Sukses

Ramadhan Adalah Bukti Sayang Allah pada Manusia, Kiai: Jangan Disia-siakan

Karena Ramadhan merupakan bukti sayang Allah kepada manusia, kiai berpesan kepada para santri untuk tidak menyia-nyiakannya.

Liputan6.com, Jakarta Bulan Ramadhan adalah bukti sayang Tuhan kepada manusia. Hal ini disampaikan Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus).

“Karena Tuhan sayang kepada kita, kita diberi satu bulan supaya kita berakrab-akrab dengan diri kita sendiri, yaitu bulan Ramadhan,” kata Gus Mus dalam pengajian kitab Kimiyaus Sa’adah yang berlangsung di Aula Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah, pada Rabu, 20 Maret 2024, seperti mengutip NU Online.

Karena Ramadhan merupakan bukti sayang Allah kepada manusia, Gus Mus berpesan kepada para santri tidak menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan oleh Allah dengan hanya fokus pada urusan duniawi saja.

“Padahal ini kita diberi kesempatan oleh Allah untuk kita merenung. Kalbu kita semakin menjauh, kalau tidak kita cari, ya sudah. Maka kita harus mencarinya, tidak boleh menyia-nyiakan diri kita untuk urusan dunia saja. Kita cari kalbu kita, karena itu rajanya diri kita,” jelasnya.

Kesempatan dari Allah perlu dimanfaatkan sebaik mungkin. Pasalnya, Ramadhan memiliki berbagai keutamaan dan kemuliaan.

Umat Islam meyakini, di bulan Ramadhan pahala ibadah dilipatgandakan, dibukakannya pintu surga, ditutupnya pintu neraka, dan lain sebagainya.

Mengingat berbagai keutamaan tersebut, umat Islam dianjurkan lebih mengoptimalkan ibadah di bulan Ramadhan. Lantas bagaimana cara memaksimalkan ibadah di bulan Ramadhan untuk mendapat keutamaannya?

2 dari 4 halaman

Mengingat Hikmah Puasa Ramadhan

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan ibadah selama Ramadhan adalah mengingat hikmah yang terkandung dalam puasa Ramadhan.

Mengingat hikmah puasa dapat membuat umat Islam yang beriman enggan meninggalkan puasa satu hari pun.

Tokoh Islam Syekh Hasan Muhammad Masyath memberikan catatan kaki dalam kitabnya Is’afu Ahlil Iman bi Wadza’if Syahri Ramadhan atas ayat kewajiban berpuasa, yakni surat al-Baqarah ayat 183:

 يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Artinya:

"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183).

Ia berpendapat bahwa ayat  لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ merupakan penjelasan Allah SWT mengenai hikmah dan rahasia (sirr) ibadah puasa.

3 dari 4 halaman

Menjadi Orang yang Bertakwa

Lebih jauh, Syekh Hasan juga mengatakan bahwa alasan Allah SWT mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk berpuasa adalah agar mereka menjadi orang-orang yang bertakwa kepada-Nya.

Takwa adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Dengan bertakwa kepada Allah SWT, hamba tersebut akan masuk ke dalam golongan orang-orang yang beruntung, baik di dunia maupun di akhirat. (Syekh Hasan Muhammad al-Masyath, Is’afu Ahlil Iman bi Wadza’if Syahri Ramadhan, hal. 5).

4 dari 4 halaman

Jaga Diri dari Bahaya Dunia dan Akhirat

Pelaksanaan ibadah puasa merupakan salah satu upaya agar orang-orang beriman dapat naik derajatnya menjadi orang-orang yang bertakwa.

Orang yang bertakwa didefinisikan sebagai orang-orang yang selalu menjaga dirinya dari bahaya dunia dan akhirat, dengan cara menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

“Dengan lebih memikirkan hikmah yang terkandung dalam ibadah puasa di bulan Ramadhan, seseorang pasti akan lebih mengoptimalkan ibadah yang dilakukannya di bulan Ramadhan,” tulis Alumnus Ma’had Aly Al-Iman Bulus Purworejo, Ryan Romadhon mengutip NU Online, Jumat (22/3/2024).