Sukses

5 Alasan Sulit Move On meski Sudah Putus dari Mantan Toxic

Terlepas dari toxic relationship saja tidak cukup, melupakan serta move on dari hal tersebut juga sulit untuk dilakukan. Kenapa ya sulit move on dari mantan yang toxic?

Liputan6.com, Jakarta - Putus cinta memang selalu meninggalkan luka, bahkan ketika kamu siap untuk melupakannya. Rasa duka dan kehilangan tak terelakkan dirasakan berbeda setiap orang. Ada putus cinta yang terasa ringan dan cepat berlalu, namun ada pula yang terasa seperti kehilangan separuh jiwa.

Namun pernahkah kamu terjebak dalam lingkaran kenangan pahit dengan mantan yang toxic? Perasaan cinta yang bercampur trauma, rasa sakit hati yang mendalam, dan keraguan untuk move on. Pertanyaan "mengapa begitu sulit move on mereka?" mungkin terus menghantui.

Perasaan lega yang seharusnya muncul karena telah berhasil terlepas dari hubungan toxic malah terkalahkan oleh perasaan galau serta sulit atau bahkan seperti menolak untuk melupakan. 

Hal ini mungkin terasa rumit dan membingungkan. Untuk membantu menjelaskannya, mari kita telusuri lebih dalam mengapa perpisahan dengan pasangan toxic bisa terasa begitu menyakitkan.

Hubungan toxic meninggalkan luka yang jauh lebih dalam dari yang kamu kira. Dampaknya tidak hanya terbatas pada perasaan, tetapi juga merembet ke kesehatan mental dan kesejahteraan kamu. Melupakan hubungan toxic bukan hanya tentang meratapi kehilangan, tetapi juga tentang menyembuhkan kerusakan psikologis yang diakibatkannya.

Nah, berikut beberapa penyebab sulit move on meski sudah putus dari pasangan yang toxic mengutip Elite Daily, Minggu (25/2/2024):

1. Terjebak dalam Hubungan Masa Lalu

Korban hubungan toxic terperangkap dalam rollercoaster emosi. Di satu sisi, mereka terluka dan hancur ketika pasangannya marah. Di sisi lain, mereka merindukan "kedekatan" yang muncul saat berbaikan.

Kecanduan pada pola ini membuat mereka sulit untuk keluar dan terus terjebak dalam siklus kesedihan yang berulang. Melepaskan diri dari pola ini dan merindukan momen tertentu membutuhkan waktu dan dapat menghambat pemulihan emosional.

2 dari 4 halaman

2. Terlalu Meratapi 'Versi Ideal' Mantan

Ketika menengok kembali ke masa lalu, banyak orang mungkin bertanya-tanya apa yang mereka lihat pada mantan pasangan mereka. Seiring waktu, pandangan kita menjadi lebih jernih dan kita mulai melihat mereka dengan lebih objektif.

Menariknya, yang sering diratapi dalam putus cinta bukanlah kehilangan orang itu sendiri, melainkan versi idealis yang telah diciptakan di dalam pikiran.

Menurut Michal Naisteter, seorang matchmaker di Three Day Rule, menjelaskan bahwa hal ini wajar dan bahkan bisa lebih parah dalam hubungan toxic.

"Terkadang orang terlalu mengidealkan pasangannya," kata Naisteter.

"Ketika mereka disakiti, citra ideal tersebut hancur."

"Untuk melupakan mereka, penting untuk memisahkan antara siapa mereka sebenarnya dan orang yang Anda bayangkan di dalam pikiran Anda," kata Naisteter. 

3. Rasa Sakit yang Tak Kunjung Hilang

Pengkhianatan dalam hubungan toxic dapat memperpanjang dan memperumit proses penyembuhan. Rasa sakit hati akan semakin diperparah dengan rasa tertipu dan tidak dihargai.

"Dikhianati oleh orang yang Anda percayai untuk selalu mendukung Anda merupakan pukulan emosional yang berat," ungkap pakar hubungan Alessandra Conti.

"Anda merasa dibohongi, ditipu, dan tidak dihargai."

Rasa malu dan tertipu akibat pengkhianatan ini bisa bertahan lebih lama dibandingkan dengan kesedihan biasa. Hal ini membuat proses move on dari hubungan toxic menjadi semakin sulit dan lama.

3 dari 4 halaman

4. Kondisi Emosional yang Rentan

Pernahkah kamu terjebak dalam hubungan yang bagaikan roller coaster? Di satu momen, mereka menghujani kamu dengan kasih sayang dan perhatian, namun di momen berikutnya, mereka berubah menjadi dingin dan mengabaikan kamu. Siklus panas-dingin ini, dikenal sebagai "hot and cold treatment", yang merupakan salah satu bentuk manipulasi emosi yang sering digunakan dalam hubungan toxic.

Bagi korban, siklus ini dapat menimbulkan kebingungan dan ketergantungan emosional. Di saat mereka dihujani kasih sayang, mereka merasa dicintai dan dihargai. Namun, ketika diabaikan, mereka merasa dihukum dan ditolak. Hal ini membuat mereka semakin terikat pada pelaku, meskipun hubungan tersebut jelas-jelas tidak sehat.

Siklus panas-dingin ini dapat membuat korban menjadi rentan secara emosional dan sulit untuk melepaskan diri dari hubungan. Perasaan cinta dan kasih sayang yang sesekali ditunjukkan oleh pelaku seperti menjadi obat yang membuat korban terus kembali, meskipun mereka tahu bahwa hubungan tersebut tidak baik untuk mereka.

4 dari 4 halaman

5. Kehilangan Sebagian Diri Dalam Hubungan

Dalam hubungan toxic, tanpa disadari, seseorang bisa kehilangan sebagian identitas diri. Manipulasi dan kontrol yang dilakukan pasangan dapat secara perlahan menggerus jati diri.

Naisteter menjelaskan bahwa proses melupakan mantan yang toxic juga berarti mengakui kekosongan yang mereka tinggalkan dan menyembuhkannya. Ini adalah waktu untuk "merebut kembali jati diri dan kekuatan pribadi kamu."

Proses ini membutuhkan waktu, namun hasilnya akan sepadan. Ketika kamu berhasil melaluinya, kamu akan keluar dari fase gelap dengan menjadi pribadi yang lebih kuat dan lebih baik.

Patah hati memang terasa berat dan seakan takkan pernah berakhir. Namun, di balik rasa sakit itu, terdapat pelajaran berharga yang membuat kita lebih kuat dan tangguh. Jika kamu mampu bertahan dari patah hati, kamu akan mampu menghadapi rintangan apa pun di masa depan. Pengalaman ini juga membantu kamu mengenali orang-orang yang perlu dihindari nantinya.

Ingatlah, kamu berhak mendapatkan cinta dan kebahagiaan yang sejati.

Video Terkini