Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan Brasil mengumumkan kematian pertama akibat virus Oropouche pada Kamis, 25 Juli 2024.
Penyakit yang ditularkan oleh lalat dan nyamuk yang terinfeksi virus Oropouche merenggut nyawa dua perempuan di negara tersebut.
Baca Juga
Kedua perempuan itu berasal dari negara bagian Bahia di timur laut Brasil. Keduanya berusia di bawah 30 tahun, dan tidak memiliki penyakit bawaan. Namun, mengalami gejala yang mirip dengan kasus demam berdarah yang parah seperti mengutip VOA Indonesia, Senin (29/7/2024).
Advertisement
Mengenai kasus ini, epidemiolog Dicky Budiman ikut angkat bicara. Menurutnya, Oropouche menjadi berita besar saat ini karena adanya kasus kematian pertama. Sementara, penyakitnya sendiri bukanlah penyakit baru.
“Ini sebetulnya bukan penyakit baru, sejak tahun 1960 dia ditemukan dan kecenderungannya semakin meningkat menjadi wabah yang rutin terutama ditemukan di Amerika Latin. Saat ini sedang ada outbreak (wabah) di Brasil dan Peru,” jelas Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, Senin (29/7/2024).
Penyakit akibat virus Oropouche menular pada manusia lewat gigitan nyamuk layaknya penyakit Zika. Sementara, gejalanya persis seperti demam berdarah dengue (DBD).
“Nah, bahaya atau potensi risiko lainnya, selain adanya kematian yang saat ini masih relatif jarang, tapi yang saat ini lebih mengkhawatirkan adalah keguguran atau bayi lahir dengan kepala kecil atau mikrosefali,” terang Dicky.
Apa Ada Potensi Masuk ke Indonesia?
Oropouche, lanjut Dicky, memiliki potensi untuk menjadi wabah seperti Zika jika kontrol terhadap penyakit tersebut terlambat dilakukan.
“Dan potensi penyakit ini ada di negara-negara tropis lain seperti halnya di ASEAN khususnya di Indonesia, tentu ada. Namun, ini umumnya masih di wilayah-wilayah yang dekat dengan habitat liar seperti di hutan dan perkampungan.”
Mengingat adanya potensi penularan di Indonesia, maka yang perlu diwaspadai menurut Dicky adalah para pelaku perjalanan dari Amerika Latin.
“Tentu ini harus diobservasi, tapi kita tidak perlu panik karena potensi wabah di Indonesia masih sangat kecil. Bukan nol, tapi masih sangat kecil,” papar Dicky.
Advertisement
Apa yang Perlu Dilakukan Pemerintah Indonesia?
Mengingat potensinya tidak nol, maka Dicky menyarankan pemerintah Indonesia untuk tetap waspada terutama di pintu masuk negara.
“Harapan saya selain penguatan di pintu masuk, pendekatan kesehatan yang harmonis antara manusia, lingkungan, dan hewan atau one health menjadi semakin urgen.”
“Kemudian kemampuan deteksi dengan surveilans yang kuat ini juga perlu ditingkatkan termasuk untuk penyakit-penyakit yang mungkin sebelumnya belum terdeteksi di Indonesia,” ucap Dicky.
7.000 Kasus Infeksi Oropouche di Brazil
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan Brasil mencatat terdapat 7.236 kasus infeksi virus Oropouche yang tercatat pada tahun 2024, di mana mayoritas terjadi di negara bagian Amazonas dan Rondonia.
Menurut CDC, gejala Oropouche biasanya dimulai empat sampai delapan hari setelah individu mengalami gigitan nyamuk yang terinfeksi.
Gejalanya biasanya bertahan selama tiga hingga enam hari, ujar Kementerian Kesehatan, dan gejalanya mirip dengan demam berdarah seperti:
- Demam
- Nyeri otot
- Sendi kaku
- Sakit kepala
- Muntah
- Mual
- Menggigil atau sensitivitas terhadap cahaya.
Kasus yang parah dapat berujung pada komplikasi berbahaya seperti meningitis.
Oropouche pertama kali terdeteksi di Brasil pada tahun 1960, menurut Kementerian Kesehatan.
Kebanyakan kasus dilaporkan terjadi di wilayah Amazon di Brasil, tapi wabah dan sejumlah kasus lainnya juga dilaporkan terjadi di wilayah lain di Amerika Latin.
Advertisement