Liputan6.com, Jakarta - Seringkali kita disuguhkan dengan berbagai pilihan makanan lezat yang menggoda selera. Namun, tahukah Anda bahwa di balik kelezatan banyak makanan tersebut, terdapat bahaya tersembunyi yang mengintai kesehatan?
Ya, lemak trans, sering dijuluki sebagai "lemak jahat", ternyata banyak terkandung dalam makanan yang sering kita konsumsi.
Baca Juga
Menurut kajian Sumber Asam Lemak Trans pada Pangan yang dibuat oleh World Health Organization (WHO) Indonesia, lemak trans merupakan asam lemak tidak jenuh yang berasal dari industri atau sumber alami.
Advertisement
Lemak trans industrial dihasilkan dari proses hidrogenasi pada minyak nabati yang mengubah minyak cair menjadi padat dan menghasilkan minyak yang terhidrogenasi sebagian (Partiacially Hydrogenated Oil/PHO).
Jenis lemak trans PHO-lah yang berbahaya bagi kesehatan terutama kesehatan jantung.
"Ini berpengaruh pada penyakit jantung, karena meningkatkan kadar kolesterol di dalam darah," jelas Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Dante Saksono Harbuwono dalam acara Peluncuran Kajian Sumber Asam Lemak Trans pada Pangan yang diselenggarakan oleh WHO Indonesia di Jakarta (6/5/2024).
World Health Organization (WHO) merekomendasikan bahwa kandungan lemak trans yang paling ideal untuk ada di dalam sebuah makanan adalah sebanyak 2%.
Namun, menurut penelitian WHO tahun 2023 yang dilaksanakan di Jakarta dan Bogor, 11 dari 130 atau 8,46% sampel mengandung lemak trans lebih dari 2% total lemak, melebihi rekomendasi WHO.
Dari penelitian tersebut, beberapa sampel dengan kadar lemak trans tinggi ditemukan pada bahan baku dan makanan sebagai berikut:
- Shortening atau mentega putih
- Campuran mentega dan margarin
- Biskuit pai
- Wafer dengan krim coklat
- Red velvet cake
- Roti maryam
- Martabak coklat
- Croissant dengan isi coklat
- Danish pastry
Â
Anjuran WHO untuk Mengeliminasi Lemak Trans Industrial
Melihat masih banyaknya makanan yang mengandung lemak trans di Indoensia, WHO menganjurkan 2 opsi regulasi yang dapat diterapkan, yaitu:
- Membatasi kandungan lemak trans hingga 2% dari total kandungan lemak di semua makanan.
- Melarang produksi, impor, penjualan dan penggunaan PHO pada semua jenis makanan.
Hingga saat ini sudah terdapat 53 negara yang memiliki regulasi mengenai pembatasan penggunaan lemak trans.
Sayangnya, Indonesia belum termasuk dalam daftar negara-negara tersebut. Negara ASEAN yang sudah memiliki peraturan mengenai eliminasi lemak trans hanyalah Singapura dan Thailand.
Dante mengutarakan keinginan untuk menyegerakan adanya regulasi tersebut di Indonesia, "Mudah-mudahan ini akan bermuara pada regulasi yang tentu akan mengkaitkan dengan berbagai macam lintas sektoral."
Namun, Dante menjelaskan bahwa hal ini tentu akan sulit untuk diimplementasikan pada sektor industri informal yang akhirnya harus didukung dengan cara pemberian edukasi kepada masyarakat.
Advertisement
Risiko Penyakit Kardiovaskular karena Konsumsi Lemak Trans
Salah satu penyakit yang menjadi risiko terbesar dari konsumsi lemak trans adanya penyakit kardiovaskular atau penyakit jantung.
Dante menyebutkan bahwa saat ini penyakit jantung menjadi penyebab utama kematian serta salah satu pembiayaan terbesar di dalam BPJS merupakan penyakit pembuluh darah.
"Itu sangat besar, lebih dari 10 triliun pembiayaan yang digunakan untuk penyakit jantung dan stroke, itu dua-duanya asalnya dari pembuluh darah."
Hal ini dapat dicegah dengan pengurangan konsumsi lemak trans pada masyarakat serta regulasi untuk mengeliminasi lemak trans pada pangan.
Kedua hal tersebut penting untuk diperhatikan dan dijalankan karena mengingat makanan dengan kadar lemak trans yang tinggi ternyata merupakan makanan yang banyak dijumpai dan sering di konsumsi.