zat aditif ternyata dapat membahayakan kesehatan para konsumen.

Liputan6.com, Jakarta - Di era modern ini, kesibukan dan gaya hidup serba cepat seringkali mendorong masyarakat untuk memilih makanan yang praktis dan mudah diolah. Salah satu jenis makanan yang jadi pilihan adalah ultra processed food atau makanan ultra olahan.

Makanan jenis tersebut memang menawarkan kemudahan dan kelezatan, namun di balik itu, terdapat bahaya tersembunyi yang mengintai kesehatan Anda.

Sejumlah studi terbaru menunjukkan bahwa ultra processed food, yang banyak dikonsumsi, dapat membahayakan kesehatan. Sebuah studi yang diterbitkan di American Journal of Preventive Medicine pada November 2022 memperkirakan bahwa makanan ini berkontribusi pada sekitar 10% kematian pada orang berusia 30 hingga 69 tahun  pada tahun 2019 seperti mengutip Time, Jumat (23/2/2024).

Studi lain, yang diterbitkan dalam Neurology pada Juli 2022, menemukan bahwa peningkatan konsumsi ultra processed food sebesar 10% meningkatkan risiko demensia. Temuan ini menunjukkan bahwa makanan ultra olahan dapat berakibat fatal dan harus dihindari untuk menjaga kesehatan jangka panjang.

Lain halnya dengan makanan seperti telur mentah yang tidak mengalami proses apa-apa untuk sampai pada tangan konsumen, ultra processed food telah mengalami serangkaian proses hingga akhirnya dapat dikonsumsi. Saat Anda menemukannya di rak supermarket, makanan ini telah melalui proses pemanasan, pengepresan, dan penambahan berbagai bahan tambahan untuk meningkatkan daya tahan, rasa, dan tampilannya, tapi dapat membahayakan kesehatan Anda.

2 dari 3 halaman

Mengapa Ultra Processed Food Dapat Menjadi Sangat Berbahaya Untuk Kesehatan?

Ultra processed food sering kali dikategorikan sebagai junk food atau makanan rendah gizi karena rendah serat dan tinggi gula serta kalori. Namun, definisi ultra processed food didasarkan pada jenis bahan, bukan kandungan nutrisinya. Hal ini berarti kategori ini juga bisa mencakup makanan dengan nutrisi bermanfaat, seperti roti tinggi serat.

Pada ultra processed food, bukan hanya kandungan nutrisinya yang membuat makanan ini menjadi tidak sehat. Sebuah studi tahun 2019 membagi 20 orang menjadi dua kelompok dengan diet kalori, gula, lemak, serat, dan mikronutrien yang identik. Satu kelompok mengonsumsi ultra processed food, sedangkan yang lain mengkonsumsi makanan minim proses. Hasilnya, orang yang mengonsumsi ultra processed food mengalami kenaikan berat badan, sedangkan kelompok lainnya mengalami penurunan berat badan.

Para peneliti mengemukakan beberapa teori untuk menjelaskan hubungan antara konsumsi ultra processed food dan obesitas. Salah satu teorinya, dikemukakan oleh Eduardo A.F. Nilson, peneliti dari Universitas São Paulo, Brasil, yang menyatakan bahwa mengonsumsi ultra processed food mengubah cara makan seseorang secara keseluruhan.

Ultra processed food ini menggantikan makanan rumahan dengan makanan siap saji yang kaya energi dan mudah dikonsumsi berlebihan. Nilson menjelaskan bahwa makanan ini sengaja dibuat untuk dikonsumsi secara berlebihan, dengan rasa yang sangat manis, sangat asin, dan siap saji, sehingga menggantikan pola makan tradisional.

Ahli lainnya mengemukakan bahwa salah satu bahaya ultra processed food adalah mendorong orang untuk makan terlalu cepat. Hal ini diduga terjadi karena ultra processed food mudah dicerna dan tidak memberikan sinyal kenyang kepada otak.

 Para ahli tengah menyelidiki lebih lanjut mengenai proses konsumsi ultra processed food pada saluran pencernaan. Namun sejauh ini, ahli menemukan bahwa beberapa zat kimia dalam ultra processed food, terutama emulsifier, dapat mengganggu mikroba usus yang berperan dalam mengirim sinyal kenyang ke otak. Hal ini dapat menyebabkan seseorang makan lebih banyak dari yang dibutuhkannya.

3 dari 3 halaman

Tips Dalam Mengurangi Asupan Ultra Processed Food

Para ahli sepakat bahwa mengurangi konsumsi ultra processed food tidak hanya menjadi tanggung jawab masyarakat. Nilson menyatakan bahwa banyak orang tidak memiliki akses ke makanan sehat, ditambah lagi makanan ini umumnya lebih mahal daripada ultra processed food.

Nilson berpendapat bahwa pemerintah perlu menerapkan kebijakan untuk memperluas akses ke makanan sehat untuk menekan angka pengonsumsian makanan ultra olahan.

Nilson juga menekankan pentingnya peran pemerintah dalam melindungi masyarakat dari bahaya ultra processed food. Salah satu kebijakan penting adalah dengan memberikan peringatan dan menerapkan label yang jelas pada produk makanan tersebut. Contoh negara yang telah menerapkan kebijakan ini adalah Kanada yang mewajibkan label pada makanan kemasan, termasuk informasi kandungan sodium, gula, dan lemak jenuh.

Selain itu, Health Canada menambahkan peringatan tentang bahaya ultra processed food dalam panduan memilih makanan sehat mereka.

Kunci untuk makanan yang lebih sehat terletak pada perubahan pola pikir. Kita perlu beralih dari fokus pada kalori  ke kualitas makanan. Untuk mengurangi konsumsi ultra processed food, para ahli menyarankan untuk memilih alternatif murah dan mudah diolah seperti kacang-kacangandan telur. Hal ini juga berlaku untuk camilan atau makanan ringan yang kita konsumsi sehari-hari.