Sukses

Belum Ada Vaksin TBC yang Baru, Menkes Budi: Ini Masalah Komitmen untuk Berinovasi

Cacar dan COVID-19 sudah ada vaksin tapi mengapa belum ada vaksin TBC terbaru yang lebih baik?

Liputan6.com, Manila Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa dunia perlu memiliki vaksin terbaru yang lebih baik untuk menghadapi tuberkulosis (TBC).

Bila berkaca dari penyakit menular lain, sebut saja cacar sudah ada vaksinnya. Lalu, COVID-19 yang merupakan penyakit baru dalam hitungan cepat sudah muncul vaksin dalam mengurangi keparahan akibat infeksi virus SARS-CoV-2.

Budi yakin kehadiran vaksinasi baru bisa lebih efektif dalam membantu mengeliminasi penyakit TBC yang disebabkan infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis (M. tb) itu.

“Kita bisa belajar dari kasus cacar yang bisa dihapus karena vaksin. Bahkan, vaksin COVID-19 bisa rampung hanya dalam waktu 22 bulan saja," kata Menkes Budi.

"Oleh karena itu, membingungkan mengapa kita tidak bisa memiliki vaksin yang lebih baik untuk TB. Ini hanya masalah komitmen untuk kita bisa menginovasikan vaksin TB,” lanjut Budi dalam diskusi panel antara menteri kesehatan pertemuan Stop TB Partnership Regional Dialogue di Filipina pada 14-15 Maret 2024.

Saat ini, vaksin TBC yang tersedia di Tanah Air adalah vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG) sebagai perlindungan parsial untuk mencegah TBC yang berat pada bayi dan anak usia dini. Namun, vaksin ini tidak cukup untuk melindungi anak dan orang dewasa dari TBC.

 

2 dari 4 halaman

Kemitraan Kunci untuk Eliminasi TBC

Budi juga meyakini bahwa kemitraan di Indonesia juga diakui sebagai faktor kunci dalam percepatan eliminasi TB.

“Kami percaya kerja kolaboratif akan membawa kesuksesan dalam mengakhiri TB,” kata Budi.

Peran penting kemitraan multisektor dalam pencapaian eliminasi TBC amat penting mulai dari pencegahan hingga pemberian akses layanan. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi menekankan peran penting kemitraan multisektor dalam pencapaian ini.

“Mulai dari pencegahan, promosi kesehatan, sampai ke pemberian akses layanan semuanya dilakukan dengan pelibatan multisektor, sehingga Indonesia banyak menghasilkan catatan baik untuk eliminasi TB dalam beberapa waktu terakhir,” kata Imran.

3 dari 4 halaman

Contoh Bentuk Kerja Sama

Salah satu bentuk kolaborasi multisektor adalah antaran lembaga legislatif dan eksekutif di Indonesia. Di mana DPR RI bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan untuk mengembangkan program pendidikan, khususnya tentang TB.

“Jangkauan yang ditargetkan juga penting, berfokus pada populasi rentan seperti mereka di daerah terpencil, permukiman kumuh perkotaan, penjara, dan komunitas yang terpinggirkan. Kita juga mengupayakan penyebaran pesan pencegahan dan pengobatan TB bisa efektif melalui kampanye yang melibatkan organisasi lokal dan tokoh masyarakat,” kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melki Laka Lena di kesempatan tersebut.

4 dari 4 halaman

Upaya Lain

Hadir juga Ketua Yayasan Stop TB Partnership Indonesia Nurul Luntungan mengungkapkan bahwa upaya mencapai target eliminasi TB tidak hanya membutuhkan kerja kolaboratif. Butuh investasi berkelanjutan serta komitmen politik dan kepemimpinan yang kuat menjadi sangat penting di Indonesia.

“Untuk Indonesia dapat mencapai eliminasi TB tahun 2030, kita benar-benar perlu memastikan implementasi Peraturan Presiden no. 67 tahun 2021 terus berjalan dan diperkuat. Hal itu membutuhkan kolaborasi multi-sektor serta pendanaan yang mencukupi di tingkat global, nasional, dan sub-nasional,” tutur Nurul.

Salah satu dukungan keuangan untuk mengatasi TBC diberikan dari Jepang. 

“Penting untuk menekankan strategi G20 dan berkolaborasi untuk mengakhiri TB pada 2030, di mana saat ini Jepang memberikan bantuan keuangan dan teknis untuk mengakhiri TB di wilayah Asia Tenggara,” kata Asisten Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Global, Jepang, Dr. Eiji Hinoshita.