Sukses

Mengatasi Obesitas Bukan Cuma dengan Mengurangi Kalori dan Olahraga

Hari Obesitas Sedunia, obesitas adalah penyakit yang kompleks terkait dengan penyakit lain seperti diabetes dan jantung.

Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2018, prevalensi obesitas di kalangan orang dewasa meningkat dari 10,5 persen pada 2007 menjadi 21,8 persen pada 2018. Terlihat tren peningkatan masalah kesehatan maka penting memerangi masalah kesehatan ini dengan efektif.

Menurut Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) mengatasi obesitas bukan hanya dengan mengurangi asupan kalori yang masuk dan berolahraga. Obesitas adalah penyakit yang kompleks terkait dengan penyakit lain seperti diabetes dan jantung.

“Walaupun terapi gizi medis dan aktivitas fisik merupakan dasar untuk mengelola obesitas, hal ini tidak cukup bagi banyak pasien," kata Dr. dr. Gaga Irawan Nugraha, Sp.GK(K) dari HISOBI.

Gaga menegaskan bahwa penanganan obesitas di Indonesia harus komprehensif. Bukan hanya berfokus pada indeks massa tubuh (IMT atau body mass index/BMI) tapi fokus juga pada penanganan komplikasi terkait obesitas.

Maka dari itu, dalam penanganan obesitas yang lebih baik diperlukan tiga pendukung. Apa saja?

"Diperlukan tiga pilar pendukung untuk memberikan perawatan obesitas yang lebih baik, yaitu intervensi psikologis dan perilaku, farmakoterapi dan bedah bariatrik,” kata Gaga dalam diskusi peringatan Hari Obesitas Sedunia pada 4 Maret bersama Novo Nordisk Indonesia.

Selain itu, untuk mendukung pasien obesitas, Gaga juga menekankan pentingnya kerangka 5A: Ask, Assess, Advise, Agree, and Assist. Kerangka ini memberikan panduan bagi tenaga kesehatan untuk memberikan perawatan yang holistik bagi penderita obesitas.

 

2 dari 4 halaman

Obesitas? Segera Lakukan Deteksi Dini Penyakit

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI menyarankan bagi seseorang dengan obesitas atau kondisi yang melibatkan penumpukan lemak tubuh berlebihan, melakukan pemeriksaan deteksi dini pada dokter setidaknya sekali dalam setahun.

“Untuk gerakan deteksi dini, memeriksakan paling tidak 1 tahun sekali,” kata Ketua Tim Kerja Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes, dr Esti Widiastuti, dalam kesempatan yang sama. 

Deteksi dini dapat dilakukan di  fasilitas pelayanan kesehatan primer. Mengenai biaya pemeriksaan itu akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan seperti mengutip Antara.

3 dari 4 halaman

Mendapatkan Informasi soal Diabetes

Kolaborasi lintas disiplin diperlukan dalam memerangi obesitas. Salah satunya kontribusi dari Novo Nordisk Indonesia yang terlibat aktif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dan memberikan edukasi terkait obesitas melalui berbagai inisiatif.

Salah satu contohnya adalah melalui Chatbot WhatsApp Tanya Gendis, yang mudah diakses dan menyediakan tentang diabetes dan obesitas sehingga dapat membantu masyarakat dalam mengambil keputusan kesehatan yang berdasarkan informasi.

Selain itu, di Diabetes Obesity Summit kami juga mengumpulkan para ahli dan pemangku kepentingan untuk mengatasi tantangan industri kesehatan, dan melalui situs Truth About Weight.

Lalu, dalam beberapa waktu ke depan, Novo Nordisk akan melakukan studi terkait beban penyakit obesitas. Lalu, hasil dari penelitian itu akan bisa sebagai rekomendasi yang dapat diimplementasikan pada kebijakan dan strategi perawatan kesehatan untuk pencegahan dan pengelolaan obesitas.

"Menghadirkan informasi ilmiah terkait obesitas merupakan salah satu upaya kami dalam mengedukasi masyarakat tentang obesitas. Kami memahami bahwa obesitas memerlukan perhatian lebih," kata dokter Riyanny Meisha Tarliman, Clinical, Medical, and Regulatory Novo Nordisk Indonesia dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.

4 dari 4 halaman

Tentang Obesitas

Mengutip laman resmi WHO, obesitas merupakan penyakit kompleks kronis yang ditandai dengan timbunan lemak berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan. Obesitas dapat menyebabkan peningkatan risiko diabetes tipe 2 dan penyakit jantung, dapat mempengaruhi kesehatan tulang dan reproduksi, serta meningkatkan risiko kanker tertentu.

Lalu, orang dengan kelebihan berat badan ekstrem ini juga membuat kualitas hidup berkurang. Pasien obesitas kesulitan tidur atau bergerak.

Diagnosis obesitas ditegakkan dengan mengukur berat badan dan tinggi badan seseorang serta dengan menghitung indeks massa tubuh (BMI): berat badan (kg)/tinggi badan² (m²).

Indeks massa tubuh merupakan penanda pengganti kegemukan dan pengukuran tambahan, seperti lingkar pinggang, dapat membantu diagnosis obesitas.

 

Di Indonesia, kasus obesitas di Indonesia meningkat signifikan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dari 10,5 persen pada 2007 menjadi 21,8 persen pada 2018 menurut Riset Kesehatan Dasar Kemenkes RI.

Sementara itu, di dunia bakal ada 1,9 miliar orang menderita obesitas pada 2035.