Sukses

Bercermin dari Kasus Hannah Ballerina Farm, Apa Bedanya Misoginis dan Seksis?

Sikap Misoginis atau Seksisme? Kontroversi Hannah Ballerina Farm Menguak Perbedaan Kritis.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus Hannah Ballerina Farm telah menimbulkan kontroversi karena beberapa pihak berpendapat bahwa Daniel Neeleman, suami Hannah, mungkin memiliki sikap misoginis.

Hal ini karena Daniel dianggap tidak menghargai bakat dan dedikasi Hannah, serta mungkin memiliki hak istimewa yang tidak adil terhadapnya. Kontroversi ini menunjukkan betapa pentingnya memahami dan mengatasi sikap misoginis dalam masyarakat.

Tidak hanya itu, kasus Hannah Ballerina Farm juga menimbulkan perdebatan di masyarakat, terutama terkait dengan istilah misoginis dan seksisme. Memang apa bedanya?

Apa yang Dimaksud dengan Misoginis?

Misoginis adalah kebencian atau tidak suka terhadap wanita atau anak perempuan. Perilaku misoginis dapat diwujudkan dalam berbagai cara, seperti diskriminasi seksual, fitnah perempuan, kekerasan terhadap perempuan, dan objektifikasi seksual perempuan. Misoginis sering dikaitkan dengan hak istimewa pria, adat patriarki, dan diskriminasi gender.

Apa yang Dimaksud dengan Seksis?

Seksisme adalah prasangka atau diskriminasi berdasarkan jenis kelamin atau gender, terutama terhadap perempuan dan anak perempuan.

Menurut Britannica, meskipun asal-usulnya tidak jelas, istilah seksisme muncul dari feminisme gelombang kedua pada tahun 1960-an hingga 1980-an dan kemungkinan besar terinspirasi dari istilah rasisme yang digunakan dalam gerakan hak sipil (diskriminasi berdasarkan ras).

Apa Perbedaan Misoginis dan Seksis?

Meskipun kedua istilah ini terkait dengan diskriminasi gender, ada perbedaan mendasar di antara keduanya. Misoginis melibatkan kebencian atau penghinaan yang mendalam terhadap wanita, sedangkan seksisme lebih luas dan dapat berlaku terhadap siapa saja yang mendiskriminasi lawan jenis mereka.

Bentuk ekstrem dari ideologi seksis adalah misogeni, yaitu kebencian terhadap wanita. Dalam masyarakat ketika misogeny merajalela, terdapat tingkat kekerasan terhadap wanita yang tinggi --- misalnya, dalam bentuk kekerasan rumah tangga, pemerkosaan, dan komodifikasi wanita serta tubuh mereka.

Di tempat wanita dianggap sebagai properti atau warga negara kelas dua, mereka sering kali diperlakukan dengan buruk baik secara individu maupun institusi.

Sebagai contoh, seorang wanita yang menjadi korban pemerkosaan (tingkat individu atau pribadi) mungkin diberitahu oleh hakim dan juri (tingkat institusi) bahwa dia bersalah karena cara berpakaian yang dianggap provokatif.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Apa Akar Misoginis?

Pemikiran misoginis diyakini telah ada sejak zaman kuno. Aristoteles, misalnya, terkenal berpendapat bahwa perempuan adalah versi pria yang inferior dan cacat. Menurut Britannica, istilah ini diciptakan pada abad ke-17 dan berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata misos yang berarti 'kebencian' dan gunē yang berarti 'perempuan'.

Penggunaan istilah misogini sebagai referensi terhadap tindakan penghinaan terhadap perempuan dipopulerkan pada tahun 1970-an oleh para feminis gelombang kedua. Misogini biasanya dibedakan dari seksisme terhadap perempuan: yang pertama ditandai dengan kekerasan, seperti pelecehan seksual atau pembunuhan, sedangkan yang kedua lebih halus.

Namun, selama gelombang keempat feminisme yang dimulai pada awal abad ke-21, misogini hampir dapat dipertukarkan dengan seksisme dan dapat digunakan untuk menunjukkan bias terhadap perempuan selain tindakan kekerasan atau kebencian yang menargetkan perempuan.

Dengan demikian, misogini memperoleh berbagai makna yang mencakup tingkat intensitas yang berbeda. Beberapa kamus menyesuaikan entri mereka untuk mencerminkan pergeseran semantik ini. Pada tahun 2002, Oxford English Dictionary mengubah definisinya dari 'kebencian terhadap perempuan' menjadi 'kebencian atau ketidaksukaan, atau prasangka terhadap perempuan'. Kamus Merriam-Webster kemudian mengikuti jejaknya.

3 dari 7 halaman

Mengapa Bisa Terjadi Seksisme?

Konsep seksisme awalnya dirumuskan untuk meningkatkan kesadaran tentang penindasan terhadap anak perempuan dan wanita, meskipun pada awal abad ke-21, istilah ini kadang-kadang juga meliputi penindasan terhadap jenis kelamin lainnya, termasuk pria, orang interseks, dan orang transgender.

Di masyarakat, seksisme paling sering diterapkan terhadap wanita dan anak perempuan. Seksisme berfungsi untuk mempertahankan patriarki, atau dominasi pria, melalui praktik ideologis dan material dari individu, kelompok, dan institusi yang menindas wanita dan anak perempuan berdasarkan jenis kelamin atau gender. Penindasan semacam itu biasanya berbentuk eksploitasi ekonomi dan dominasi sosial.

Perilaku, kondisi, dan sikap seksis mempertahankan stereotip tentang peran sosial (gender) berdasarkan jenis kelamin biologis seseorang. Bentuk sosialisasi yang umum berdasarkan konsep seksis mengajarkan narasi tertentu tentang peran gender tradisional untuk pria dan wanita.

Menurut pandangan ini, wanita dan pria dianggap sebagai lawan, dengan peran yang sangat berbeda dan saling melengkapi: wanita adalah jenis kelamin yang lebih lemah dan kurang mampu dibandingkan pria, terutama dalam ranah logika dan penalaran rasional.

Wanita dianggap hanya cocok untuk pekerjaan domestik dan emosi, dan karena itu, menurut pandangan tersebut, tidak dapat menjadi pemimpin yang baik dalam bisnis, politik, dan akademia.

Meskipun wanita dianggap secara alami cocok untuk pekerjaan domestik dan sangat baik sebagai pengasuh, peran mereka sering kali dianggap kurang berharga atau tidak bernilai jika dibandingkan dengan pekerjaan pria.

4 dari 7 halaman

Apa Perbedaan Feminis dan Feminisme?

Studi feminis tentang gender dalam masyarakat memerlukan konsep untuk membedakan dan menganalisis ketidaksetaraan sosial antara anak perempuan dan anak laki-laki serta antara wanita dan pria tanpa mereduksi perbedaan tersebut menjadi biologi sebagai takdir.

Konsep seksisme menjelaskan bahwa prasangka dan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin atau gender, bukan inferioritas biologis, adalah hambatan sosial terhadap kesuksesan wanita dan anak perempuan dalam berbagai arena.

Mengatasi patriarki dalam masyarakat berarti membongkar seksisme dalam masyarakat. Studi tentang seksisme telah menyarankan bahwa solusi untuk ketidaksetaraan gender terletak pada perubahan budaya dan institusi seksis.

Pemisahan gender (dan peran gender serta identitas gender) dari jenis kelamin biologis adalah pencapaian besar feminisme, yang mengklaim bahwa jenis kelamin seseorang tidak memprediksi kemampuan, kecerdasan, atau kepribadian seseorang.

Mengeluarkan perilaku sosial dari determinisme biologis memberikan kebebasan lebih bagi wanita dan anak perempuan dari peran dan harapan gender yang stereotip.

Beasiswa feminis mampu fokus pada cara-cara dunia sosial menundukkan wanita dengan mendiskriminasi dan membatasi mereka berdasarkan jenis kelamin biologis mereka atau harapan peran gender sosiokultural.

Gerakan feminis berjuang untuk penghapusan seksisme dan penetapan hak-hak wanita sebagai setara di bawah hukum. Dengan perbaikan seksisme dalam institusi dan budaya, wanita akan memperoleh kesetaraan dalam representasi politik, pekerjaan, pendidikan, perselisihan domestik, dan hak reproduksi.

5 dari 7 halaman

Apakah Wanita Bisa Menjadi Misoginis?

Betapa ironisnya, ternyata wanita pun juga dapat bersikap misoginis. Mereka mungkin merasa lebih unggul daripada wanita lain, menganggap remeh perilaku feminin yang umum, atau bahkan memeluk keyakinan yang didominasi oleh pandangan pria. Semua hal ini bisa menjadi penyebab misogini yang terjadi di antara sesama wanita.

6 dari 7 halaman

Apa Itu Patriarki dan Misoginis?

Patriarki dan misoginis adalah dua istilah yang sering muncul dalam diskusi tentang kesetaraan gender dan struktur sosial. Memahami patriarki dan misoginis adalah langkah awal yang penting dalam perjuangan menuju kesetaraan gender.

Patriarki berasal dari bahasa Yunani 'patriarkhēs' yang berarti 'aturan dari ayah'. Istilah ini merujuk pada sistem sosial ketika laki-laki memegang kendali atas sebagian besar kekuasaan sosial, ekonomi, politik, dan agama. Dalam sistem patriarki, warisan sering kali diturunkan melalui garis keturunan laki-laki, yang semakin mengukuhkan dominasi pria dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dikutip dari CNN pada Senin, 30 Juli 2024.

Sosiolog terkenal Amerika, Allan Johnson, menjelaskan bahwa patriarki bukan hanya tentang seorang pria atau sekelompok pria tertentu, melainkan tentang jenis masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, ikut serta.

Dia, mengatakan, sebuah masyarakat dianggap patriarkal sejauh mana masyarakat tersebut mempromosikan privilese laki-laki dengan cara didominasi oleh laki-laki, diidentifikasikan dengan laki-laki, dan berpusat pada laki-laki. Patriarki juga diorganisasikan di sekitar obsesi dengan kontrol dan melibatkan penindasan terhadap perempuan sebagai salah satu aspek kuncinya.

Misoginis: Kebencian terhadap Perempuan

Misoginis adalah kebencian atau tidak suka terhadap wanita atau anak perempuan. Perilaku ini bisa muncul dalam berbagai bentuk, seperti diskriminasi seksual, fitnah terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan, dan objektifikasi seksual perempuan.

Misoginis sering kali terkait dengan hak istimewa pria, adat patriarki, dan diskriminasi gender. Dalam beberapa kasus, misoginis bahkan dapat meningkatkan risiko terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual terhadap wanita.

Dalam masyarakat patriarkal, laki-laki sering kali diberikan hak istimewa dan otoritas yang lebih tinggi, sementara perempuan ditempatkan sebagai subjek yang lebih rendah. Hal ini bisa memicu perilaku misoginis, karena laki-laki merasa memiliki hak untuk mengendalikan dan mengeksploitasi perempuan.

7 dari 7 halaman

Apa Perbedaan Antara Misoginis dan Chauvinis?

Perbedaan utama antara misoginis dan chauvinis terletak pada intensitas dan motivasi di balik pandangan negatif mereka terhadap wanita. Misoginis melibatkan kebencian yang mendalam, sementara chauvinisme lebih kepada keyakinan superioritas pria yang disertai dengan pandangan bahwa wanita membutuhkan perlindungan.

Seorang chauvinis mungkin masih menunjukkan sikap peduli dan protektif terhadap wanita, meskipun ini didasari oleh keyakinan bahwa wanita kurang mampu dan memerlukan bantuan pria.

Menurut PsychCentral, chauvinisme berasal dari keyakinan bahwa pria lebih unggul daripada wanita. Seorang chauvinis percaya bahwa wanita secara alami lebih lemah, kurang cerdas, atau kurang mampu dibandingkan pria.

Meskipun memiliki pandangan ini, seorang chauvinis mungkin masih menikmati kebersamaan dengan wanita dan bahkan bersikap protektif terhadap mereka. Sikap protektif ini bukan karena menghormati wanita, tetapi karena mereka percaya bahwa wanita membutuhkan perlindungan atau dukungan dari pria yang lebih superior.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini