Sukses

RUU KIA Sudah Disahkan DPR RI, Kemen PPPA Imbau Ibu Pekerja Tak Takut PHK Jika Ambil Hak Cuti

Ibu pekerja yang hamil dan melahirkan tak perlu khawatir dipecat jika ambil jatah cuti karena dilindungi RUU KIA yang sudah disahkan.

Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak atau RUU KIA yang baru disahkan menjadi UU KIA oleh DPRI RI mendapat sambutan baik.

Salah satu yang mendukung pengesahan ini adalah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).

Kementerian ini memastikan bahwa Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Kehidupan memiliki semangat untuk meningkatkan kualitas hidup dan melindungi perempuan dan anak. Khususnya pada seribu hari pertama kehidupan.

“Sebetulnya ini (RUU KIA) justru memikirkan kesejahteraan ibu dan anak pada 1000 hari penting. Memberikan perlindungan bagi ibu terutama ibu bekerja untuk mendapat hak-haknya pasca melahirkan,” kata Plt. Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA, Indra Gunawan dalam temu media di Jakarta, Rabu, 12 Juni 2024.

Beragam respons publik muncul usai RUU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan disepakati untuk disahkan dalam Rapat Sidang Paripurna DPR RI beberapa waktu lalu. Salah satu isi RUU yang banyak disorot yakni mengatur tentang cuti melahirkan selama 6 bulan bagi perempuan pekerja.

Ketua Panja Pemerintah dalam penyusunan RUU KIA, Lenny N Rosalin menegaskan bahwa cuti melahirkan 6 bulan disebutkan rinci dalam Pasal 4 ayat 3 RUU KIA. Cuti melahirkan 6 bulan diberikan dengan ketentuan khusus.

“Cuti melahirkan paling singkat tiga bulan pertama. Ini yang utama bahwa setiap pekerja perempuan yang melahirkan berhak mendapatkan cuti 3 bulan, karena kondisi sebenarnya masih ada perusahaan yang belum memberikan hak ini,” kata Lenny dalam kesempatan yang sama.

“Rincian yang kedua, cuti tambahan diberikan paling lama tiga bulan berikutnya dengan catatan yaitu jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter,” tambahnya.

2 dari 4 halaman

Kondisi Khusus Pekerja Perempuan Usai Melahirkan

Kondisi khusus sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (3) meliputi ibu yang mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, komplikasi pasca persalinan, dan keguguran.

Kondisi khusus juga termasuk jika anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan gangguan kesehatan atau komplikasi.

“Jadi cuti tambahan atau khusus bisa diberikan bukan hanya apabila ada kondisi khusus pada ibu, tapi juga jika anak yang dilahirkan mengalami masalah atau gangguan kesehatan,” terang Lenny.

3 dari 4 halaman

Pasal Progresif dalam RUU KIA

Lenny menambahkan, ada pasal-pasal progresif dalam RUU KIA, di antaranya pengaturan terkait ibu bekerja yang mengalami keguguran yang belum pernah diatur dalam perundang-undangan sebelumnya. “Setiap ibu yang bekerja berhak mendapatkan waktu istirahat satu setengah bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter, dokter kebidanan dan kandungan, atau bidan jika mengalami keguguran,” jelas Lenny.

Meski begitu, ada kekhawatiran soal potensi pemutusan hubungan kerja atau PHK pada perempuan yang telah menyelesaikan masa cutinya. Menjawab hal ini, Indra menerangkan bahwa para pekerja dilindungi dengan Pasal 5 RUU KIA.

“Setiap Ibu yang melaksanakan hak cuti sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya. Dan tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.”

RUU KIA juga mengatur soal bantuan hukum bagi orang yang kena PHK karena telah mengambil hak cuti.

“Jika seseorang yang apabila mengambil hak cuti melahirkan lalu dipecat, maka dapat memperoleh bantuan hukum di dalam maupun di luar pengadilan.”

4 dari 4 halaman

Jika Perusahaan Lakukan PHK Karena Karyawati Ambil Cuti Hamil

Kementerian Hukum dan HAM telah menyediakan organisasi seperti advokat yang bisa dimanfaatkan. Selain itu, ada sanksi administratif bagi pemberi kerja yang cukup berat, termasuk mencabut izin usaha.

“Sanksi administratif akan diterapkan jika mereka tidak mematuhi ketentuan dalam Undang-Undang ini,” jelas Indra Gunawan.

Dia menekankan bahwa saran dan suara masyarakat akan ditampung untuk menjadi masukan dalam pembahasan dan penyusunan terkait aturan pelaksanaanya. 

RUU KIA Pada Fase 1000 Hari Pertama Kehidupan terdiri atas 9 (Sembilan) bab dan 46 pasal yang di antaranya mengatur:

  • Hak dan kewajiban
  • Tugas dan wewenang
  • Penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak
  • Data dan informasi
  • Pendanaan serta partisipasi masyarakat.

RUU ini mengamanatkan penyusunan tiga Peraturan Pemerintah dan satu Peraturan Presiden.