Sukses

Konsumsi Rokok Kian Meningkat, Masyarakat Sipil Dorong Pemerintah Segera Implementasikan PP Nomor 28 Tahun 2024

Di dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 terdapat bagian Pengamanan Zat Adiktif yang mengatur peredaran, pemasaran, dan konsumsi produk zat adiktif tembakau dan rokok elektronik.

Liputan6.com, Jakarta - Tiga organisasi masyarakat sipil telah menyoroti ketentuan mengenai Pengamanan Zat Adiktif dalam Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, yang disahkan pada Jumat, 26 Juli 2024. Ketiga organisasi tersebut adalah:

  1. Komnas Pengendalian Tembakau
  2. Tobacco Control Support Center - Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI)
  3. Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI)

Bagian Pengamanan Zat Adiktif dalam PP Nomor 28 tahun 2024 ini mencakup pengaturan tentang peredaran, pemasaran, dan konsumsi produk zat adiktif, termasuk tembakau dan rokok elektronik (pasal 429 - 463).

Ketiga organisasi ini berharap bahwa pengaturan ini dapat memberikan perlindungan yang efektif kepada masyarakat, terutama anak-anak dan remaja, dari produk zat adiktif yang semakin meningkat konsumsinya di Indonesia.

Sebagai informasi, Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi merokok tertinggi di dunia. Menurut Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021, 34,5 persen dari seluruh penduduk Indonesia adalah perokok.

Jumlah perokok dewasa meningkat sebesar 8,8 juta orang dalam sepuluh tahun terakhir, dan konsumsi rokok elektronik meningkat sepuluh kali lipat dalam satu dekade. Selain itu, prevalensi perokok laki-laki di Indonesia masih menempati posisi tertinggi di dunia.

2 dari 4 halaman

Rokok Ancam Perkembangan Otak para Pelajar

Di sisi lain, survei kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan bahwa 7,4 persen perokok berumur 10 hingga 18 tahun berisiko mengalami gangguan perkembangan otak akibat adiksi nikotin.

Sementara itu, penyakit tidak menular yang mematikan, seperti stroke, penyakit jantung, dan kanker paru-paru, yang terkait dengan faktor risiko utama merokok, terus meningkat. Penyakit-penyakit ini menduduki posisi teratas dalam klaim jaminan kesehatan yang diajukan ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Selain itu, dampak lain dari konsumsi rokok termasuk kesulitan dalam mengentaskan kemiskinan dan penurunan prevalensi stunting, yang salah satunya juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok.

3 dari 4 halaman

Butuh Pengaturan Pengamanan Zat Adiktif yang Kuat

Oleh karena itu, sangat penting untuk menerapkan pengaturan Pengamanan Zat Adiktif yang kuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kesehatan yang baru disahkan.

Dalam PP Kesehatan tersebut, pengaturan mengenai Pengamanan Zat Adiktif tercantum pada pasal 429 hingga 463, dan mencakup beberapa poin utama, yaitu:

  • Peraturan tentang rokok elektronik
  • Larangan zat tambahan
  • Peraturan pengemasan
  • Peraturan peredaran/penjualan
  • Desain dan informasi pada kemasan
  • Peringatan kesehatan untuk rokok elektronik dan produk tembakau
  • Kawasan Tanpa Rokok
  • Pengaturan iklan, promosi, dan sponsor.
4 dari 4 halaman

PP Nomor 28 tahun 2024 tentang Kesehatan Belum Ideal

Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau, Prof Hasbullah Thabrany, menyatakan bahwa regulasi ini belum ideal. "Walaupun regulasi ini belum sempurna, kami mengapresiasi Presiden Jokowi yang telah menandatangani PP Kesehatan ini," kata Hasbullah dalam keterangan pers yang diterima Health Liputan6.com pada Kamis (1/8/2024).

Hasbullah menyadari tantangan besar dalam memperketat pengendalian produk zat adiktif tembakau di dalam PP ini, mengingat adanya intervensi dan tekanan signifikan dari industri rokok dan pendukungnya.

"Meski demikian, kami mendorong Presiden Jokowi dan Presiden Terpilih Pak Prabowo beserta jajarannya untuk segera melaksanakan PP Nomor 28 Tahun 2024. Kami siap mendukung proses sosialisasi agar masyarakat memahami hak mereka atas perlindungan kesehatan," tambahnya.

Hasbullah juga menanggapi kritik dari pendukung industri hasil tembakau yang mengaitkan isu kesehatan dengan ekonomi. Menurutnya, kepentingan ekonomi sangat bergantung pada kualitas kesehatan sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

"Dengan adanya PP Kesehatan yang mengatur pengamanan zat adiktif dengan lebih baik, diharapkan angka kesakitan dan kematian dapat menurun, kualitas kesehatan membaik, BPJS tidak mengalami defisit, serta prevalensi stunting dan TB juga menurun," kata Hasbullah.

"SDM yang sehat dan tidak menggunakan uangnya untuk membeli produk yang tidak produktif bahkan berbahaya akan turut berkontribusi dalam pembangunan negara. Akhirnya, kita benar-benar dapat mewujudkan Generasi Emas Indonesia," pungkasnya.