Liputan6.com, Jakarta Bahasan tentang sunat perempuan kembali mencuat di tengah masyarakat setelah salah satu pengguna X meluapkan kekesalannya di media sosial.
Dalam cuitan viral yang sudah dilihat tiga juga kali hingga Rabu, 8 Mei 2024 siang, pengguna X dengan akun @gavlliard menumpahkan kekesalan karena menghadapi kenyataan bahwa dirinya sempat disunat saat bayi.
Baca Juga
“JAN*** SIAPA SIH YANG NGIDE BUAT SUNAT BAYI CEWE? TRADISI KON***, SEMOGA YANG NYUNAT GUE WAKTU BAYI DULU MASUK NERAKA ANJ***. Gue beneran nangis banget, gemeter setelah ngeberaniin diri nanya ini ke orangtua, TERNYATA GUE DISUNAT,” tulis @gavlliard.
Advertisement
Pemilik akun tersebut menyampaikan bahwa pihak keluarga melakukan sunat pada dirinya agar mendapat kepuasan seksual ketika kelak memiliki suami. Namun, hal ini dinilai memiliki dampak sebaliknya.
Cuitan tersebut mendapat banyak respons dari warganet yang lain Warganet pun ramai mengomentari utas tersebut. Ada yang merespons bahwa memang perempuan memang disunat.
“Hah? Gue disunat masih bisa orgasm Alhamdulillah. Gue pikir emang semua cewek juga disunat, buat yang nanya disunat apanya, itu klitorisnya di potong dikit,” kata pengguna X.
Banyak juga tidak setuju dengan sunat perempuan lantaran bentuk kekerasan. Lalu, ada warganet lain meminta para pengguna sosial media setuju pada sunat perempuan untuk segera mencari tahu soal hal tersebut.
“Buat yang setuju, mending buruan cari jurnal/video tiktok/video youtube dokter yang bilang sunat untuk perempuan itu nggak ada artinya. Bahkan termasuk akan merugikan.”
KemenPPA: Sunat Perempuan Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan
Sebelum viral curhatan pengguna X ini, isu sunat perempuan sudah dibahas oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Menurut Plt. Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat KemenPPPA, Indra Gunawan, sunat perempuan adalah bentuk kekerasan terhadap perempuan khususnya terkait praktik berbahaya pemotongan dan perlukaan genital perempuan (P2GP).
Indra, menambahkan, pemerintah Indonesia secara serius berkomitmen mencegah terjadinya praktik sunat perempuan (P2GP). Hal ini diperkuat dengan hadirnya Roadmap dan Rencana Aksi Pencegahan P2GP dengan target hingga 2030 yang telah disusun KemenPPPA bersama pihak terkait.
Ruang lingkup upaya pencegahan yang dapat kita lakukan sangat luas dan harus diikuti dengan sinergi berbagai pihak, lanjut Indra.
Advertisement
Praktik Berbahaya Seperti Sunat Perempuan Sudah Dihapus
Masalah sunat perempuan menjadi perhatian bersama pemerintah dan pihak lainnya untuk mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
“Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017, khususnya pada tujuan 5.3 bertujuan menghapus semua praktik berbahaya, seperti perkawinan usia anak, perkawinan dini dan paksa, serta sunat perempuan,” kata Indra mengutip keterangan pers KemenPPPA, Selasa 5 Oktober 2021.
Sebelumnya, Lembaga Advokasi Perempuan Damar dan Forum Aktivis Perempuan Muda Indonesia telah melaksanakan penelitian terkait P2GP. Penelitian ini bertujuan mengetahui pandangan masyarakat khususnya generasi muda terkait sunat perempuan di Provinsi Lampung dan Provinsi Sulawesi Tenggara.
“Hasil penelitian dan hasil kajian inilah yang kita tunggu dan diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pengambil kebijakan sekaligus menjadi bahan diskusi untuk menetapkan langkah dan upaya bersama dalam mencegah praktik sunat perempuan di Indonesia,” kata Indra.
Penelitian ini melibatkan para remaja dan anak muda sebagai agen perubahan yang berperan memberikan pemahaman terkait pencegahan sunat perempuan kepada teman-teman seusianya.
Lebih lanjut Indra menegaskan, mengubah paradigma terkait praktik bahaya sunat perempuan dalam masyarakat adalah tugas bersama.
Hal tersebut dapat dilakukan melalui advokasi kepada masyarakat, serta mendorong pemerintah daerah untuk melindungi perempuan dari praktik berbahaya sunat perempuan.