Liputan6.com, Jakarta - Bisphenol A atau BPA tidak hanya terdapat di wadah makanan dan minuman saja, tapi juga dapat ditemukan pada air, tanah dan udara.
Menurut riset di beberapa negara, BPA juga ditemukan pada daging yang biasa dikonsumsi sehari-hari. Menurut ahli polimer Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Zainal Abidin, ini adalah hal biasa.
Baca Juga
Dia menjelaskan, jika tubuh manusia terpapar BPA dengan jumlah sedikit, maka tidak akan memicu pengaruh apapun. Dan jika jumlahnya ditambah lagi sedikit, maka dapat berpengaruh positif karena tubuh akan menjadi lebih resisten untuk pertahanan diri.
Advertisement
“Namun, jika jumlah BPA-nya sudah terlalu banyak itu yang tidak diperbolehkan karena akan menimbulkan dampak ke tubuh manusia,” kata Zainal dalam keterangan pers, Selasa (30/7/2024).
Dalam tiga bulan terakhir, Zainal sudah melakukan penelitian terhadap kualitas air pada 10 merek air mineral yang banyak beredar. Penelitian ini mengacu pada kriteria Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yaitu paparan BPA dalam batas BPA yang dapat ditoleransi oleh tubuh, yakni 0,6 mg/kg.
Alat yang digunakan untuk penelitian ini menunjukkan bahwa 10 merek air mineral yang diteliti aman dikonsumsi karena jumlah BPA-nya adalah 0, atau sama sekali tak terdeteksi BPA.
Karakteristik BPA
Sementara dalam reaksi pembentukan plastik, BPA tidak 100 persen bereaksi. Sehingga masih ada sisa BPA yang bersifat residu dan jumlahnya tidak banyak.
Jika plastiknya dalam temperatur yang biasa (normal), maka BPA susah untuk berpindah. Namun, jika temperatur dinaikkan seperti terkena panas, maka kemungkinan besar akan bermigrasi atau berpindah ke tubuh seseorang.
“BPA residu ini jika dalam temperatur rendah tergolong aman, masa simpannya rendah juga aman. Karakter BPA adalah bahan kimia yang bisa diolah oleh tubuh yang bisa dikeluarkan lagi dalam bentuk urine dan bentuk keringat,” jelas Zainal.
Lebih lanjut Zainal mengatakan, dalam sehari, tubuh bisa menerima 0,6 mg/kg BPA, dikali dengan berat badan dan hasilnya merupakan maksimal yang dapat diterima oleh tubuh manusia. Itu kadar di mana BPA masuk dan bisa keluar lagi.
Advertisement
Masyarakat Tak Perlu Takut Berlebihan pada BPA
Dari penjelasan di atas, Zainal mengimbau masyarakat untuk tidak perlu takut berlebihan terhadap BPA. Sebaliknya, produk yang berlabel BPA free bukan berarti produk tersebut aman 100 persen.
“Produk yang berlabel BPA free bukan berarti itu aman. Karena dalam kemasan atau wadah seperti mangkuk terbuat dari bahan-bahan lain seperti formalin. Bahan kimia ini bisa menyebabkan kebutaan pada mata dan kerusakan pada otak manusia.”
“Jadi jika ditulis BPA free, itu benar tetapi penggunaan label dalam kemasan itu useless (sia-sia) karena ada bahan kimia lain yang dapat merusak tubuh manusia. Sedangkan penggunaan label food grade, berarti label ini mengindikasikan kemasan tersebut bebas dari bahan-bahan yang berpotensi membahayakan kesehatan tubuh seseorang,” papar Zainal.
Label BPA Free Dinilai Tak Lindungi Konsumen
Sebagai ahli polimer, Zainal menilai bahwa label BPA free tidak melindungi konsumen. Bahan yang memiliki karakteristik seperti BPA ada banyak tercantum dalam aturan BPOM.
“Jadi kalau diekspos hanya BPA free, maka tidaklah aman. Masih menyisakan pertanyaan bagi senyawa-senyawa lainnya.”
“Hal yang aneh lagi adalah BPA itu terdapat pada plastik PC dan Epoxy sebagai raw material atau monomer. Wajar bila dua material plastik itu dilabeli BPA free atau BPA di bawah limit.”
Hal yang tidak wajar bagi Zainal adalah jika botol PET mengandung bahan berbahaya seperti EG (Etilen Glikol) dan botol PVC mengandung VCM (Vynile Chloride Monomer) dilabeli BPA free sebagai tanda keamanan.
“Cukuplah dengan label BPOM, SNI (standar nasional Indonesia), dan HS (Harmonized System) number di botol/wadah untuk menjamin keamanan dan kesehatan pangan serta obat bagi konsumen. Ini akan lebih memberi jaminan terhadap semua bahan berbahaya dan lebih menjamin kompetisi sehat dalam bisnis dan perdagangan,” pungkasnya.
Advertisement