Liputan6.com, Jakarta - Henti jantung merupakan kondisi gawat darurat medis yang dapat terjadi pada siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Kejadian ini dapat merenggut nyawa seseorang dalam hitungan menit jika tidak segera ditangani.
Dilansir dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, henti jantung mendadak (HJM)Â merupakan kondisi kritis yang terjadi ketika jantung berhenti berdetak secara tiba-tiba. Hal ini mengakibatkan terhentinya aliran darah dan oksigen ke seluruh tubuh, termasuk otak.
Baca Juga
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah serta konsultan aritmia dr Sunu Budhi Raharjo, SpJP(K), PhD, menyampaikan bahwa penyebab utama dari henti jantung adalah gangguan irama jantung.
Advertisement
"Penyebab utama dari cardiac arrest adalah abnormal heart rhythm, gangguan irama jantung atau bahasa medisnya adalah aritmia," jelas Sunu dalam diskusi media bersama Heartology pada Senin, 25 Maret 2024.
Henti jantung kerap disamakan atau disalahpahami sebagai serangan jantung. Namun, kedua hal tersebut dapat dikatakan sangat berbeda. Sunu menjelaskan bahwa keduanya dapat dibedakan dari gejala serta ciri yang muncul.
Jika seseorang tidak sadarkan diri, yang dapat dilakukan untuk memastikan apakah yang bersangkutan mengalami henti jantung, serangan jantung atau alasan lainnya adalah dengan meraba nadi.
"Kalau pasiennya collapse, tapi nadinya teraba, maka bukan henti jantung," jelas Sunu.
Sedangkan jika seseorang tidak sadarkan diri dan detak nadinya tidak teraba, maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan mengalami henti jantung.
Nadi dapat diraba dari pergelangan tangan, leher serta pangkal paha.Â
Penanganan Henti Jantung Mendadak
Henti jantung mendadak (HJM) adalah kondisi yang mengancam jiwa dan membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat. Setiap detik sangat berharga dalam situasi ini, karena otak dan organ vital lainnya mulai mengalami kerusakan setelah beberapa menit tanpa aliran darah.
Sunu menyebutkan bahwa jangka waktu yang ada untuk menyelamatkan pasien henti jantung hanyalah 10 menit.
"Berapa lama seseorang yang mengalami henti jantung bisa kemudian sampai meninggal? Less than 10 minutes, kurang dari 10 menit."
Fakta ini merupakan sebuah landasan untuk semua orang dapat memahami bagaimana penanganan yang tepat pada pasien henti jantung mendadak.Â
Pertolongan pertama yang dapat diberikan pada pasien henti jantung adalah Resusitasi Jantung Paru (RJP). RJP dimulai dengan membuka jalan napas pasien dengan menengadahkan kepalanya. Kemudian, lakukan kompresi dada dengan tekanan penuh dan berirama di setengah bagian bawah tulang dada. Kedalaman tekanan harus 5 cm, dengan ritme 100-120 kali per menit. Lakukan 30 kompresi dada, kemudian berikan dua kali bantuan pernapasan.
Jika RJP yang dilakukan benar, pada 1 menit pertama tingkat keberhasilan pertolongan tersebut adalah sebanyak 90% dan terus turun hingga jangka waktu 10 menit.
"Resusitasi benar saja belum tentu bisa menolong, apalagi resusitasinya tidak benar," ucap Sunu. Dengan demikian, penting untuk setiap orang menguasai tindakan-tindakan bantuan hidup dasar.
Advertisement
Risiko Henti Jantung Mendadak
Henti jantung mendadak (HJM) sebenarnya adalah kondisi yang dapat terjadi pada siapa saja, tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau kondisi kesehatan.
Namun, jika seseorang sebelumnya sudah memiliki riwayat penyakit jantung, maka kemungkinan untuk mengalami henti jantung akan meningkat.
"Kejadian paling banyak itu, 30% risiko henti jantung itu pada mereka yang sudah pernah serangan jantung," jelas Sunu.Â
Lalu, risiko 25% pada mereka yang sudah pernah mengalami henti jantung dan selamat. Sedangkan risiko untuk masyarakat umum untuk mengalami henti jantung hanya sebanyak 2%.
Di sisi lain, penting untuk diketahui bahwa terdapat beberapa sindrom yang dapat mengakibatkan aritmia dan berujung dengan henti jantung mendadak. Salah satunya adalah Sindrom Brugada yang 30% dipengaruhi oleh genetik.Â
Jadi, semua orang memiliki kemungkinan mengalami henti jantung, namun yang membedakan adalah penyebab gangguan irama jantungnya atau aritmia.