Liputan6.com, Jakarta - Alzheimer, penyakit neurodegeneratif yang menyerang otak dan menyebabkan penurunan daya ingat, kemampuan berpikir, dan perilaku, menjadi momok menakutkan bagi banyak orang.
Disamping faktor usia, terdapat beberapa faktor gaya hidup yang diketahui dapat meningkatkan risiko terkena penyakit ini.
Baca Juga
Memahami dan menghindari gaya hidup yang berisiko tersebut menjadi langkah penting dalam mencegah Alzheimer dan menjaga kesehatan otak di masa tua.
Advertisement
Seorang dokter spesialis saraf, Gea Panditha S, M.Kes., Sp. N menjelaskan 5 gaya hidup yang bisa meningkatkan risiko Alzheimer dikemudian hari.Â
1. Kurang Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik memiliki banyak manfaat untuk kesehatan otak yang merupakan salah satu faktor penting untuk mencegah Alzheimer.Â
"Gaya hidup yang tidak banyak aktivitas fisik, yang duduk saja itu juga berisiko," tutur Gea. Aktivitas fisik yang dianjurkan adalah cardiac excercise yang memiliki ritme teratur. Salah satu contohnya adalah berjalan kaki teratur dengan kecepatan yang stabil selama 30 menit setiap hari.
2. Sering Begadang
Tubuh memiliki hormon melatonin yang menjaga sel-sel tubuh agar tidak cepat rusak termasuk sel otak. Hormon ini muncul saat tidur tanpa stimulasi cahaya pada jam 9 malam sampai jam 3 pagi.
"Jadi usahakan biasakan selalu jam 9 malam sampai jam 3 pagi itu harus tidur dan jangan terang. Harus redup," ucap Gea.
3. Merokok
Bahaya ini semakin besar pada perokok berat dan mereka yang telah merokok selama bertahun-tahun.
4. Diet yang Tidak Sehat
Konsumsi makanan juga sangat berpengaruh pada kesehatan otak. Gea menyarankan sebuah diet yang bernama The Mind Diet yang sangat baik untuk kesehatan otak.
Salah satu isi dari diet tersebut adalah konsumsi makanan yang tinggi kandungan kolin untuk mencegah Alzheimer, contohnya olahan kedelai seperti tempe.
5. Kurang Menstimulasi Otak
Stimulasi otak dapat dilakukan dengan membaca, bermain teka-teki silang ataupun mempelajari hal baru. Jika kurang dilakukan, sel pada otak akan lebih cepat rusak dan bisa mengakibatkan Alzheimer.
Â
Â
Apa Perbedaan Antara Alzheimer dan Demensia?
Alzheimer dan Demensia merupakan dua hal yang berkaitan. Gea menyebutkan bahwa Alzheimer merupakan salah satu jenis dari Demensia.
"Penyakit Alzheimer itu merupakan salah satu dari penyakit Demensia atau penyakit kepikunan," jelas Gea.
Alzheimer merupakan jenis Demensia yang paling banyak diderita, yaitu sekitar 60 sampai 80 persen. Sedangkan jenis Demensia lainnya adalah Low Body Dementia, penyakit Parkinson, Demensia Vaskular dan lain sebagainya.Â
Advertisement
Apakah Tanda Awal yang Sering Muncul Pada Pasien Alzheimer?
Terdapat 3 hal yang dapat dijadikan patokan sebagai tanda awal munculnya Demensia Alzheimer.
- Cognitive decline (Penurunan fungsi kognitif)
- Activites of daily living (Aktivitas sehari-hari)
- Behavioral and psychological symptoms (Gejala perilaku dan psikologi)
Gea menyebutkan seseorang baru bisa dikatakan terindikasi Demensia Alzheimer jika memenuhi 2 dari 3 gejala tersebut.
Gejala yang pertama, penurunan fungsi kognitif bisa berupa atensi dan memori yang menurun, gangguan visuospasial atau pengambilan keputusannya yang mulai menurun.
"Kalau gangguan penurunan kognitif tadi itu sampai mengganggu aktivitas keseharian, hati-hati jangan-jangan itu sudah termasuk," ucap Gea.
Apalagi jika disertai dengan masalah perilaku dan psikologi. Misalnya, gampang curiga dan tersinggung atau bahkan adanya halusinasi.
Penyakit Alzheimer Apakah Bisa Sembuh?
Hingga saat ini, Gea menyebutkan bahwa penyakit Alzheimer belum bisa disembuhkan secara total. "Teknologi saat ini baru bisa istilahnya 'mengerem', mengendalikan gejala. Tapi engga bisa mengobati."
Proses pengobatan yang dijalani hanya bisa memperlambat laju perkembangan Alzheimer agar tidak berkembang ke tahap yang lebih parah.Â
"Karena teknologi untuk mengembalikan otak yang mengkerut (akibat usia dan Alzheimer) itu belum ada sampai saat ini," ucap Gea. Sementara ini, pasien hanya dapat mengandalkan obat-obatan yang bisa mengendalikan gejala Alzheimer.
Advertisement