Sukses

Tingkat Kesuburan Singapura Berada di Titik Terendah dalam Sejarah

Meskipun tingkat kesuburan total Singapura telah mengalami penurunan selama bertahun-tahun, ini adalah pertama kalinya tingkat kesuburan total turun di bawah 1,0.

Liputan6.com, Jakarta Pertama kali dalam sejarah, tingkat kesuburan total penduduk Singapura di bawah 1,0. Perkiraan awal menunjukkan bahwa tingkat kesuburan total turun menjadi 0,97 pada tahun 2023.

Angka tersebut menurun lebih jauh dari rekor sebelumnya yaitu 1,04 pada tahun 2022 dan 1,12 pada tahun 2021, dilansir dari CNA pada Senin, 18 Maret 2024.

"Ada berbagai alasan tingkat kesuburan di Singapura rendah. Beberapa di antaranya bersifat sementara, misalnya, pasangan yang rencana pernikahannya terganggu oleh COVID-19, yang pada gilirannya menunda rencana menjadi orang tua," kata menteri Indranee Rajah pada hari Rabu (28/2/2024).

Beberapa orang juga khawatir tentang biaya membesarkan anak, tekanan untuk menjadi orang tua yang baik, atau kesulitan dalam mengatur pekerjaan dan keluarga, tambahnya.

Indranee Rajah juga mencatat bahwa tingkat kesuburan yang rendah di Singapura merupakan bagian dari tren global di mana prioritas individu dan norma masyarakat telah berubah.

Menjabarkan rencana Prime Minister's Office, Indranee mengatakan bahwa pemerintah sedang melihat bagaimana cuti orang tua berbayar dapat ditingkatkan. Dia juga mencatat umpan balik dari para orang tua menunjukkan bahwa kebutuhan pengasuhan sangat besar selama 18 bulan pertama kehidupan seorang anak.

“Kementerian Sosial dan Pembangunan Keluarga (MSF) telah meningkatkan kapasitas pengasuhan bayi, dan berencana untuk mengembangkan layanan pengasuhan anak sebagai pilihan pengasuhan bayi tambahan bagi keluarga,” kata Indranee.

Indranee juga menunjukkan langkah-langkah yang diumumkan pada Anggaran 2023 untuk meningkatkan dukungan bagi orang tua dan keluarga, seperti meningkatkan cuti ayah yang dibiayai pemerintah menjadi empat minggu.

“Pemerintah akan mengamanatkan cuti tambahan ini sesegera mungkin, untuk memberi manfaat bagi lebih banyak ayah," katanya.

2 dari 5 halaman

Fleksibilitas di Tempat Kerja

Selain cuti, Indranee mengatakan pemerintah juga mencari cara lain yang berkelanjutan, seperti pengaturan kerja yang fleksibel, untuk membantu orang tua mengelola komitmen pekerjaan dan keluarga dengan lebih baik.

Indranee juga mencatat bahwa beberapa perusahaan, termasuk UKM, merasa kesulitan menerapkan pengaturan kerja yang fleksibel. Oleh karena itu, pemerintah akan mencari cara untuk membantu semua pemberi kerja menerapkan pengaturan kerja yang fleksibel dengan baik dan mengelola tim mereka secara produktif.

“Dukungan pemberi kerja juga dapat mencakup fitur-fitur kantor yang ramah keluarga seperti ruang laktasi,” tambahnya.

Pemilik gedung didorong untuk secara sukarela menyediakan fitur ramah keluarga di luar persyaratan Kode Etik minimum.

"Pada akhirnya, ini membutuhkan upaya dari seluruh masyarakat untuk membangun tempat kerja yang ramah keluarga yang diserukan oleh para anggota," kata Indranee.

3 dari 5 halaman

Kewarganegaraan Baru

Indranee menambahkan bahwa lebijakan imigrasi memainkan peran penting dalam mengurangi dampak rendahnya angka kelahiran dan penuaan terhadap ekonomi dan masyarakat.

Pada tahun 2023, Singapura memberikan sekitar 23.500 kewarganegaraan baru, termasuk sekitar 1.300 untuk anak-anak yang lahir di luar negeri dari orang tua berkewarganegaraan Singapura. Selain itu, 34.500 izin tinggal permanen baru juga diberikan.

"Kami terus mempertahankan laju imigrasi yang terukur dan stabil, yang memoderasi dampak tren demografi terhadap ukuran dan profil usia populasi warga negara," kata Indranee.

"Kami memberikan PR atau kewarganegaraan kepada mereka yang dapat berintegrasi dengan baik, berkontribusi untuk Singapura, dan berkomitmen menjadikan Singapura sebagai rumah mereka."

Selain itu, kebijakan imigrasi juga membantu memenuhi kebutuhan populasi Singapura di masa depan, tambah Indranee.

4 dari 5 halaman

Mendorong Pernikahan Lebih Awal

Menurut profesor Paulin Straughan dari Singapore Management University (SMU), mendorong pernikahan lebih awal adalah salah satu cara untuk mengatasi anjloknya angka kelahiran di Singapura.

"Kaum muda Singapura menikah lebih lambat. Dan begitu mereka menikah, untuk seseorang yang berusia di atas 30, peluang keberhasilan pembuahan alami akan lebih rendah," katanya.

“Pada tahun 2022, usia rata-rata saat menikah adalah hampir 29 tahun untuk perempuan, sehingga menyebabkan banyak pasangan yang akhirnya menginginkan bayi ketika sudah terlambat”, ujar Profesor Jean Yeung dari fakultas kedokteran NUS, yang juga merupakan direktur ilmu sosial di Institut Ilmu Klinis A*STAR.

Straughan menyarankan agar Singapura menurunkan usia untuk syarat mendapatkan subsidi perumahan bagi para lajang. Hal ini diharapkan dapat membantu kaum muda untuk mendapatkan tempat tinggal sendiri lebih cepat, sehingga mereka akan mulai memikirkan pernikahan lebih awal.

Singapura juga mendukung pendidikan tentang kesuburan dini, dan menyediakan penilaian kesuburan dini untuk pasangan, kata para ahli.

5 dari 5 halaman

Tingkat Kesuburan Rendah Memberikan Dampak yang Serius

Banyak negara maju lainnya mengalami penurunan tingkat kesuburan yang cepat. Sebagai contoh, Korea Selatan memiliki tingkat kesuburan di bawah 1,0, yang turun menjadi 0,72 tahun lalu dari 0,78 pada tahun 2022.

Negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand mengalami penurunan tingkat kesuburan pada tahun 2022, sementara negara-negara Eropa seperti Italia dan Spanyol terus mengalami rekor kelahiran terendah.

“Laporan tentang tingkat kesuburan total mencerminkan perubahan prioritas generasi muda di seluruh dunia, yang mungkin tidak lagi melihat pernikahan atau menjadi orang tua sebagai hal yang penting,” kata Indranee.

Turunnya tingkat kesuburan total di Singapura memiliki dampak yang serius bagi masa depan negara ini. “Semakin banyak orang Singapura yang masih melajang, akan memiliki dukungan keluarga yang lemah saat mereka beranjak tua,” kata Indranee.

Menurunnya tingkat kesuburan juga akan berdampak pada perekonomian Singapura.

"Bagaimanapun, ekonomi yang dinamis pada akhirnya digerakkan oleh manusia. Dengan jumlah kelahiran yang lebih sedikit, kita akan menghadapi penyusutan tenaga kerja. Akan semakin sulit untuk mempertahankan dinamisme, menarik bisnis global, dan menciptakan peluang bagi generasi berikutnya," ujar Indranee.