Sukses

PP Nomor 28 Tahun 2024 Bahas Soal Rokok, Petani Tembakau Diuntungkan atau Sebaliknya?

Disahkannya PP Nomor 28 Tahun 2024 menimbulkan tanya, jika dilihat dari sisi petani tembakau, apakah PP ini dapat merugikan mereka atau sebaliknya?

Liputan6.com, Jakarta - Peraturan Pemerintah atau PP No. 28 tahun 2024 tentang Kesehatan salah satunya membahas zat adiktif atau rokok. Adanya aturan ini diharapkan dapat menurunkan prevalensi perokok di Indonesia yang usianya semakin muda.

Disahkannya PP ini pada 26 Juli 2024 menimbulkan tanya, jika dilihat dari sisi petani tembakau, apakah PP ini dapat merugikan mereka atau sebaliknya?

Menjawab hal ini, Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau, Profesor Hasbullah Thabrany mengatakan bahwa selama ini terjadi banyak disinformasi soal hal tersebut.

“Banyak informasi di-twisted, dibelokkan, jadi kita sebut disinformasi. Kalau kita naikin pajak rokok, cukai rokok, kan harga rokok naik. Kalau harga naik, petani kira-kira makin susah atau gimana? Sederhananya kalau harga cabai naik petani senang dong,” kata Hasbullah kepada Health Liputan6.com usai acara Roche Fair di Jakarta, Sabtu (3/8/2024).

“Tapi informasi dibelokkan sedemikian rupa oleh orang-orang yang punya interest sehingga petani tembakau pada protes, kan aneh. Kalau pajak naik, harga naik maksimum 57 persen ya harusnya dia (petani) dapat. Tapi dia enggak dapat, yang dapat industri, tapi industri supaya dapat dukungan, menggunakan tangan petani,” papar Hasbullah.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Menanam Jagung hingga Stevia akan Lebih Menguntungkan Petani

Hasbullah menambahkan, pihaknya pun telah beberapa kali melakukan kajian bahwa menanam jagung, padi, dan daun stevia akan lebih menguntungkan bagi petani ketimbang menanam tembakau.

“Tapi petani tembakau ya terjerat lah. Dan jangan lupa, lebih dari 50 persen tembakau yang kita gunakan itu diimpor, bukan dari petani sini.”

Hasbullah khawatir, jika kebiasaan merokok terus dilakukan masyarakat, maka penyakit tidak menular akan meningkat jumlahnya.   

“Terus diagnosisnya tidak di-cover ya udah banyak yang mati, itu jangka panjangnya,” ujar Hasbullah.

3 dari 4 halaman

PP No. 28 tahun 2024 Belum Ideal

Sebelumnya, dalam pernyataan pada temu media 31 Juli 2024, Hasbullah menyampaikan bahwa regulasi ini belum ideal.

“Meski regulasi ini belum ideal, kami mengapresiasi Presiden Jokowi yang telah menandatangani PP Kesehatan ini,” kata Hasbullah mengutip keterangan pers, Kamis (1/8/2024).

Dia menyadari sulitnya pengaturan pengendalian produk zat adiktif tembakau yang lebih ketat dan sempurna di PP ini, mengingat intervensi dan tekanan yang luar biasa oleh industri rokok dan pendukungnya.

“Namun dengan segala keterbatasan di PP ini, kami mendorong Pak Presiden Jokowi maupun Presiden Terpilih Pak Prabowo dan jajarannya agar PP Nomor 28 Tahun 2024 segera dilaksanakan. Kami siap membantu proses sosialisasi untuk memastikan masyarakat memahami haknya atas perlindungan kesehatan,” tambahnya.

4 dari 4 halaman

Tanggapi Pendukung Industri Tembakau Soal Rokok dan Isu Ekonomi

Hasbullah juga menanggapi berbagai tanggapan di media dari para pendukung industri hasil tembakau, yang membenturkan isu kesehatan dengan isu ekonomi.

Menurutnya, kepentingan ekonomi justru sangat bergantung pada kualitas kesehatan SDM Indonesia.

“Dengan adanya PP Kesehatan yang mengatur dengan lebih baik untuk pengamanan zat adiktif, maka diharapkan angka kesakitan dan kematian akan turun, kualitas kesehatan membaik, BPJS tidak defisit dan prevalensi stunting serta TB turun.”

“Maka SDM sehat dan tidak menggunakan uangnya untuk membeli produk yang unproductive bahkan berbahaya, akan ikut membangun negeri dan akhirnya kita benar-benar mampu mewujudkan Generasi Emas Indonesia,” papar Hasbullah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.