Sukses

Pesan Wakil Ketua MPR RI di Hari Perempuan Internasional agar Kaum Hawa Berdaya

Perempuan yang telah menyandang gelar istri dan ibu mungkin akan merasa bingung atau bahkan kesusahan dalam menyeimbangkannya dengan karier di dunia pekerjaan.

Liputan6.com, Jakarta - Menyeimbangkan antara karier dan keluarga tidak selalu mudah bagi perempuan bekerja. Kaum hawa masih sering dihadapkan dengan berbagai tantangan dan hambatan seperti stereotip gender, diskriminasi, serta kurangnya dukungan.

Memperingati Hari Perempuan Internasional, Wakil Ketua MPR RI Dr Lestari Moerdijat, S.S, M.M, mengatakan, perempuan memiliki kekuatan luar biasa yang jika diberi wadah dan disalurkan akan menjadi daya ungkit untuk mencapai tujuan.

"Ibu mengurusi rumah tangga, tetap bisa bekerja, memberikan tambahan. Ada kekuatan-kekuatan luar biasa yang menjadi daya perempuan yang harus dikeluarkan dan apabila diberi wadah dan diberikan saluran akan menjadi daya guna dan daya ungkit yang luar biasa untuk mencapai tujuan," ujar Lestari dalam Diskusi Publik Hari Perempuan Internasional 2024 di Jakarta, Kamis, 7 Maret 2024.

Perempuan di era modern telah menunjukkan kemampuannya untuk mencapai kesuksesan di berbagai bidang, tanpa meninggalkan tanggung jawabnya dalam keluarga. Oleh karena itu, penting untuk terus mendorong pemberdayaan perempuan dan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi perempuan untuk mencapai keseimbangan antara karir dan keluarga.

Rerie juga menegaskan bahwa komitmen untuk terus melibatkan perempuan pada setiap aspek kehidupan harus dijalankan. Tidak hanya untuk pekerjaan-pekerjaan yang memiliki stereotip sebagai pekerjaan perempuan, tapi untuk semua kegiatan, setidaknya perempuan memiliki kesempatan untuk berkontribusi pada hal tersebut. 

Pelibatan di setiap aspek yang melampaui gender ini tentunya akan memberikan pembaharuan dalam mekanisme kepemimpinan, karena perempuan dapat menjadi agen yang menginspirasi semua pihak.

2 dari 4 halaman

Perempuan dan Stereotip Gender

Dalam kesempatan tersebut, Rerie menyampaikan, stereotip gender yang melekat pada perempuan, seperti anggapan bahwa perempuan lebih cocok mengurus rumah tangga dan anak-anak, masih menjadi salah satu faktor utama yang menghambat karir perempuan.

"Kepemimpinan perempuan selama ini ternyata masih luput dari pemahaman masyarakat secara menyeluruh. Akibatnya, perempuan menjadi terasing dan hak dan kebebasannya terbebani karena setumpuk kewajiban yang dilekatkan oleh faktor budaya," jelas Rerie.

Padahal, menurutnya, sejak dahulu, telah banyak pahlawan perempuan yang ikut bekerja sama memerdekakan bangsa dan terutama memerdekakan sesama perempuan. Para pahlawan perempuan tersebut yakni R.A Kartini, Cut Nyak Dien, Laksamana Malahayati, dan Dewi Sartika. Semangat dan perjuangan mereka patut diteladani. 

 

 

3 dari 4 halaman

Tantangan Perempuan Masa Kini

Rerie mengatakan, kini perempuan tidak lagi terpaku pada peran domestik, tetapi telah aktif di berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, dan sosial.

Namun, menurutnya perjuangan untuk mencapai kesetaraan gender masih belum selesai. Perempuan masih menghadapi berbagai diskriminasi dan hambatan dalam mencapai potensi penuhnya.

Di sisi lain, budaya patriarki juga masih kental di masyarakat dan turut mempersempit ruang gerak perempuan dalam dunia karir. Perempuan sering kali dihadapkan dengan ekspektasi ganda, yaitu untuk sukses di karir dan tetap mengurus rumah tangga dan anak-anak.

Beban ganda ini dapat menyebabkan stres dan kelelahan bagi perempuan, dan pada akhirnya dapat menghambat karir mereka.

4 dari 4 halaman

Perempuan Harus Berani Mengakui

Tantangan dalam membagi keberadaan diri sebagai seorang profesional dalam dunia kerja dan sebagai perempuan berstatus istri atau ibu memang masih menjadi dilema untuk banyak kaum perempuan. Karenanya, perempuan harus berani mengakui jika dirinya tidak sempurna.

"Seorang perempuan harus berani untuk tidak sempurna. Harus berani dan mau mengakui tidak sempurna," ucap Rerie.

Lestari menekankan bahwa perempuan harus berani mengakui dan mengatakan bahwa dirinya memerlukan pertolongan karena dia tidak sempurna.

"Akan selalu ada celah dimana kita sebagai perempuan tidak bisa melakukan suatu pekerjaan. Disanalah pertolongan dibutuhkan, bisa dari pasangan, keluarga atau bahkan dari pihak ketiga seperti asisten atau pengasuh anak," ucapnya. 

Hal itu, kata Rerie, dilakukan bukan berarti semata-mata perempuan gagal, tapi justru karena mereka tetap berusaha untuk berhasil di kedua bidang dengan memastikan tidak ada yang terabaikan.Â