Liputan6.com, Jakarta - Guna mencapai pelayanan kesehatan ginjal yang optimal, diperlukan upaya untuk mengatasi hambatan di berbagai tingkatan sambil mempertimbangkan perbedaan konteks di seluruh wilayah dunia.
Hal ini disampaikan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) dalam Peringatan Hari Ginjal Sedunia yang jatuh pada 14 Maret 2024.
Baca Juga
Menurut PERNEFRI, setiap negara memiliki hambatan masing-masing dalam akses layanan kesehatan ginjal. Hal ini mencakup:
Advertisement
- Kesenjangan dalam diagnosis dini.
- Kurangnya layanan kesehatan yang menyeluruh.
- Cakupan asuransi.
- Rendahnya kesadaran di kalangan petugas kesehatan.
- Tantangan terhadap biaya pengobatan dan aksesibilitas.
Melihat masalah-masalah tersebut, strategi multi-cabang diperlukan untuk menyelamatkan nyawa, ginjal, dan jantung. Strategi yang dimaksud yakni:
Kebijakan Kesehatan
Pencegahan penyakit ginjal kronik atau PGK primer dan sekunder memerlukan kebijakan kesehatan yang ditargetkan yang secara holistik dengan:
- Mengintegrasikan perawatan ginjal ke dalam program kesehatan yang ada.
- Menjamin pendanaan untuk perawatan ginjal.
- Menyebarkan pengetahuan kesehatan ginjal kepada masyarakat dan tenaga kesehatan.
Akses yang adil terhadap skrining penyakit ginjal, alat untuk diagnosis dini, dan akses berkelanjutan terhadap pengobatan berkualitas harus diterapkan untuk mencegah PGK atau perkembangannya.
Pelayanan Kesehatan
Strategi berikutnya terkait dengan pelayanan kesehatan ginjal. Kurang optimalnya pelayanan kesehatan ginjal disebabkan oleh:
- Terbatasnya fokus kebijakan.
- Tidak memadainya pendidikan pasien dan penyedia layanan kesehatan.
- Kurangnya sumber daya untuk layanan berkualitas tinggi.
- Terbatasnya akses terhadap pengobatan yang terjangkau.
Agar strategi ini berhasil, penting untuk menerapkan pendekatan yang komprehensif, berpusat pada pasien, dan berorientasi lokal untuk mengidentifikasi dan mengatasi hambatan terhadap perawatan ginjal berkualitas tinggi.
Tenaga Kesehatan Profesional
Strategi ketiga adalah mengatasi kekurangan tenaga kesehatan primer dan spesialis ginjal.
Untuk mencapai hal ini, diperlukan beberapa upaya seperti:
- Peningkatan pelatihan.
- Meminimalkan kehilangan penyedia layanan kesehatan.
- Membangun kapasitas di antara petugas kesehatan, termasuk dokter layanan primer, perawat, dan petugas kesehatan masyarakat.
Pendidikan tentang skrining penyakit ginjal kronik (PGK) yang tepat dan kepatuhan terhadap rekomendasi pedoman praktik klinis adalah kunci keberhasilan penerapan strategi pengobatan yang efektif dan aman.
“Merangkul inovasi ilmiah dan memanfaatkan alat farmakologis dan non-farmakologis untuk pengobatan PGK, serta membina komunikasi yang efektif dan empati di antara para profesional akan sangat berdampak pada kesejahteraan pasien,” kata Ketua Umum PERNEFRI, Pringgodigdo Nugroho dalam konferensi pers Hari Ginjal Sedunia di Jakarta Pusat, Rabu, 13 Maret 2024.
Advertisement
Pemberdayaan Pasien dan Komunitas
Strategi keempat adalah pemberdayaan pasien dan komunitas. Secara global, pasien kesulitan mengakses layanan dan pengobatan karena tingginya biaya dan informasi yang salah. Ini berdampak pada perilaku dan kepatuhan mereka terhadap kesehatan.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan pasien dan komunitas agar strategi pengobatan semakin membawa manfaat besar, yakni:
- Meningkatkan kesadaran tentang faktor risiko PGK seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas.
- Meningkatkan literasi kesehatan tentang pilihan gaya hidup sehat.
- Perawatan diri.
Mendorong kepatuhan jangka panjang terhadap strategi pengobatan dapat membawa manfaat besar terutama bila dimulai sejak dini dan dikelola secara konsisten.
Melibatkan pasien dalam organisasi advokasi dan komunitas lokal akan memberdayakan mereka untuk membuat keputusan dan meningkatkan hasil kesehatan pasien.
Kasus Penyakit Ginjal Kronik
Penyakit ginjal kronik atau PGK tercatat sebagai penyebab 4,6 persen kematian global pada tahun 2017. Angka ini diprediksi akan terus meningkat.
PGK diperkirakan akan menjadi penyebab kematian tertinggi ke-5 di seluruh dunia pada tahun 2040. Di Indonesia, prevalensi PGK semakin meningkat setiap tahun, bila tidak diobati suatu ketika dapat mengalami gagal ginjal.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2018, prevalensi PGK adalah 0,38 persen. Data registri Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) pada tahun 2020 menunjukkan insidensi kumulatif pasien yang menjalani dialisis (cuci darah) adalah 61.786. Dan prevalensi kumulatifnya sebanyak 130.931.
Advertisement