Liputan6.com, Jakarta Pada tanggal 8 Mei ada beberapa peringatan hari penting di dunia. Tiga di antaranya adalah Hari Kanker Ovarium Sedunia, Hari Palang Merah Sedunia, dan Hari Thalasemia Sedunia.
Hari Kanker Ovarium Sedunia
Hari Kanker Ovarium Sedunia diperingati sejak 2013 oleh sekelompok pemimpin organisasi advokasi kanker ovarium di seluruh dunia.
Baca Juga
Menurut World Ovarian Cancer Coalition, Hari Kanker Ovarium Sedunia adalah hari di mana orang-orang secara global menyuarakan solidaritas dalam perjuangan melawan kanker ovarium.
Advertisement
Meskipun Koalisi Kanker Ovarium Dunia bekerja di banyak bidang, tapi Hari Kanker Ovarium Sedunia adalah inisiatif utama mereka untuk meningkatkan kesadaran dan merupakan tanggal penting dalam kalender.
Peringatan ini didukung oleh hampir 200 organisasi dari seluruh dunia, jangkauan secara daring lewat media sosial telah tumbuh secara eksponensial setiap tahun. Dan pada 2023, secara langsung koalisi ini menjangkau lebih dari 192 juta, naik dari 20 juta pada tahun 2022.
“Organisasi mitra kami, seperti kelompok advokasi pasien di pedesaan, hingga asosiasi layanan kesehatan nasional yang berbasis di wilayah metropolitan, semuanya bersatu untuk meningkatkan kesadaran tentang penyakit ini,” mengutip laman resmi World Ovarian Cancer Coalition, Rabu (8/5/2024).
Pada 2024, Hari Kanker Ovarium Sedunia mengambil tema No Woman Left Behind artinya tak ada perempuan yang tertinggal. Pasalnya, kanker ovarium adalah penyakit yang hanya dialami oleh perempuan karena terjadi pada ovarium yang merupakan organ reproduksi wanita.
Hari Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Sedunia
Selain Hari Kanker Ovarium Sedunia, 8 Mei juga merupakan tanggal diperingatinya Hari Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Sedunia.
Hari Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Sedunia identik dengan aksi kemanusiaan dan kerap dirayakan oleh para relawan di seluruh dunia.
“Pada tanggal 8 Mei, kita memperingati Hari Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Sedunia, dan merayakan aksi kemanusiaan lokal hingga global. Ini adalah hari dimana kita menghormati warisan Henry Dunant, relawan perintis yang mendirikan Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional,” mengutip laman resmi International Committee Of The Red Cross.
Dijelaskan bahwa gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional dirintis oleh Henry Dunant sejak lebih dari 160 tahun yang lalu.
“Yang terpenting, hari ini adalah hari di mana kita memberikan penghormatan kepada jutaan relawan dan staf yang bekerja bersama orang-orang yang membutuhkan perlindungan, bantuan, layanan kesehatan, bantuan sosial, dan solidaritas.”
Advertisement
Hari Thalasemia Sedunia
Seperti dua hari penting di atas, Hari Thalasemia Sedunia juga diperingati setiap 8 Mei atau tepat hari ini.
Pada 2024, Hari Thalasemia mengambil tema Empowering Lives, Embracing Progress: Equitable and Accessible Thalassaemia Treatment for All.
Sementara, tema nasionalnya adalah Memberdayakan Hidup, Mendorong Kemajuan, Pengobatan Thalasemia yang Adil dan Aksesibel untuk Semuanya.
“Talasemia merupakan satu penyakit kelainan darah yang bersifat genetik yang diturunkan dari orangtua kepada anak-anak dan keturunannya,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Eva Susanti dalam media briefing daring, Selasa, 7 Mei 2024.
Eva menambahkan, thalasemia disebabkan berkurangnya atau tidak terbentuknya protein pembentuk hemoglobin utama manusia sehingga sel darah merah mudah pecah dan umur sel darah merah menjadi sangat pendek.
“Berdasarkan data global, tujuh sampai delapan persen populasi dunia merupakan pembawa sifat talasemia. Setiap tahunnya, sekitar 300 ribu sampai 500 ribu bayi dilahirkan dengan thalasemia mayor.”
“Dan 80 persen dari kondisi ini terjadi di negara berkembang, negara berpenghasilan rendah dan menengah termasuk Indonesia,” jelas Eva.
Thalasemia di Indonesia
Indonesia terletak di sepanjang sabuk thalasemia di mana tiga sampai 10 persen populasi Indonesia merupakan pembawa sifat talasemia beta. Dan 2,6 sampai 11 persen merupakan pembawa sifat thalassemia alpha.
“Diestimasikan sekitar 2.500 bayi terlahir dengan thalasemia beta mayor di Indonesia,” ujar Eva.
Sejauh ini, sambung Eva, perawatan thalasemia di Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Perawatan suportif untuk thalasemia seperti transfusi darah dan terapi kelasi besi sudah tersedia.
“Namun, sistem di beberapa kota yang kurang baik meningkatkan risiko infeksi yang ditularkan melalui transfusi dan reaksi transfusi. Selain itu, ketidakpatuhan pasien pada terapi kelasi besi juga masih jadi masalah di Indonesia.”
Padahal, beban biaya perawatan thalasemia menempati peringkat kelima terbesar pada urutan penyakit katastropik pada BPJS Kesehatan.
Advertisement