Sukses

Hati-Hati, Orangtua Pemarah Berdampak Negatif pada Perkembangan Struktur Otak Anak

Perkembangan anak dengan orangtua yang cenderung pemarah akan mengalami gangguan.

Liputan6.com, Jakarta - Masa kanak-kanak merupakan periode penting bagi perkembangan otak dan mental anak. Di masa ini, anak belajar dan menyerap berbagai informasi dan pengalaman yang akan membentuk kepribadian dan cara mereka memandang dunia.

Salah satu faktor penting yang dapat memengaruhi perkembangan anak adalah pola asuh orang tua. Orang tua yang penuh kasih sayang dan suportif dapat membantu anak tumbuh menjadi individu yang sehat dan bahagia.

Namun, di sisi lain, orang tua yang sering marah dan menunjukkan perilaku agresif dapat memberikan dampak negatif yang signifikan pada perkembangan otak dan mental anak.

Menurut Thesectore.com, sebuah penelitian terbaru dari Universitas Montreal mengungkapkan dampak jangka panjang dari kemarahan orang tua terhadap perkembangan otak anak.

Penelitian ini menemukan bahwa anak-anak yang sering dimarahi, dipukul, atau diteriaki oleh orang tua mereka memiliki struktur otak yang lebih kecil pada masa remaja.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Development and Psychology ini menyoroti praktik "pola pengasuhan keras" yang sayangnya masih dianggap lumrah dan bahkan dapat diterima secara sosial di banyak masyarakat, termasuk Indonesia.

"Lebih dari sekadar perubahan struktur otak, temuan ini menunjukkan pentingnya bagi orang tua dan masyarakat untuk memahami bahwa penggunaan praktik pengasuhan keras secara berulang dapat berakibat fatal bagi perkembangan anak," tegas Dr. Sabrina Suffren, penulis utama studi ini. "Dampaknya luas, meliputi perkembangan sosial dan emosional, serta perkembangan otak mereka."

2 dari 3 halaman

Pola Pengasuhan yang Keras Akan Mempengaruhi Otak Secara Permanen

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa pelecehan seksual, fisik, dan emosional pada masa kanak-kanak dapat meningkatkan risiko kecemasan dan depresi di kemudian hari.

Studi-studi tersebut juga menemukan bahwa anak-anak yang mengalami pelecehan parah memiliki struktur otak yang lebih kecil, terutama di area korteks prefrontal dan amigdala, yang berperan penting dalam regulasi emosi dan munculnya kecemasan dan depresi.

"Temuan ini sangat penting dan membuka wawasan baru," kata Dr. Sabrina Suffren. "Untuk pertama kalinya, kami melihat bahwa praktik pengasuhan keras yang tidak termasuk dalam kategori pelecehan serius dapat menyebabkan penurunan ukuran struktur otak, seperti yang terjadi pada korban pelecehan parah."

Penelitian ini menambahkan bukti bahwa praktik pengasuhan keras tidak hanya berdampak pada fungsi otak anak-anak (seperti yang ditunjukkan dalam studi 2019), tetapi juga memengaruhi struktur otak mereka secara permanen.

3 dari 3 halaman

Anak Berisiko Tinggi Memiliki Kecemasan Berlebih

Salah satu kekuatan utama studi ini terletak pada penggunaan data longitudinal dari anak-anak yang telah dipantau sejak lahir di CHU Sainte-Justine pada awal tahun 2000-an. Pemantauan ini dilakukan oleh Unit Penelitian Université de Montréal tentang Ketidaksesuaian Psikososial Anak (GRIP) dan Institut Statistik Quebec.

Data longitudinal ini mencakup evaluasi praktik pengasuhan dan tingkat kecemasan anak setiap tahun selama periode usia dua hingga sembilan tahun.

Berdasarkan data ini, para peneliti dapat membagi anak-anak ke dalam kelompok berdasarkan tingkat paparan mereka terhadap praktik pengasuhan keras yang berulang.

"Penting untuk dicatat bahwa anak-anak dalam kelompok paparan tinggi ini mengalami praktik pengasuhan keras secara konsisten selama periode tujuh tahun," kata Dr. Suffren.

"Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan struktur otak yang diamati pada remaja kemungkinan besar merupakan hasil dari paparan berulang dan berkepanjangan terhadap praktik pengasuhan keras di masa kanak-kanak."