Liputan6.com, Jakarta - Nasib malang menimpa santri di kediri berinisial BB (14). Ia meregang nyawa usai diduga mengalami perundungan dan penganiayaan dari empat santri lain.
Bahkan salah satu dari empat tersangka masih memiliki hubungan keluarga dengan korban, yakni sepupunya sendiri.
Baca Juga
Hal ini disampaikan Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Nahar.
Advertisement
Dia mengatakan, keempat tersangka sudah diamankan oleh Polresta Kediri dan diketahui bahwa salah satu tersangka masih memiliki hubungan keluarga (saudara sepupu) dengan korban.
Menurut keterangan kakak korban, tersangka kerap iri dengan korban sebab sering mendapatkan kiriman uang dari orangtuanya yang bekerja di luar kota. Ponsel korban pun sering digunakan oleh para tersangka untuk bermain game dan lain sebagainya.
Atas perbuatan tersebut, para tersangka melanggar Pasal 76 C Jo Pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. UU ini tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Pasal 170. Dan pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana penjara tiga tahun 6 enam bulan dan paling lama 15 tahun jika mengakibatkan korban meninggal dunia.
Bagi pelaku yang masih berusia anak, maka perlu mempedomani Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Pastikan Korban dan Keluarga Dapatkan Keadilan
Nahar mengatakan, pihaknya akan terus memantau dan memastikan bahwa korban dan keluarganya mendapatkan keadilan.
“Kami akan terus memantau dan memastikan bahwa korban dan keluarga mendapatkan keadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada,” kata Nahar mengutip keterangan resmi, Sabtu (2/3/2024).
“Kami pun siap memberikan bantuan pendampingan bagi keluarga korban baik itu pendampingan secara hukum maupun psikologis. Kami berharap pihak-pihak berkepentingan lainnya pun menaruh perhatian serius dalam upaya pencegahan terhadap kasus kekerasan di lingkungan pendidikan dan pesantren agar tidak ada lagi anak yang menjadi korban akibat adanya kekerasan dan penganiayaan,” ujar Nahar.
Advertisement
Viral di Media Sosial
Sebelumnya, kasus ini viral di media sosial dan mendapat kecaman dari warganet.
Nahar pun mengungkap kronologi kejadian dari sudut pandang keluarga. Informasi ini didapat dari Tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129.
Pada 23 Februari, pihak keluarga korban menerima kabar dari pondok pesantren mengenai meninggalnya BB. Alih-alih karena kekerasan, pihak pesantren menyebut bahwa meninggalnya BB adalah akibat dari sakit lambung dan terjatuh di kamar mandi.
Pihak pondok pesantren mengatakan bahwa korban telah dibawa ke rumah sakit, tapi tidak tertolong.
Kecurigaan Keluarga Korban
Ketika keluarga korban menerima kepulangan jenazah, ditemukan hal yang janggal. Ada darah mengalir dari keranda jenazah.
Dari situlah kecurigaan keluarga semakin menguat dan meminta agar kain kafan anak korban dibuka. Kondisi jenazah anak korban sangat memprihatinkan dengan berbagai luka yang terlihat jelas di sekujur tubuh.
Keadaan tubuh anak korban penuh lebam, luka robek, luka sundutan rokok di kaki, luka menganga pada dada, hingga luka jeratan di leher.
“Dugaan penganiayaan yang dialami anak korban diperkuat dengan adanya bukti dari berbagai luka yang tampak jelas di sekujur tubuh. Saat ini, kami sudah mendapatkan informasi terkait identitas terduga empat orang tersangka di antaranya MN (18), MA (18), AF (16), dan AK (17) dan mereka sudah diamankan. Kami akan mengawal kasus ini hingga anak korban mendapatkan keadilan yang semestinya,” tutur Nahar.
Advertisement