Sukses

Perkuat Upaya Penanganan Tuberkulosis di ASEAN, AHMM Luncurkan Inisiatif Airborne Infection Defense Platform

AIDP adalah inisiatif yang dibangun dengan tujuan memperkuat penanganan tuberkulosis dan infeksi pernapasan yang ditularkan melalui udara (airborne) lainnya.

Liputan6.com, Jakarta Guna memperkuat penanganan tuberkulosis, kementerian-kementerian kesehatan di ASEAN sepakat luncurkan Airborne Infection Defense Platform (AIDP).

AIDP adalah inisiatif yang dibangun dengan tujuan memperkuat penanganan tuberkulosis dan infeksi pernapasan yang ditularkan melalui udara (airborne) lainnya. Inisiatif ini juga bertujuan meningkatkan sistem kesehatan dan kesiapan melawan pandemi yang mungkin terjadi di masa depan.

AIDP diresmikan pada side event ASEAN Health Ministers Meeting (AHMM) ke-16 di Vientiane, Laos pada Kamis, 8 Agustus 2024. AIDP didukung oleh United States Agency for International Development (USAID). Serta diimplementasikan oleh Stop TB Partnership Geneva dan Stop TB Partnership Indonesia (STPI), sebuah lembaga non-profit yang berfokus pada upaya eliminasi TBC. Platform ini juga telah disetujui oleh negara anggota ASEAN.

Dalam pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) drs. Bayu Teja Muliawan, dipaparkan bahwa lebih dari 2,4 juta orang di seluruh ASEAN diestimasikan terkena TBC. Ini adalah data dari Global TB Report 2024.

Tuberkulosis di Indonesia

Lima negara ASEAN (Indonesia, Myanmar, Filipina, Thailand, dan Vietnam) masuk ke dalam daftar negara dengan beban TBC tertinggi di dunia versi World Health Organization (WHO).

Indonesia memiliki beban TBC tertinggi kedua di dunia. Menurut Laporan Global Tuberkulosis WHO (2023), Indonesia menyumbang 10 persen dari kasus TBC global pada tahun 2022 dan termasuk salah satu dari lima negara ASEAN dengan beban TBC tertinggi.

Pada tahun 2022, diestimasikan lebih dari 1 juta orang di Indonesia terkena TBC dengan angka kasus sebesar 385 per 100.000 penduduk. Dan ada134.000 kematian, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah kematian tertinggi kedua di dunia setelah India akibat TBC.

2 dari 4 halaman

COVID-19 Perburuk Situasi Tuberkulosis di Indonesia

Dijelaskan bahwa pandemi COVID-19 telah memperburuk situasi dengan mengakibatkan penurunan pendanaan TBC di Indonesia. Penurunan pendanaan sekitar 8,7 persen antara tahun 2019 dan 2020.

Dampak lainnya dari hal ini adalah dapat memperluas kesenjangan pembiayaan TBC, sehingga perlu meningkatkan upaya dalam menanggulangi TBC di tengah tantangan yang ada.

“Selama tahun pertama pandemi, kami menghadapi tantangan yang signifikan dalam penanggulangan TBC, di mana pelaporan kasus TBC menurun. Namun, hal ini dapat mulai pulih kembali pada tahun kedua pandemi,” kata Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan Kemenkes RI Bayu Teja Muliawan dalam forum di Laos seperti mengutip keterangan pers.

”Tingkat pelaporan kami tahun 2022 berhasil mencapai 70 persen dan 80 persen pada tahun 2023. Capaian ini menjadi yang tertinggi dalam sejarah Indonesia. Keberhasilan Indonesia untuk bangkit setelah pandemi adalah berkat monitoring yang intens setiap minggu dari Menteri Kesehatan,” tambahnya.

Kunci lain dari penanggulangan TBC yang dilakukan di Indonesia adalah kemampuan dalam bekerja sama dengan para pemangku kepentingan multisektor dan donor, lanjut Bayu Teja. Termasuk kementerian, entitas sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil.

”Kami juga mencari kolaborasi di seluruh ASEAN, untuk terus bekerja bersama dan memastikan bahwa kami dapat lebih kuat sebagai satu komunitas Asia.”

3 dari 4 halaman

Rencana AIDP Perkuat Kolaborasi Lawan Penyakit Menular Lewat Udara

Untuk memperkuat kolaborasi dalam melawan penyakit menular melalui udara, AIDP akan bekerja sama dengan negara-negara ASEAN dan organisasi-organisasi global. Kerja sama dilakukan untuk menyusun kebijakan dan metodologi. Serta bertukar pengetahuan, fasilitas, teknologi, dan sumber daya manusia guna meningkatkan kapasitas melawan TBC dan memperkuat kesiapsiagaan terhadap pandemi.

“Tingginya angka kematian akibat pandemi COVID-19 menunjukan bahwa dunia belum siap untuk memerangi penyakit yang menular melalui udara. Selain menelan banyak nyawa, COVID-19 juga berdampak serius pada program pencegahan, akses, dan pengobatan TBC,” kata Senior Advisor Stop TB Partnership Indonesia & Project Lead Airborne Infection Defense Platform (AIDP) Prof Tjandra Yoga Aditama dalam kesempatan yang sama.

Dia menambahkan, situasi TBC di ASEAN sangat memprihatinkan, dengan banyak negara di kawasan ini masih menghadapi tantangan besar dalam mengendalikan dan menangani TBC. Hal ini menunjukan pentingnya kerja sama dengan ASEAN guna memperkuat sistem penanggulangan TBC.

”Tidak hanya untuk meningkatkan kapasitas melawan TBC, tapi juga untuk memperkuat kesiapsiagaan terhadap pandemi,” tambahnya.

4 dari 4 halaman

Bagaimana Pelaksanaan AIDP?

AIDP akan berfokus pada penguatan respon TBC di setiap negara ASEAN, termasuk di Tingkat komunitas dan pelayanan primer.

Hal ini dilakukan dengan meningkatkan infrastruktur layanan kesehatan yang ada untuk meningkatkan deteksi, pengobatan, dan pencegahan.

Upaya ini juga mencakup pemanfaatan platform teknologi yang semakin berkembang sejak pandemi COVID-19. Termasuk X-ray digital portabel yang memungkinkan pelaksanaan tes TBC di daerah tanpa berpergian ke rumah sakit atau klinik, teknologi diagnostik molekuler cepat, dan alat pengawasan berbasis real-time.

Berbagai langkah kesiapsiagaan TBC ini akan bermanfaat dalam menghadapi pandemi di masa depan, yang kemungkinan besar adalah penyakit menular melalui udara.

Fase pertama dari projek ini akan dimulai dengan pengumpulan data oleh AIDP di 10 negara ASEAN. Ini akan memberikan gambaran pada kapasitas yang dimiliki oleh setiap negara dalam menanggulangi TBC dan pandemi serta membantu dalam merekomendasikan tindakan untuk mencapai kesiapsiagaan melawan pandemi yang lebih baik.

Fase Kedua

Selanjutnya, fase kedua akan berupa dukungan kepada komunitas dan pelayanan kesehatan primer serta inisiatif-inisiatif untuk memperkuat kapasitas penanggulangan TBC di seluruh ASEAN agar dapat menangani airborne respiratory infections atau pandemi.

”Kami juga mengucapkan terima kasih kepada USAID atas komitmennya dalam upaya mengeliminasi TBC di seluruh dunia, terutama di kawasan ASEAN, yang telah membantu mewujudkan AIDP. Tidak lupa kami memberikan apresiasi kepada Pemerintah Lao PDR atas kepemimpinan mereka dalam menyelenggarakan pertemuan pertama AIDP,” kata Deputi Eksekutif Direktur Stop TB Partnership, Dr. Suvanand Sahu.

Sementara, Ketua Dewan Stop TB Partnership, Dr. Teodoro Herbosa menyampaikan, satu hal yang dipelajari dari masa pandemi ini adalah bahwa sistem yang kuat dalam menanggulangi TBC menjadi aset yang signifikan dalam menangani penyakit yang menular melalui udara.

”Berinvestasi untuk mengatasi TBC merupakan investasi untuk mengatasi semua infeksi yang ditularkan melalui udara. TBC diketahui memiliki tingkat kematian yang tinggi, mendekati 15 persen sedangkan COVID-19 memiliki persentase 3.5 persen,” ujar Teodoro.