Liputan6.com, Tangerang Kabupaten Tangerang, Banten pada pekan ke 16 tahun 2024 menduduki posisi pertama daerah di Indonesia yang memiliki kasus demam berdarah dengue (DBD) tertinggi. Meski begitu, angka kematian di Kabupaten Tangerang tidak masuk dalam lima besar tertinggi di Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merilis data DBD per minggu ke 16 yang mencapai 76.132 kasus dengan 540 angka kematian.
Baca Juga
Dari data itu, Kabupaten Tangerang menduduki posisi pertama dengan kasus tertinggi, dengan jumlah 2.540 orang terkena DBD sepanjang 2024.
Advertisement
Disusul Kota Bandung 1.741 kasus, Kota Bogor 1.547 kasus, Kabupaten Bandung barat 1.422 kasus, serta Kabupaten Lebak 1.326 kasus.
Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang membenarkan adanya lonjakan kasus pada awal Januari hingga sampai saat ini. Ada beberapa faktor penyebab kenaikan kasus mulai dari cuaca yang tak menentu hingga kurang cermatnya masyarakat dalam memperhatikan kebersihan penampungan air di rumah ataupun di sekolah.
“Pada periode awal tahun 2024 terjadi peningkatan kasus DBD di wilayah Kabupaten Tangerang yang salah satu faktor penyebabnya adalah perubahan iklim dan curah hujan yang cukup tinggi, ini mendukung proses perkembangbiakan Aedes aegypti sebagai faktor DBD,” ungkap Kadinkes Kabupaten Tangerang, Ahmad Muchlis.
Faktor lainnya, yakni kebiasaan masyarakat yang menampung air hujan namun tidak menutup rapat kembali tampungan tersebut. Sehingga, memungkinkan nyamuk berkembang biak di penampungan air tersebut.
“Kebiasaan perilaku masyarakat yang menampung air hujan yang tidak dilakukan pemantauan serta sulitnya menumbuhkan kepedulian dan kemauan masyarakat untuk rutin memantau jentik di lingkungan rumah masing masing, sehingga menjadi tempat dan berkembangbiaknya faktor DBD di masyarakat,” kata Achmad Muchlis.
Lakukan Pencegahan
Supaya tidak sebaran kasus DBD di Kabupaten Tangerang meningkat, Pemda setempat pun melakukan berbagai kegiatan pencegahan di masyarakat seperti adanya kader Jumantik Sekolah (Katiko).
"Dengan harapan menumbuhkan kebiasaan pemantauan jentik di sekolah yang akan dilaksanakan juga oleh siswa untuk melakukan pemantauan jentik di rumah masing masing, dan Dinkes meminta melaporkan hasil pemantauan jentik oleh kader tersebut setiap minggu selanjutnya direkap oleh guru UKS sekolah," kata Achmad Muchlis.
Katiko tersebut, nantinya akan membina siswa untuk bisa menjadi dokter kecil untuk tingkat SD, Kader Kesehatan Sekolah untuk tingkat SMP/SMA/SMK, dan Kader Santri di Pesantren di seluruh wilayah kerja Puskesmas.
"Diharapkan seluruh sekolah atau pesantren mempunyai juru pemantau jentik yang dapat secara rutin setiap minggu melaksanakan pemantauan jentik nyamuk DBD dan PSN 3M Plus di sekolahnya," jelasnya.
Advertisement
Jangan Sampai Penanganan Terlambat
Lalu, di masyarakat penanganan di tiap Puskesmas ikut digencarkan. Seperti penyelidikan epidemiologi segera di setiap kasus suspek dan poslitif DBD. Lalu, pemberian larvarsida pada penampungan air yang tidak bisa dikuras.
“Terus melakukan upaya promotif untuk meningkatkan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk melaksanakan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) dan PSN 3M Plus termasuk di sekolah/pesantren dan tempat-tempat umum,” kata Achmad Muchlis.
Lalu, melakukan upaya deteksi dini kasus DBD, dengan melakukan pemeriksaan di setiap kasus yang gejalanya kearah DBD.
"Kemudian menguatkan jaringan dengan klinik, agar melakukan tata laksana kasus DBD, sehingga tidak ada lagi kasus dengan terlambat penanganan,” ujarnya.