Liputan6.com, Jakarta Perhelatan Olimpiade Paris 2024 membuat para atlet dan pendukung dari berbagai negara berkumpul di satu kota. Seperti diketahui, berkumpul atau berkerumun dapat meningkatkan risiko penularan COVID-19.
Tak lama setelah Olimpiade Paris dibuka, media sosial dipenuhi dengan postingan kemenangan yang merayakan kemenangan para atlet.
Baca Juga
“Katie Ledecky sangat cepat, tidak ada perenang lain yang berada di dalam frame ketika dia selesai,” salah satu tweet tentang rekor gaya bebas 1.500 meter perenang AS.
Advertisement
Sementara itu, postingan lain menyoroti, "Simone Biles sekarang memiliki medali Olimpiade terbanyak untuk pesenam AS."
Setelah unggahan kemenangan, kemudian muncul unggahan yang membawa ketegangan. Perenang Inggris Adam Peaty gagal meraih medali emas gaya dada 100 meter dengan selisih 0,02 detik dan kemudian dinyatakan positif COVID-19.
Tak hanya itu, perenang Australia Lani Pallister mengundurkan diri dari gaya bebas 1.500 meter setelah dinyatakan positif COVID-19 untuk menghemat energinya agar dapat mengikuti estafet gaya bebas 4x200 meter pada Kamis mendatang.
Komite Olimpiade Internasional (IOC) belum memberikan jumlah resmi atlet Olimpiade yang terinfeksi COVID-19. Namun, laporan media menunjukkan setidaknya delapan atlet terinfeksi per 31 Juli. Sementara ada sekitar 11.000 atlet berkompetisi di Paris, menurut IOC.
COVID-19 di Olimpiade Bukan Hal Mengejutkan
Berita mengenai COVID di Olimpiade telah memicu perdebatan sengit di dunia maya mengenai apakah protokol COVID yang ada sudah cukup.
Hal ini juga memicu kenangan akan Olimpiade di masa lalu, termasuk Olimpiade Tokyo 2021, ketika COVID begitu merajalela sehingga penonton dilarang menyaksikan pertandingan secara langsung.
Bagi pakar kesehatan masyarakat global, kemunculan COVID di Olimpiade Musim Panas bukanlah hal yang mengejutkan, sama halnya dengan lonjakan kasus di musim panas di AS dan negara-negara lain.
“Saya akan mengucapkan selamat datang di dunia baru,” kata Carlos del Rio, MD, seorang profesor kedokteran, kesehatan global, dan epidemiologi serta dokter penyakit menular di Universitas Emory, AS.
“COVID saat ini bukanlah COVID di masa lalu,” tambahnya mengutip WebMD
Advertisement
Sudah Diduga oleh Pakar
Senada dengan Carlos, peneliti senior di Johns Hopkins Center for Health Security di Baltimore, Amesh Adalja, MD., mengatakan bahwa ini tidak mengejutkan dan sudah diduga.
“Hal ini memang sudah diduga,” katanya.
Tidak hanya para atlet yang berlatih dan tinggal berdekatan, tetapi sebagian besar dunia, termasuk AS, sedang mengalami lonjakan kasus di musim panas, ketika kasus meningkat karena berbagai alasan.
“Sejumlah kasus yang dilaporkan dari Olimpiade kemungkinan besar tidak dihitung,” kata Adalja.
“Empat tahun dari sekarang, COVID akan terjadi di Olimpiade,” katanya.
“Anda dapat berasumsi bahwa hal ini akan terjadi.” Namun demikian, penting bagi kebijakan untuk mengendalikan penyakit ini, ujarnya.
Alasan Peningkatan Kasus COVID-19
Peningkatan jumlah perjalanan adalah salah satu alasan lonjakan COVID-19 di musim panas, kata Carlos.
Banyak orang yang kembali dari liburan atau perjalanan ke Eropa tahun ini tiba di rumah dengan gejala COVID, termasuk Carlos yang baru kembali dari pertemuan bisnis di Lebanon.
Gejala-gejalanya seringkali hanya berlangsung sebentar yakni hanya beberapa hari.
Lonjakan ini juga dikaitkan dengan perubahan perilaku, kata Krutika Kuppalli, MD, spesialis penyakit menular dan juru bicara Infectious Diseases Society of America.
“Tiga atau empat tahun lalu, orang-orang menggunakan masker dan berhati-hati. Banyak orang tidak melakukan hal itu lagi,” katanya.
“Orang-orang pada dasarnya telah kembali ke kehidupan normal mereka.”
Evolusi virus yang berkelanjutan juga menyebabkan lonjakan tersebut, dengan varian baru Omicron yang kini beredar.
“Kami tidak melihatnya sebagai penyakit yang parah, namun orang-orang masih saja tertular,” kata Kuppalli.
Kekebalan tubuh menurun seiring berjalannya waktu, bahkan pada mereka yang terus mengikuti vaksinasi sesuai anjuran. Vaksin-vaksin ini bagus dalam mencegah penyakit parah, meski awalnya tidak begitu bagus dalam mencegah infeksi, kata Carlos.
Ditambah, Protokol IOC yang ketat dari Olimpiade sebelumnya tidak diterapkan di Paris.
“Kami memiliki protokol bahwa setiap atlet yang dites positif harus memakai masker, dan kami mengingatkan semua orang untuk mengikuti praktik terbaik, tetapi dalam hal pemantauan COVID, kasus cukup rendah di Perancis," kata kepala direktur komunikasi Paris 2024, Anne Descamps.
Advertisement