Sukses

Neuromuscolar Disorder adalah Gangguan Saraf Otot dengan Banyak Tipe, Celine Dion dan Stephen Hawking Alami Tipe Berbeda

Gangguan saraf otot atau dikenal dengan neuromuscular disorder, ternyata memiliki gejala yang hampir mirip satu sama lain. Padahal, ada lebih dari seratus tipe dan berbeda cara penangananya.

Liputan6.com, Tangerang Gangguan saraf otot atau dikenal dengan neuromuscular disorder, ternyata memiliki gejala yang hampir mirip satu sama lain. Padahal, neuromuscular disorder memiliki lebih dari seratus tipe dan berbeda cara penangananya.

Menurut Presiden Direktur Rumah Sakit Mandaya Group, dokter Ben Widaja, neuromuscular disorder merupakan kondisi gangguan yang membuat sinyal saraf otak ke otot-otot terhambat, sehingga menimbulkan berbagai gejala. 

Bisa saja terdapat di otot wajah, sehingga menyebabkan kelopak mata tidak bisa terbuka, mulut tak bisa tertutup, atau otot wajah miring sebelah. Bisa juga menyerang kaki, sehingga lemah, lumpuh akibatnya tidak bisa berjalan.

“Gejala umumnya seperti kesemutan, nyeri otot, sulit berjalan, susah bicara dan pelo, kelopak mata turun, kebas dan baal, otot kaku, dan lain sebagainya,” ungkap Ben.

Beberapa tokoh publik dunia yang terkena penyakit neuromuscular disorder ini seperti diva dunia, Celine Dion, yang terkena neuromuscular disorder tipe Stiff Person Syndrom. Kondisi ini sempat membuatnya tidak bisa berjalan dan bernyanyi lagi di atas panggung.

Ada lagi tipe neuromuscular disorder Amyotrophic Lateral Sclerosis, yang diderita ilmuan ternama asal Inggris, Stephen Hawking. Sehingga membuatnya lumpuh sejak usia 20 tahun, berada di kursi roda hingga akhir hayatnya. 

Selain masuk dalam tipe-tipe yang langka, neuromuscular disorder tersebut juga ada yang bertipe umum dan sering dijumpai. Seperti saraf kejepit atau HPN yang sering kali menimpa orang tua atau usia muda dengan intensitas mobilitas tinggi.

 “Sehingga, berbeda tipe neuromuscular disorder berbeda juga pengobatan, treatment. Sehingga, Mandaya telah mengumpulkan tim dokter yang passion-nya di saraf otot. Bisa mengobati dengan tepat, presisi, karena kalau diagnose salah, maka pengobatannya tidak tepat,” tutur Ben pada Sabtu, 22 Juni 2024.

 

2 dari 4 halaman

Gejala Neuromuscular

Luh Ari Indrawati, dokter Subspesialis Saraf di Neuromuscular Center Pusat Penyakit Saraf dan Otot pada Mandaya Royal Hospital Puri menjelaskan, selain memang terdapat gejala umum pada penderita nyeri saraf otot tersebut, terdapat  gejala yang lebih spesifik.

 “Seperti kelemahan otot, tidak kuat beraktivitas, penyecilan ukuran otot, pembesaran otot, keram, nyeri otot, dan sebagainya,” ungkap Luh Ari.

Biasanya bila seseorang kuat menjalani aktivitas, ketika saraf otot ini terserang, bisa tiba-tiba tidak bisa melakukan sesuatu. Seperti tiba-tiba tidak bisa menaiki anak tangga, tidak bisa berjalan dengan benar, malah tidak bisa sekedar bangun dari tidur atau dari posisi duduk.

Hingga saat ini, penyakit neuromuskular memang belum menjadi perhatian banyak orang, karena disepelekan bahkan dianggap sebagai penyakit langka. Padahal, gejala gejala penyakit ini termasuk umum dialami dan apabila ditangani segera kelumpuhan dapat dihindari.

“Selain kebas dan kesemutan, kondisi seperti gangguan bicara, tubuh lemas terus menerus, nyeri otot tanpa sebab yang jelas, hingga kelopak mata yang turun sebelah juga bisa menandakan adanya gangguan pada otot yang disebabkan karena gangguan saraf,” tutur Luh Ari.

3 dari 4 halaman

Penyebab Neuromuscular Bisa karena Pernikahan Sedarah

Neuromuscular bisa disebabkan dari banyak faktor. Luh Ari menjelaskan, penyebab utama bisa karena genetic atau turunan. Makanya, penyakit saraf otot ini bisa muncul saat bayi, termuda adalah berusia 3 bulan.

“Lalu bisa muncul juga pada saat sudah remaja, dewasa bahkan sudah tua. Ada pasien yang baru terkena neuromuscular ketika berusia 60 tahun, setelah dicek tegak diagnosanya karena genetik,” ungkapnya.

Risiko lain yang bisa menjadi penyebab adalah, menikah dengan keluarga dekat. Misal menikah dengan sepupu jauh ataupun dekat. Sehingga, meningkatkan risiko melahirkan anak dengan kelainan genetik.

“Bisa saja menikah dengan yang tidak memiliki hubungan darah, tapi masih kemungkinan terkena kelainan genetik ini, makanya penting untuk screening pranikah, sehingga mengetahui adakah penyakit bawaan yang bisa saja diturunkan ke anak,”katanya.

 Penyebab lain dari munculnya neuromuscular disorder adalah malanutrisi, auto imun, gangguan hormon, gangguan ginjal, diabetes, liver, hingga adanya kanker. Sehingga, dibutuhkan berbagai pengecekan untuk menegakkan diagnosis.

4 dari 4 halaman

Neuromuscular Center Rumah Sakit Mandaya

Berangkat dari kepedulian terhadap penyembuhan penyakit langka ini, Rumah Sakit Mandaya mengumpulkan sekitar 20 dokter spesialis dan subspesialis saraf, untuk mendirikan Neuromuscular Center Pusat Saraf dan Otot di rumah sakitnya.

Sebab, menurut Erwin Suyanto selaku Public Relations Director Mandaya Royal Hospital Group, pusat layanan ini berfokuskan pada penyakit-penyakit yang menyerang otot akibat adanya gangguan pada saraf di tubuh.

“Kami beruntung dapat bekerjasama dengan Dr Luh Ari dan tim yang memiliki spesialisasi penyakit otot akibat  gangguan saraf yang menyebabkan nyeri otot, kelemahan hingga kelumpuhan anggota gerak seperti tangan, kaki."

"Mandaya Royal Hospital Puri sangat bangga dapat menyatukan  dokter spesialis otot yang sangat jarang di Indonesia dengan teknologi canggih seperti alat Advanced EMG Single Fiber, Evoked Potential Test, MRI Neuro Sensitive hingga Laboratorium Genetik DNA yang sebelumnya pasien harus ke Singapura untuk mendapatkannya, sekarang sudah bisa di Indonesia, di Mandaya dengan biaya yang jauh lebih terjangkau,” kata Erwin.

 Seringkali orang-orang yang merasakan keluhan terkait neuromuskular, membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan diagnosis yang pasti terkait penyakitnya, biasanya sekitar 5 hingga 30 tahun.

Dengan adanya tim dokter dan fasilitas yang mumpuni, diharapkan para pengidap penyakit-penyakit neuromuskular bisa segera mendapatkan diagnosis yang tepat, sehingga mendapatkan terapi maupun obat-obatan yang tepat, karena akan sangat berbahaya apabila pasien mendapatkan salah diagnosis dan mendapatkan terapi pengobatan yang salah.