Sukses

Bayi dan Balita Berisiko Alami Overtreatment, Layanan Berbasis Bukti Penting untuk Cegah Dampak Negatif

Anak-anak sering menjadi korban overmedication dan overtreatment, terutama dalam penanganan penyakit akibat infeksi.

Liputan6.com, Jakarta - Overtreatment atau pemberian layanan medis berlebihan merupakan isu krusial yang dapat menimbulkan risiko serius, terutama pada kelompok rentan seperti bayi dan balita.

Pendiri Yayasan Orangtua Peduli (YOP) dan praktisi medis Dr. Purnamawati Sujud, Sp.A(K), MMPAED mengungkapkan bahwa anak-anak sering menjadi korban overmedication dan overtreatment, terutama dalam penanganan penyakit akibat infeksi.

"Studi kami menunjukkan bahwa masih sering ditemui perawatan berlebihan yang tidak diperlukan, yang lebih membawa risiko daripada manfaat. Kami menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat bahwa terapi tidak hanya berarti obat, tetapi juga mencakup saran profesional, terapi non-obat, rujukan, atau second opinion," tuturnya dalam sebuah diskusi bertema "Pentingnya Layanan Kesehatan yang Layak dan Tepat bagi Publik" yang digelar di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu, 31 Juli 2024.

Wati mengatakan, ada dua kondisi kesehatan anak-anak yang menyebabkan mereka berisiko terpapar layanan yang tidak perlu di pelayanan kesehatan. Dua kondisi tersebut yakni batuk pilek dan diare.

"Ada dua yang angka kunjungannya paling tinggi, yakni penyakit batuk pilek dan diare. Ini risiko overtreatment paling besar. Padahal , virus itu bisa sembuh sendiri," tuturnya.

Berdasarkan pengamatannya, ada pola overtreatment yang sama pada layanan kesehatan yakni pemberian obat dan pelayanan yang tidak diperlukan. Menurutnya keputusan berlebihan dalam pelayanan keseahtan tidak akan menguntungkan dan risiko kesehatannya lebih besar ketimbang manfaatnya. Hal tersebut termasuk pemberian antibiotik yang dinilai tidak perlu.

Wati menyampaikan, semua orang berhak mendapat layanan kesehatan yang terbaik, seperti yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Berdasarkan WHO, layanan yang berkualitas adalah ketika pasien menerima perawatan yang sesuai kebutuhan medis mereka dengan dosis yang sesuai kebutuhan individual, dalam jangka waktu yang memadai dan informasi yang akurat, serta biaya yang serendah mungkin.

“Sederhananya, layanan kesehatan yang berkualitas dan aman adalah layanan yang berbasis bukti (evidence-based medicine),” tegas dr Wati. 

 

 

 

2 dari 4 halaman

Overtreatment Berdampak pada Biaya Kesehatan

Overtreatment tidak hanya berisiko bagi kesehatan pasien, melainkan juga berdampak pada biaya kesehatan. 

CEO PT Investortrust Indonesia Sejahtera Primus Dorimulu mengatakan, masalah overtreatment menjadi perhatian serius banyak pihak. Temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini menunjukkan adanya fraud atau kecurangan terhadap jaminan kesehatan nasional (JKN) oleh tiga rumah sakit swasta di Jawa Tengah dan Sumatera Utara, yang merugikan BPJS Kesehatan hingga Rp35 miliar.

"Fraud yang ditemukan KPK semakin menguatkan dugaan publik, bahwa ada praktik overutilitas atau overtreatment yang dilakukan oleh pihak rumah sakit. Beberapa pihak menduga fenomena ini sudah sistemik di banyak rumah sakit, sebagai upaya untuk menutupi biaya investasi alat kesehatan yang mahal," jelas Primus Dorimulu.

 

3 dari 4 halaman

Pentingnya Layanan Evidence-Based Medicine untuk Cegah Overtreatment

Oleh karena itu, menurut dr Wati, layanan kesehatan berbasis bukti (evidence-based medicine) menjadi kunci dalam mencegah praktik overtreatment.

"Layanan yang berkualitas adalah ketika pasien menerima perawatan yang sesuai kebutuhan medis mereka dengan dosis yang tepat, dalam jangka waktu yang memadai, serta dengan biaya yang seefisien mungkin," tegas dr. Wati.

Senada dengan dr. Wati, dr. Emira E. Oepangat dari Yayasan Orang Tua Peduli menambahkan, "Manfaat dari Evidence-Based Medicine (EBM) mencakup pengendalian biaya yang dapat mencegah penipuan, pemborosan, dan penyalahgunaan, serta memastikan penggunaan data yang berpusat pada pasien untuk meningkatkan efektivitas klinis. Selain itu, EBM mendukung interoperabilitas yang telah diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan, memungkinkan pertukaran data yang lancar dan transparan, serta menyediakan data seumur hidup dan terbuka untuk penelitian dan inovasi." 

Sementara itu, menurut pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, salah satu masalah utama dalam overtreatment adalah minimnya pemahaman pasien akan hak mereka untuk mempertanyakan rekomendasi medis.

"Pasien mungkin tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk mempertanyakan atau memahami rekomendasi medis yang diberikan oleh dokter, sehingga mereka cenderung menerima semua tindakan yang disarankan tanpa mempertimbangkan apakah tindakan tersebut benar-benar diperlukan," ujarnya dalam sebuah diskusi Investortrust Power Talk bertema "Pentingnya Layanan Kesehatan yang Layak dan Tepat bagi Publik" di Jakarta, 31 Juli 2024.

 

4 dari 4 halaman

Pentingnya Etika dan Integritas Dalam Praktik Medis

Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo, A juga menyoroti pentingnya etika dan integritas dalam praktik medis.

"Tenaga layanan kesehatan harus mewujudkan derajat kesehatan setinggi-tingginya bagi masyarakat. Overtreatment dapat berimplikasi hukum, terutama jika terkait dengan gratifikasi dari industri farmasi," tegasnya. Rahmad mengingatkan bahwa overtreatment tidak hanya dapat merugikan pasien, tetapi juga berpotensi melanggar hukum, terutama jika ada unsur gratifikasi atau kerjasama yang tidak etis antara tenaga medis dan industri farmasi.

Dalam menghadapi isu ini, masyarakat diimbau untuk lebih kritis terhadap rekomendasi medis dan mempertimbangkan layanan kesehatan berbasis bukti. Transparansi dan kejujuran dari penyedia layanan medis sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan sistem dan memastikan perawatan yang tepat dan aman bagi semua pasien.