Sukses

626 Kasus Kekerasan Anak Terjadi di Banten, Mayoritas Dilakukan Pacar atau Teman

Dari berbagai jenis kekerasan yang terjadi, kekerasan seksual adalah hal yang paling sering.

Liputan6.com, Jakarta - Terjadinya 626 kasus kekerasan terhadap anak di Banten membuat provinsi tersebut menduduki peringkat keenam di Indonesia. Angka ini terdiri dari 196 korban laki-laki dan 516 korban perempuan.

Dari berbagai jenis kekerasan yang terjadi, kekerasan seksual adalah hal yang paling sering. Angkanya mencapai 363 kasus, diikuti kekerasan psikis sebanyak 154 kasus, kekerasan fisik 147 kasus dan sisanya disebabkan oleh kasus kekerasan lainnya.

Data ini diungkap dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) periode 2024.

Dari data tersebut diketahui Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat tertinggi dengan 70 persen dari jumlah kasus, Jawa Timur 52 persen, Nusa Tenggara Barat 42 persen, Riau 44 persen, Kalimantan Timur 43 persen dan Banten 36 persen.

Ditinjau berdasarkan tempat kejadian, jumlah kekerasan anak paling sering terjadi di rumah tangga yakni mencapai 313 kasus.

Jumlah korban kekerasannya pun paling banyak terjadi di rumah tangga yakni mencapai 348 anak. 

Dari sisi usia, anak dengan rentang usia 13-17 tahun menjadi kelompok yang paling banyak ditemui mengalami kekerasan yakni tercatat 375 kasus.

Dilihat dari pelakunya, kekerasan anak di Banten paling banyak dilakukan oleh pacar atau teman dengan jumlah 144 kasus. Sementara, 127 kasus dilakukan orangtua.

Kekerasan anak paling banyak dilakukan oleh laki-laki yakni 372 kasus, sedangkan perempuan 91 kasus. 

2 dari 4 halaman

Perlu Edukasi Pencegahan Kekerasan

Melihat data di atas, maka kasus kekerasan anak di Provinsi Banten memang tinggi. Korbannya rata-rata memasuki usia remaja dan mayoritas mengalami kekerasan seksual.

Maka, perlu dilakukan edukasi mengenai pencegahan kekerasan. Di antaranya melalui pelatihan kecakapan hidup. Hal tersebut bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap, dan kecakapan hidup remaja berkaitan dengan upaya melindungi diri dari kekerasan.

Berangkat dari kondisi yang ada, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Banten bersama Forum GenRe Indonesia Banten mengadakan Pelatihan Upgrade Workshop Tentang Kita (Life Skill & Kekerasan Seksual). Pelatihan disediakan bagi pengelola Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R) tingkat kabupaten/kota tahun 2024.

3 dari 4 halaman

Remaja Adalah Garda Terdepan dalam Membangun Negeri

Dalam pelatihan tersebut, Sekretaris BKKBN Banten, Yuda Ganda Putra mengatakan bahwa remaja adalah garda terdepan dalam membangun negeri.

“Remaja adalah garda terdepan dalam membangun negeri. Mereka perlu diberi pembekalan melalui kegiatan penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja. PIK-R sangat berperan dalam hal ini, termasuk dalam ikut menurunkan angka kelahiran pada remaja,” kata Yuda saat membuka acara, Selasa, 20 Februari 2024 di Aula Kidang Kencana, BKKBN Banten, di Kota Serang.

Yuda menerangkan bahwa pihaknya punya target menurunkan Age Specific Fertility Rate (ASFR) 15-19 tahun menjadi 10 per 1000 kelahiran. Sementara Provinsi Banten baru mencapai 14,30 per 1000 kelahiran.

“Saya berharap para pengelola PIK-R ini dapat menggaungkan Pendewasaan Pernikahan (PUP) sehingga mampu menekan angka kelahiran remaja usia 15-19 tahun,” katanya.

4 dari 4 halaman

Upaya Tingkatkan Keterampilan Remaja dalam Hindari Kekerasan

Kegiatan ini merupakan upaya peningkatan kapasitas fasilitator sebaya untuk memperkaya materi GenRe (Generasi Berencana), lanjut Yuda.

Khususnya terkait pentingnya kesiapan seorang remaja menguasai keterampilan hidup agar terhindar dari kekerasan seksual.

Life skill ini dapat membantu remaja untuk meningkatkan kesejahteraan mental dan kompetensi pada saat menghadapi kenyataan hidup. Life skill umumnya diterapkan dalam konteks kesehatan dan sosial seperti pencegahan penggunaan narkoba, kekerasan seksual, kehamilan remaja, pencegahan HIV/AIDS, dan pencegahan bunuh diri,” papar Yuda.

Lebih lanjut, Yuda mengatakan peningkatan penguasaan life skill pada remaja merupakan upaya memberdayakan remaja agar dapat mengambil tindakan positif untuk melindungi diri. Serta meningkatkan kesehatan, hubungan sosial yang positif dan memiliki ketahanan diri yang baik.

“Ketahanan diri dimaksud adalah kemampuan remaja untuk mengendalikan diri, menghindari diri, dan menolak segala perilaku negatif yang dapat merugikan dirinya dan orang lain, yang mengakibatkan tidak mampu melewati 5 Transisi Kehidupan Remaja dengan baik,” tutupnya.