Liputan6.com, Jakarta - Mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), dr Aulia Risma Lestari, diduga bunuh diri akibat perundungan atau bullying dari seniornya.
Kabar ini tersebar melalui akun X @bambangsuling11, yang menyebut bahwa Aulia Risma Lestari mengakhiri hidupnya dengan menyuntikkan obat ke tubuhnya.
Baca Juga
Dia menulis,"Dokter muda RSUD Kardinah Tegal meninggal bundir dengan cara suntikkan obat ke tubuh. Diduga tak kuat menahan bully selama ikut PPDS Anestesi Undip Semarang. Mohon bantuan RT-nya karena ada indikasi kasus ini ditutupi dengan menyebut korban sakit saraf kejepit," seperti dikutip pada Kamis, 15 Agustus 2024.
Advertisement
Kasus ini juga telah mendapat perhatian dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Dalam surat nomor TK.02.02/D/44137/2024, Kemenkes RI meminta penghentian sementara Program Anestesi Universitas Diponegoro di RSUP Dr Kariadi.
Surat yang ditandatangani oleh Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Azhar Jaya, pada Rabu, 14 Agustus 2024, menyatakan:
"Yth. Direktur Utama RSUP Dr. Kariadi di Semarang,
Sehubungan dengan dugaan terjadinya perundungan Program Studi Anestesi Universitas Diponegoro yang ada di RSUP Dr Kariadi, yang menyebabkan terjadinya bunuh diri pada salah satu peserta didik program studi anestesi Universitas Diponegoro,
Maka disampaikan kepada Saudara untuk menghentikan sementara program studi anestesi di RSUP Dr Kariadi sampai dengan dilakukannya investigasi dan langkah-langkah yang dapat dipertanggungjawabkan oleh jajaran Direksi Rumah Sakit Kariadi dan FK UNDIP.
Penghentian program studi sementara tersebut terhitung mulai tanggal surat ini keluarkan.”
Mahasiswi PPDS Undip Diduga Bunuh Diri, Buku Harian Mengungkapkan Fakta
Dalam sebuah utas di Twitter, disebutkan bahwa dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), yang meninggal dunia, adalah mahasiswa semester lima. Dugaan perundungan terhadapnya diketahui dari buku harian pribadinya.
"Yang meninggal sudah semester lima, tapi ditemukan buku harian selama PPDS (indikasi bullying)," tulis utas tersebut.
Selain itu, dijelaskan bahwa pihak PPDS Anestesi Undip diduga berusaha menutupi kejadian ini dengan menyebut korban sering menyuntikkan obat ke tubuhnya karena sakit saraf kejepit.
"Namun dari hasil pemeriksaan ditemukan buku harian korban yang menyebut korban tak kuat menahan perundungan hingga akhirnya bundir."
Advertisement
Meninggal pada 12 Agustus 2024
Penulis utas dengan nama pengguna X, Jo, mengaku tidak mengenal dr Aulia Risma Lestari, tapi dia dan beberapa rekannya berkomitmen untuk mengungkap kasus ini.
"Saya tidak mengenal korban, tapi saya dan beberapa rekan malam ini berjanji bakal kejar pelaku perundungannya sampai bisa diberi hukuman setimpal. Saya memohon bantuan doa dan RT-nya teman-teman semua agar tak ada lagi tempat untuk pelaku bully," tulisnya.
Jo juga mengungkapkan bahwa korban ditemukan tewas di kamar kosnya di Jalan Lempongsari, Kota Semarang, pada Senin, 12 Agustus 2024.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa korban menyuntikkan obat bius pada dirinya sehari sebelumnya. Obat ini hanya bisa diakses oleh dokter anestesi atau peserta program dokter spesialis anestesi.
Polisi Bantah Kasus Ini sebagai Bunuh Diri
Utas juga menyampaikan, Kapolsek Gajahmungkur Kota Semarang Kompol Agus Hartono membantah bahwa ini adalah kejadian bunuh diri.
“Tapi benarkan korban suntikkan obat anestesi dosis berat ke lengan. Obat itu harusnya disuntikkan lewat infus. Korban suntikan obat itu agar bisa tidur. Kapolsek benarkan isi buku harian korban.”
Penulis juga mendapat pesan dari mahasiswa PPDS Anestesi Undip lain dan menceritakan kesehariannya selama PPDS seperti yang dijalani korban.
“Beban kerja PPDS Anestesi di RS Kariadi terlalu berat. Jam kerja normal tanpa giliran jaga adalah 18 jam per hari. Masuk jam 6 pagi, pulang jam 12 malam, Kalau bisa pulang jam 11 malam artinya pulang cepat.”
“Tidak jarang harus pulang jam 2 atau 3 pagi. Hari berikutnya sudah harus standby lagi jam 6 pagi di RS. Ini berlangsung terus menerus selama masa studi 5 tahun. Jika dapat giliran jaga, maka jaga minimal 24 jam dan dapat prolonged hingga 5-6 hari tidak bisa pulang dari RS,” bunyi pesan itu.
Informan yang tak disebutkan namanya juga mengungkap bahwa jumlah operasi di RS Kariadi sangat tinggi, bisa 120 pasien per hari. Oleh sebab itu, PPDS kerap harus melanjutkan operasi yang terus sambung menyambung melebihi giliran jaganya.
Advertisement
KONTAK BANTUAN
Bunuh diri bukan jawaban apalagi solusi dari semua permasalahan hidup yang seringkali menghimpit. Bila Anda, teman, saudara, atau keluarga yang Anda kenal sedang mengalami masa sulit, dilanda depresi dan merasakan dorongan untuk bunuh diri, sangat disarankan menghubungi dokter kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan (Puskesmas atau Rumah Sakit) terdekat.Bisa juga mengunduh aplikasi Sahabatku: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.tldigital.sahabatku
Atau hubungi Call Center 24 jam Halo Kemenkes 1500-567 yang melayani berbagai pengaduan, permintaan, dan saran masyarakat.
Anda juga bisa mengirim pesan singkat ke 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat surat elektronik (surel) kontak@kemkes.go.id.