Liputan6.com, Jakarta - Fenomena FOMO (Fear Of Missing Out) atau rasa takut ketinggalan dari orang lain, telah menjadi topik hangat dalam budaya populer saat ini. Berbanding terbalik dari FOMO, JOMO (Joy Of Missing Out) cenderung menikmati waktu sendiri untuk fokus melakukan hal-hal yang membuat diri bahagia tanpa rasa takut ketinggalan.
Apabila Anda senang menghabisakan banyak waktu untuk membaca buku yang bagus atau menonton video memasak, mungkin Anda merupakan individu yang cenderung ke arah JOMO, atau rasa senang akan ketinggalan.
Baca Juga
Dilansir dari Cleveland Clinic pada Minggu, 31 Maret 2024, berbeda dengan FOMO, JOMO adalah perasaan untuk fokus melakukan hal yang membuat Anda bahagia. Namun, bukan berarti Anda duduk di rumah sendirian tanpa adanya kehidupan sosial. JOMO berarti Anda selektif dengan apa yang Anda lakukan tanpa mengkhawatirkan apa yang orang lain lakukan.
Advertisement
"Makna dari JOMO yaitu mencakup gagasan untuk menemukan kegembiraan dan kepuasan, memilih untuk tidak mengikuti atau melewatkan suatu kegiatan, untuk memprioritaskan self-care (perawatan diri)," kata psikolog klinis Susan Albers, PsyD.
Menurut Albers, JOMO sangat membantu untuk menempatkan fokus yang lebih besar pada apa yang ingin Anda ikuti, bukan pada apa yang membuat Anda merasa tertekan untuk mengikutinya.
"JOMO memungkinkan Anda untuk menjadi otentik dan jujur pada diri sendiri, tentang apa yang benar-benar ingin Anda lakukan dan apa yang Anda hargai," kata Albers.
JOMO adalah tentang fokus pada diri sendiri dan lebih mementingkan kualitas daripada kuantitas. "Alih-alih mengikuti semua kegiatan, lebih baik Anda benar-benar fokus pada aktivitas atau hubungan yang sangat berarti bagi Anda,” jelas Albers.
FOMO dan JOMO memiliki manfaat dan tantangannya masing-masing.
Meskipun ada banyak hal positif yang bisa diambil dari JOMO, bukan berarti Anda harus menjalani kehidupan JOMO setiap waktu. Diantara FOMO dan JOMO tidak ada yang lebih baik, keduanya memiliki manfaat dan tantangannya masing-masing.
"Jika ada sisi negatif dari JOMO, FOMO sering kali dapat menjadi motivator bagi Anda untuk keluar dari zona nyaman dan mengeksplorasi hal-hal baru. Dan melihat apa yang dilakukan orang lain dapat memberikan Anda ide-ide baru yang tidak terpikirkan oleh Anda,” kata Albers.
Orang yang memiliki FOMO cenderung ekstrovert. Mereka suka bersosialisasi dan suka keluar rumah. Menurut psikolog yang meraih gelar doktor di University of Denver ini, jika Anda seorang dengan kepribadian yang introvert maka Anda cenderung sangat nyaman dengan JOMO.
“Anda tidak masalah jika harus melewatkan banyak acara sosial, karena Anda lebih menikmati waktu yang tenang," kata Albers.
Advertisement
Bagaimana mengubah FOMO menjadi JOMO?
Albers mengatakan membatasi media sosial bisa menjadi cara untuk mengurangi perbandingan yang dilakukan terhadap diri sendiri dengan orang lain.
"Ketika Anda beristirahat sejenak dari media sosial, Anda akan melihat bahwa FOMO Anda sedikit berkurang. Hal ini memberi Anda kesempatan untuk lebih fokus dan menghargai diri sendiri,” kata Albers.
Selain membatasi dari media sosial, penting juga untuk membuat diri Anda nyaman tanpa rasa terbebani akan suatu hal. Pikirkan lagi apakah dengan berpartisipasi dalam suatu kegiatan akan membuat Anda senang.
Jika tahu bahwa Anda akan merasa tidak nyaman atau mengikuti kegiatan tersebut hanya untuk menyenangkan orang lain, maka cobalah untuk mengatakan tidak.
Albers menegaskan bahwa tidak masalah untuk mengatakan tidak. "Anda mungkin perlu merasa nyaman untuk mengatakannya. Ini juga tentang tidak meminta maaf karena mengatakan tidak."
Ada Ruang untuk Merasakan FOMO dan juga JOMO
Meskipun mungkin sulit untuk menjauhi media sosial dan menghilangkan rasa tidak nyaman ketika melihat orang lain melakukan hal-hal yang luar biasa dan menakjubkan, ingatlah bahwa segala sesuatu memiliki porsi nya masing-masing. Ada ruang dalam hidup untuk merasakan FOMO dan juga JOMO.
Anda bisa berusaha untuk menambahkan lebih banyak JOMO ke dalam hidup Anda dengan bertanya pada diri sendiri apa yang benar-benar Anda nikmati dan sukai.
"Tanyakan pada diri Anda sendiri apakah Anda melakukannya karena Anda takut ketinggalan? Atau apakah itu sesuatu yang benar-benar ingin Anda lakukan?" saran Albers.
Terkadang, yang Anda butuhkan hanyalah meluangkan waktu untuk berhenti sejenak dan mengevaluasi apa yang benar-benar membuat Anda senang sebelum Anda memulai kegiatan kembali.
Advertisement