Liputan6.com, Jakarta - Sehubungan berita yang sekarang beredar tentang efek samping AstraZeneca, maka hal ini sebenarnya sudah dibicarakan pada 2021, waktu vaksin ini mulai digunakan.
European Medicine Agency (EMA) misalnya, pada 7 April 2021 mengeluarkan dokumen berjudul 'AstraZeneca’s COVID-19 Vaccine: EMA finds possible link to very rare cases of unusual blood clots with low blood platelets'.
Baca Juga
Dalam kesimpulannya, mereka menyampaikan,"COVID-19 dikaitkan dengan risiko rawat inap dan kematian. Kombinasi penggumpalan darah dan trombosit darah rendah yang dilaporkan sangat jarang terjadi, dan manfaat vaksin secara keseluruhan dalam mencegah COVID-19 lebih besar daripada risiko efek sampingnya."
Advertisement
Sementara itu, WHO pada 19 Maret 2021 juga mengeluarkan dokumen berjudul 'Statement of the WHO Global Advisory Committee on Vaccine Safety (GACVS) COVID-19 subcommittee on safety signals related to the AstraZeneca COVID-19 vaccine'.
Kesimpulan WHO di dokumen ini juga menyebutkan bahwa vaksin AstraZeneca COVID-19 terus memiliki profil manfaat-risiko yang positif, dengan potensi yang luar biasa dalam mencegah infeksi dan mengurangi kematian di seluruh dunia.
Kemudian, WHOÂ juga menyatakan,"Subkomite GACVS merekomendasikan agar negara-negara terus memantau keamanan semua vaksin COVID-19 dan mendorong pelaporan dugaan efek samping."
Â
Anjuran WHO Buat Negara Antisipasi Efek Samping Vaksin COVID-19
Anjuran WHO mengenai vaksin COVID-19 berlaku untuk semua negara, dan Kementerian Kesehatan Indonesia telah mengantisipasi hal ini sejak tahun 2021.
Meskipun beberapa negara seperti Swedia, Jerman, Perancis, Spanyol, Denmark, dan Belanda menghentikan penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca pada tahun 2021, banyak negara lain termasuk Indonesia tetap menggunakan vaksin tersebut sebagai langkah pencegahan COVID-19.
Efek samping dari vaksin COVID-19 AstraZeneca bukanlah hal baru, dan telah diketahui sejak tahun 2021, atau 3 tahun yang lalu.
Namun, manfaat vaksinasi dalam melindungi individu dari COVID-19 pada saat itu jauh lebih besar daripada kemungkinan efek samping yang mungkin terjadi, dan kejadian efek samping tersebut sangat jarang terjadi.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI / Guru Besar FKUI
Advertisement