Liputan6.com, Jakarta - Menyaksikan si kecil mogok makan tentu membuat orang tua khawatir. GTM atau Gerakan Tutup Mulut pada anak bisa disebabkan oleh berbagai faktor.
Sebagai orangtua, itulah tugas kita untuk mencari penyebabnya agar anak bisa kembali makan dengan normal. Namun jika anak tidak mau makan dalam jangka waktu yang cukup lama, akan menimbulkan banyak masalah baru nantinya.
Baca Juga
Jadi, kapan anak harus dibawa ke dokter saat tidak mau makan?
Advertisement
Ketua Unit Kerja Koordinasi Nutrisi & Penyakit Metabolik IDAI sekaligus Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Anak, Titis Prawitasari, SpA(K) menjawab pertanyaan tersebut.
"Kapan sih kita harus khawatir? Kalau sudah 2 minggu ada masalah dan dan tidak bisa kita atasi, tolong segera berkonsultasi karena perlu dilihat lagi apakah masalahnya serius atau tidak," tutur Titis dalam acara Seminar Awam MPASI IDAI di Jakarta (22/6/2024).
Titis juga mengatakan bahwa jika memang alasan dibalik tidak mau makannya anak tidak begitu serius, biasanya masalah tersebut akan terselesaikan dalam waktu sekitar 1 minggu saja. "Dalam waktu satu minggu mestinya dia sudah membaik, jadi coba dilihat dulu"
Dalam kurun waktu anak tidak mau makan tersebut, orangtua juga harus waspada apabila anak dibarengi dengan gejala sakit. Jika hal tersebut terjadi, sebaiknya orangtua harus membawa anak untuk diperiksakan ke dokter.
Oleh karena itu, Titis juga berpesan untuk para orangtua harus selalu memantau pertumbuhan anak dengan melihat grafik pertumbuhannya.
Kenapa Bayi Tidak Mau Membuka Mulut Saat Makan?
Umumnya, terdapat berbagai alasan mengapa anak GTM berdasarkan penjelasan Titis. Seperti sudah kenyang, masih mengantuk, tidak enak badan, popoknya penuh atau bahkan trauma makan.
"Rata-rata anak tu lapar adalah 2 sampai 3 jam sekali. Jadi kalau dia 2 jam belum mau makan, mungkin dia 2,5 atau 3. Nanti sebetulnya akan terlihat polanya," ujar Titis.
Dengan begitu, Titis menyarankan agar orangtua memerhatikan jam lapar serta kenyang anak agar pemberian makan dapat lebih maksimal.
"Seringkali kita pengennya adalah 'segini harus habis', tidak bisa. Yang ada dia nanti tutup mulut," jelas Titis. Jika anak sudah tutup mulut, orangtua sebaiknya tidak memaksakan anak untuk tetap makan. Sebab, jika tetap dipaksa anak bisa saja muntah.
Advertisement
Bagaimana Cara Mengatasi Anak yang Trauma Makan?
Dalam acara tersebut, Titis membahas mengenai anak yang trauma makan karena adanya perubahan pola serta disiplin makan. Untuk mengatasi trauma makan tersebut, Titis menyarankan untuk melakukan reset week.
Hal tersebut bisa dilakukan dengan membuat variasi makanan, tidak memaksa anak untuk makan tapi hanya disajikan didepannya, mencontohkan kegiatan makan pada anak dan tidak intimidatif.
Dengan begitu anak akan mengikuti naluri laparnya untuk akhirnya bisa kembali makan tanpa adanya paksaan.
"Diperlukan satu sampai 2 minggu untuk resetting, kembali lagi (ke pola makan sebelumnya)." Dalam melaksanakan hal tersebut, Titis menekankan konsistensi dan disiplin yang harus dimiliki oleh orangtua.
"Disiplin bukan kayak tentara, tapi adalah iramanya tetap, setiap hari diulang karena anak masih bisa mengikuti dengan pengulangan," ucap Titis.