Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Prima Yosephine mengatakan bahwa imunisasi adalah hak anak yang harus dipenuhi.
Hal ini dibuktikan dengan dibahasnya imunisasi dalam empat landasan hukum yakni:
Baca Juga
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
Pasal 28B ayat 2:
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Advertisement
Pasal 28H ayat 1:
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik, sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
UU Perlindungan Anak No.35 Tahun 2014
Dalam UU ini dijelaskan:
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, bekerkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
UU Pemerintahan Daerah No. 23 Tahun 2014
Dalam UU ini dijelaskan:
Pemerintah Daerah harus memprioritaskan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar dengan berpedoman pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
UU No.17 tahun 2023 tentang Kesehatan
Pasal 44 ayat 2:
Setiap bayi dan anak berhak memperoleh imunisasi.
Pasal 44 ayat 3:
Pihak keluarga, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat harus mendukung imunisasi bayi dan anak
Pasal 86 ayat 1:
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Masyarakat bertanggungjawab melakukan penanggulangan penyakit menular.
Pasal 89 ayat 1 (f):
Kegiatan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit menular dilakukan antara lain melalui pemberian kekebalan (imunisasi).
Imunisasi Jelas Disebut Sebagai Hak Anak
Menurut Prima, Undang-Undang di atas sudah jelas menyebut bahwa imunisasi adalah hak anak yang perlu dipenuhi.
“Perlu kami highlight (soroti) di sini, di pasal 44 ayat 2 sudah jelas dinyatakan di undang-undang itu bahwa imunisasi itu adalah hak setiap bayi dan anak di Indonesia,” kata Prima dalam temu media Pekan Imunisasi Dunia di Jakarta, Senin (18/3/2024).
Dia menambahkan, hak imunisasi ini perlu dipenuhi oleh orangtua hingga pemerintah lantaran anak-anak dan bayi belum bisa memperjuangkan haknya sendiri.
“Tentu karena ini untuk bayi dan anak di mana mereka belum bisa untuk memperjuangkan haknya seperti kita-kita yang orang dewasa, sehingga tentu perlu dukungan untuk bisa memperjuangkan hak ini.”
Advertisement
Siapa yang Perlu Penuhi Hak Anak?
Lalu, siapa yang berkewajiban memenuhi hak anak ini?
“Mulai dari pihak keluarga, itu tertuang juga dalam undang-undang di ayat tiga. Mulai dari keluarga kemudian pemerintah baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dan juga masyarakat.”
Masyarakat di sini merujuk pula pada pihak-pihak swasta, tambah Prima.
Tak hanya anak, imunisasi untuk orang dewasa guna mencegah penularan penyakit juga tertuang dalam pasal 86 ayat 1 dan pasal 89 ayat 1.
“Untuk pencegahan atau penanggulangan dari penyakit menular itu perlu tindakan, salah satunya pemberian kekebalan atau imunisasi.”
Imunisasi Penuhi Aspek Asuh bagi Anak
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Profesor Hartono Gunardi menjelaskan alasan pentingnya imunisasi bagi anak.
“Anak merupakan generasi penerus setiap keluarga dan setiap keluarga mendambakan anaknya memiliki kualitas yang baik sehingga bisa bertumbuh kembang optimal bisa menjadi orang yang berprestasi di kemudian hari.”
“Nah untuk itu, kebutuhan anak harus dipenuhi. Kebutuhan anak adalah asuh, asih, asah. Asuh yang paling penting adalah nutrisi, imunisasi, dan perawatan kesehatan.”
Dengan kata lain, imunisasi termasuk upaya memberikan aspek asuh pada anak.
Selain asuh, anak-anak juga butuh asih yakni kasih sayang. Karena setiap anak membutuhkan kasih sayang.
Sementara, asah merujuk pada stimulasi atau mengasah kemampuan anak sejak dini, seperti kemampuan bicara dan lain-lain.
“Dan yang terakhir adalah asah. Banyak di zaman milenial ini, di zaman sosmed (social media) ini anak ditemani oleh gadget (gawai). Gadget bisa menstimulasi anak, jadi bisa bahasa Inggris. Tapi yang sering kita jumpai di zaman sosmed ini anak terlambat bicara, anak tidak bisa interaksi.”
Menurut Hartono, ini merupakan salah satu akibat dari penggunaan gawai berlebihan.
“Jadi lengkapi kebutuhan dasar anak, asah, asih, asuh dan jangan lupa melengkapi itu karena anak merupakan generasi penerus. Kalau dia udah dua tahun kita baru stimulasi untuk ngomong, terlambat. Karena masa keemasannya ada di 1000 hari pertama kehidupan,” ucap Hartono.
Advertisement