Sukses

Ramai Soal Penyediaan Alat Kontrasepsi di Sekolah dalam PP Nomor 28 Tahun 2024, Komisi IX DPR RI: Sudah Tepat Alurnya

PP Nomor 28 Tahun 2024 pasal 103 Ayat 4 ini memicu anggapan negatif terkait penggunaan alat kontrasepsi di kalangan pelajar.

Liputan6.com, Jakarta - Pasal 103 ayat 4 Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 28 Tahun 2024 membahas soal penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja dan usia sekolah.

Hal ini memicu anggapan negatif terkait penggunaan alat kontrasepsi di kalangan pelajar. Seperti diketahui, alat kontrasepsi merupakan benda yang digunakan untuk mencegah kehamilan.

Soal polemik ini, Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Edy Wuryanto mengatakan, dirinya paham jika soal reproduksi akan menjadi pembicaraan hangat.

Sebab bagi masyarakat, membicarakan reproduksi masih soal yang tabu. Namun, menurut Edy pasal ini harus disikapi lebih dalam.

“Coba berkaca pada diri sendiri, yang orangtua apakah pernah membicarakan soal kesehatan reproduksi atau seksualitas pada anak? Yang anak-anak, apakah pernah juga membicarakan ini? Jarang sekali. Akhirnya apa? Anak bisa berpotensi mendapatkan informasi dari sumber yang salah,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (6/5/2024).

Politisi PDI Perjuangan itu menyatakan tidak adanya informasi atau pendidikan reproduksi yang baik bisa menyebabkan meningkatnya seks bebas.

“Anak yang penasaran lalu bisa jadi coba-coba,” katanya.

Seks bebas ini juga salah satu pintu pernikahan dini. Yang menjadi momok selanjutnya adalah risiko anak stunting pada pasangan yang belum cukup umur.

“Saya melihat pasal 103 ini sudah tepat alurnya,” kata Edy.

2 dari 4 halaman

Tahapan Pasal 103 PP No. 28 Tahun 2024 Dinilai Runut

Legislator dari Dapil Jawa Tengah III ini mengatakan, pasal tersebut tahapannya runtut dari ayat 1 hingga 5.

Pada ayat 1 disebutkan upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja yang pertama adalah pemberian edukasi dan informasi.

Lalu ayat 2 diatur apa saja informasi yang diberikan, yang salah satunya adalah menjaga kesehatan reproduksi dan risiko perilaku seksual.

Di ayat 3 dijelaskan cara memberikan edukasi kesehatan reproduksi bisa lewat bahan ajar maupun kegiatan di luar sekolah.

Selanjutnya ayat 4 merupakan panduan pelayanan kesehatan reproduksi untuk usia sekolah dan remaja setidaknya mencakup soal konseling hingga penyediaan alat kontrasepsi.

“Menyediakan ini bukan lantas membagi-bagikan. Ada tahapan dan syaratnya. Seolah-olah pasal ini melegalkan free sex,” tutur Edy.

Lalu pada ayat 5 menyebut konseling ini dilakukan oleh tenaga yang kompeten sesuai kewenangan dan wajib menjaga kerahasiaan.

3 dari 4 halaman

Janji akan Bahas Pasal Ini

Meski demikian, sebagai perwakilan fraksi yang berada di komisi yang menaungi sektor kesehatan, Edy berjanji akan membahas pasal ini.

“Agar semuanya semakin jelas dan tidak ada simpang-siur maka perlu melihat aturan turunan dan pengaplikasiannya,” ujarnya.

4 dari 4 halaman

Bukan untuk Semua Remaja

Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr. Mohammad Syahril menjelaskan bahwa edukasi terkait kesehatan reproduksi memang termasuk soal penggunaan kontrasepsi.

“Namun penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan,” kata Syahril di Jakarta, Senin (5/8/2024).

“Jadi, penyediaan alat kontrasepsi itu hanya diberikan kepada remaja yang sudah menikah untuk dapat menunda kehamilan hingga umur yang aman untuk hamil,” tambahnya.

Pernikahan dini akan meningkatkan risiko kematian ibu dan anak. Risiko anak yang dilahirkan akan menjadi stunting juga sangat tinggi.

Sesuai dengan ketentuan dalam PP tersebut, sasaran utama pelayanan alat kontrasepsi adalah pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko. Dengan demikian, penyediaan alat kontrasepsi tidak akan ditujukan kepada semua remaja.