Sukses

3 Kondisi Medis yang Bikin Anak Tak Boleh Dikhitan

Ada tiga kondisi medis yang membuat anak tak boleh dikhitan karena bisa menimbulkan komplikasi.

Liputan6.com, Jakarta Khitan adalah tindakan medis untuk membuang sebagian kulit kelamin laki-laki agar lebih bersih dan sehat. Di samping itu, khitan juga merupakan anjuran bagi semua laki-laki yang beragama Islam.

Namun, ada beberapa kondisi yang membuat anak tidak memungkinkan untuk dikhitan. Seperti disampaikan dokter spesialis bedah anak subspesialis bedah digestif anak RS Pondok Indah, Bintaro Jaya Yessi Eldiyani.

“Selain memerhatikan usia yang tepat untuk menjalani proses khitan, orangtua juga perlu memerhatikan kondisi kesehatan si kecil. Pasalnya, ada beberapa kondisi medis tertentu yang tidak disarankan untuk dilakukan tindakan khitan karena dapat berisiko terjadinya komplikasi,” kata Yessi dalam keterangan pers dikutip Rabu (7/3/2024).

Kondisi medis tersebut diantaranya:

Hipospadia

Adanya hipospadia di muara uretra yang terletak tidak pada ujung penis, tetapi pada bagian ventral penis. Hipospadia adalah kondisi di mana pasien seakan-akan telah disunat dari dalam kandungan.

Epispadia

Adanya epispadia, berkebalikan letaknya dengan hipospadia, yaitu di bagian dorsal (belakang/punggung) penis, dengan gejala yang sama.

Pembekuan Darah

Si Kecil mengalami kelainan pembekuan darah, seperti hemofilia dan anemia aplastik

“Oleh karena itu, ada baiknya tindakan khitan dilakukan di rumah sakit bersama dokter spesialis bedah umum atau dokter spesialis bedah anak. Agar apabila ditemukan adanya kelainan organ atau kondisi medis tertentu, dokter dapat memberikan penjelasan dan penanganan yang lebih tepat.

2 dari 4 halaman

Usia Terbaik Khitan

Yessi juga menyampaikan soal usia terbaik untuk khitan bagi anak-anak yang tak memiliki tiga kondisi di atas.

Dari sisi medis, tidak ada usia tertentu yang dipandang optimal untuk melakukan prosedur khitan.

“Jika tidak ada masalah atau indikasi medis tertentu, khitan dapat dilakukan kapan saja. Saat ini, semakin banyak orangtua yang tak segan membawa anaknya untuk dikhitan sejak dini, bahkan sebelum berusia satu tahun,” jelas Yessi.

Selain karena adanya indikasi medis, juga untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi saluran kemih. Manfaat yang didapat dengan khitan yang dilakukan ketika bayi tak jauh berbeda dengan tindakan khitan yang dilakukan ketika anak berusia sekolah.

Bedanya, penggunaan anestesi pada pasien bayi dapat lebih sedikit dibandingkan dengan anak yang berusia lebih besar. Lalu, ketika masih bayi, si kecil belum terlalu banyak bergerak, sehingga proses penyembuhan pun dapat lebih cepat. Risiko khitan saat bayi, usia balita, hingga usia sekolah juga relatif sama.

3 dari 4 halaman

Edukasi Pasien Setelah Tindakan Khitan

Setelah tindakan khitan, pasien akan mengalami beberapa reaksi jangka pendek yang tidak membahayakan. Oleh karena itu, hal ini tidak perlu dikhawatirkan. Reaksi tersebut antara lain seperti rasa ngilu pada kepala penis yang baru dikhitan.

Hal tersebut wajar terjadi karena kepala penis menjadi lebih sensitif terhadap sentuhan atau ketika kontak dengan celana dalam. Rasa ngilu akan berangsur-angsur berkurang dalam kurun waktu dua hingga empat minggu.

4 dari 4 halaman

Gunakan Celana Dalam Khusus

Pasien disarankan untuk menggunakan celana dalam yang lebih longgar atau celana dalam sunat. Jika selesai berkemih jangan lupa bersihkan sisa air dengan tisu atau kasa pada tiga hari pertama setelah khitan.

Selanjutnya, pada seminggu awal khitan sebaiknya mengurangi sejumlah aktivitas tertentu seperti naik sepeda, naik motor, atau menunggang kuda untuk mengurangi gesekan antara luka khitan dengan sadel.

“Semoga informasi ini dapat menjadi pencerahan bagi para orangtua yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai khitan. Jangan lupa berkonsultasi terlebih dahulu ke dokter spesialis anak sebelum mengajak buah hati Anda untuk dikhitan,” saran Yessi.