Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) masih melakukan kajian soal perbedaan gejala demam berdarah dengue (DBD) pada pasien yang pernah terinfeksi COVID-19. Termasuk tidak timbulnya gejala klasik DBD seperti adanya bintik merah.
“Mengenai perbedaan gejala (DBD) pasca COVID-19 ini memang masih dilakukan kajian. Beberapa asumsi mengatakan bahwa sekarang gejala klinis seperti bintik-bintik merah pada penderita demam berdarah itu tidak ditemukan,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi, saat ditemui di Jakarta pada Senin (6/5/2024).
Baca Juga
Nadia juga mengatakan bahwa bintik merah bisa saja muncul di tempat tersembunyi yang tidak terlihat mata.
Advertisement
“Jadi orang bisa demam tiga hari kemudian tiba-tiba masuk ke dalam kondisi syok tanpa ada gejal perdarahan. Tapi memang agak sulit karena bintik-bintik merah itu kan tempatnya tersembunyi, mungkin di punggung tangan, di punggung badan sehingga tidak jelas,” lanjut Nadia.
Nadia juga melihat masih ada tren peningkatan kasus demam berdarah dibandingkan dengan minggu ke-17 tahun 2024.
“Artinya, kalau kita lihat cuaca saat ini kita masih bersiap-siap untuk berusaha menurunkan angka demam berdarah ini sampai dengan pertengahan Mei. Dan kita tahu kalau sampai pertengahan Mei kita kasih waktu sampai satu minggu baru kemudian kasus DBD akan turun kembali.”
Akibat Pengaruh Reaksi Imunologi
Sebelumnya disampaikan, pada tubuh seseorang yang pernah terinfeksi COVID-19, ada sejumlah perubahan gejala penyakit DBD.
Hal ini dipicu pengaruh reaksi imunologi, seperti dikonfirmasi Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi.
"Memang ada beberapa laporan yang menunjukkan ada perubahan gejala DBD setelah pandemi COVID-19. Hal ini memang terkait perubahan reaksi imunologi yang terjadi pada tubuh seseorang yang pernah terinfeksi COVID-19," ujar Imran di Jakarta, Jumat, dilansir ANTARA.
Imran mengatakan, Kemenkes memperoleh beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19, salah satunya berasal dari Kota Bandung, Jawa Barat.
Advertisement
Tak Ada Gejala Klasik DBD pada Pasien DBD
Dinas Kesehatan Bandung mendeteksi tanda-tanda DBD yang tidak biasa dikenali pada pasien seperti tidak ada gejala bintik merah yang selama ini menjadi pertanda serius di kalangan penderita DBD.
Jika menurut Nadia mimisan masih terjadi. Berbeda halnya dengan Imran yang mengatakan bahwa mimisan jadi jarang ditemukan akhir-akhir ini.
Bintik merah dan mimisan usai digigit nyamuk Aedes aegypti, kata Imran, merupakan gejala klasik yang tidak selalu muncul pada penderita DBD di era pandemi sekarang.
Pada kasus demam berdarah, bintik merah biasanya timbul pada hari ketiga dan berlangsung selama dua minggu hingga tiga hari berikutnya. Bintik tersebut akan berkurang pada hari keempat dan kelima, lalu hilang pada hari keenam.
"Gejala tanda merah di kulit dan mimisan adalah gejala klasik yang timbul saat trombosit kurang dari 100.000 per mikroliter," katanya.
Tak Perlu Tunggu Gejala Klasik Muncul
Gejala terbaru lainnya yang juga menandai DBD, kata Imran, adalah demam yang tak kunjung mereda, dari sebelumnya berkisar empat hingga 10 hari setelah gigitan nyamuk.
Alat diagnostik DBD di Indonesia, kata Imran, saat ini relatif lebih maju dalam mendeteksi DBD secara akurat. Salah satunya dengan menggunakan rapid antigen (NSI). Oleh karena itu, diagnosis tidak lagi menunggu gejala-gejala klasik muncul.
"Sehingga kita tidak menunggu gejala-gejala klasik itu muncul yang kadang malah membuat keterlambatan penanganan. Bila ada demam tinggi disertai nyeri-nyeri badan agar segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan untuk dicek menggunakan NS1," saran Imran.
Advertisement