Liputan6.com, Jakarta - Judi online yang semakin meresahkan membuat berbagai pihak angkat bicara. Salah satu yang memberi tanggapan adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto.
Menurutnya, judi online telah melibatkan 3,2 juta rakyat sepanjang 2023. Pernyataan ini disampaikan usai rapat Kemenko Polhukam di Jakarta, Selasa, 23 April 2024.
Baca Juga
Mengutip laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Hadi menyebut perputaran uang judi pada 2023 mencapai Rp327 triliun dengan jumlah yang terlibat/bermain 3,2 juta orang. Sebagian besar mereka bermain di bawah nilai Rp 100 ribu.
Advertisement
Pada kesempatan tersebut, Hadi juga menyatakan akan membentuk gugus tugas pemberantasan judi online.
Terkait hal ini, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi sikap Hadi sebagai representasi pemerintah yang merespons maraknya judi online dan berencana membentuk Satgas. Sebelumnya, usai rapat koordinasi dengan sejumlah menteri dan pimpinan lembaga, Hadi juga menyatakan akan membentuk Satgas Pemberantasan Pornografi Anak.
PPATK sendiri sudah merilis adanya dana fantastis dari judi online pada Oktober 2023. PPATK ketika itu menyebut, kebanyakan yang bertransaksi Rp100 ribu ke bawah itu adalah ibu rumah tangga dan anak-anak.
Merespons kabar ini, KPAI saat itu juga minta agar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang punya otoritas bidang digital/internet, memblokir situs-situs judi online. Dan meningkatkan aktivitas patroli siber untuk memonitoring situs-situs yang bermuatan judi online. Baik secara terang-terangan maupun terselubung.
KPAI Minta Bareskrim Polri Tindak Bandar Judi Online
Menurut Komisioner KPAI Subklaster Anak Korban Pornografi dan Cybercrime, Kawiyan, KPAI juga meminta Bareskrim Polri melakukan penegakan hukum bagi para bandar.
Tak henti di situ, pemilik situs judi, operator game online bermuatan judi serta pihak-pihak lain yang memberi peluang bagi masyarakat dan anak-anak terjerumus judi online juga perlu ditindak.
Terkait dengan judi online, KPAI sampai saat ini belum memiliki data nominal (angka) tentang jumlah korban judi online, khususnya korban anak.
“Saat ini belum ada satu pun pengaduan yang masuk ke KPAI terkait dengan anak korban judi online,” kata Kawiyan kepada Health Liputan6.com melalui keterangan tertulis, dikutip Jumat (26/4/2024).
Advertisement
Laporan Anak Korban Judi Online pada 2023
Sementara, pengaduan tahun lalu yakni hingga Desember 2023, datang dari pengurus Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) Kabupaten Demak.
Aduan ini menyebutkan ada 2.000 pelajar (SMP/Madrasah Tsanawiyah dan SMA/Madrasah Aliyah) yang menjadi korban judi online.
Menurut PGSI, angka 2.000 tersebut didapat dari survei yang dilakukan PGSI terhadap para siswa di sekolah-sekolah di Kabupaten Demak. Mereka yang disebut sebagai korban judi online tersebut memiliki ciri-ciri:
- Tingkat kehadiran di sekolah menurun
- Motivasi dan prestasi belajar menurun
- Ada rasa halu karena ingin mendapatkan uang dalam jumlah besar dengan cara mudah
- Terjadinya penyalahgunaan uang sekolah bagi siswa sekolah swasta.
Respons KPAI Terhadap Pengaduan PGSI
Merespons pengaduan PGSI, KPAI melakukan rapat koordinasi dengan Pemkab Demak, Polres Demak, Kantor Kemenag Demak, Dinas Pendidikan Demak, Dinas Perempuan dan Perlindungan Anak, dan perwakilan dari PGSI.
Dalam rapat koordinasi tersebut, para pejabat dan perwakilan-perwakilan dari instansi menyatakan tidak atau belum ada kasus anak korban judi online di daerah tersebut.
Karenanya mereka mengaku belum bisa melakukan tindakan penanganan. Sementara, yang bisa mereka lakukan adalah pencegahan seperti sosialisasi dan literasi tentang cara sehat dan aman dalam aktivitas digital.
Meskipun belum ditemukan secara pasti adanya anak korban judi online, KPAI merekomendasikan agar dilakukan gerakan pencegahan judi online di kalangan anak-anak, pelajar dan orangtua.
“Literasi dan edukasi harus dilakukan secara masif dan luas menjangkau semua elemen masyarakat agar dapat terbentuk masyarakat yang dapat secara bijak dalam beraktivitas di ranah daring/digital.”
“Kementerian Kominfo harus mendayagunakan seluruh kecanggihan teknologinya dan keunggulan SDM-nya di bidang teknologi untuk menangkal dan memblokir semua situs judi online untuk memastikan bahwa anak-anak tidak bisa mengakses situs judi online,” ujar Kawiyan.
Advertisement
Penegakan Hukum yang Tegas
Pada saat yang sama, sambung Kawiyan, harus dilakukan penegakan hukum terhadap industri, bandar, operator dan siapapun yang menyalahgunakan ruang digital untuk judi online dan kepentingan eksploitasi lainnya.
Sementara ini, payung hukum yang ada sudah dinilai cukup kuat bagi lembaga penegak hukum untuk menindak pihak-pihak yang melanggar dan memberi perlindungan kepada masyarakat. Payung hukum ini termasuk:
- UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang sudah mengalami revisi dua kali.
- UU Perlindungan Anak.
- UU Pornografi.
- UU Sistem Peradilan Pidana Anak dan sejumlah peraturan pemerintah.
“Negara harus hadir melindungi masyarakat dan anak-anak dari judi online. Negara tidak boleh kalah oleh upaya-upaya yang merusak bangsa dan masa depan anak-anak. Jika judi online telah nyata-nyata merusak masyarakat dan anak-anak, tentu tidak bisa dihadapi dengan cara-cara biasa.”
Kejahatan digital yang menyasar anak-anak pada hari ini, termasuk judi online dan pornografi, meminjam istilah Bapak Presiden Joko Widodo, harus dianggap sebagai kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime.
“Karenanya tidak boleh dihadapi dengan cara-cara biasa tetapi harus dengan cara luar biasa pula yaitu penegakan hukum dan memberi hukuman berat kepada para pelakunya, tidak ada toleransi atau pembiaran terhadap pelanggar hukum,” pungkas Kawiyan.