Sukses

[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: Mpox Jadi Kegawatan Internasional Lagi

Kegawatdaruratan Internasional Mpox Kembali Dinyatakan oleh WHO, Indonesia Harus Bagaimana?

Liputan6.com, Jakarta - Pada 14 Agustus 2024, Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros menyatakan bahwa peningkatan kasus mpox di Republik Demokratik Kongo (Democratic Republic of the Congo – DRC) dan perkembangan kasus di beberapa negara Afrika telah menjadi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia, atau dalam istilah resminya 'Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)'

Sesuai dengan aturan yang tercantum dalam 'International Health Regulations' (IHR), pernyataan PHEIC oleh Direktur Jenderal WHO didasarkan pada rekomendasi 'IHR Emergency Committee'. Komite ini merupakan kelompok independen yang dibentuk WHO untuk menangani masalah penyakit menular yang berpotensi menjadi wabah.

Saya pribadi pernah menjadi anggota komite ini untuk menangani MERS CoV beberapa tahun yang lalu. Dalam kasus mpox kali ini, 'Emergency Committee' juga mengungkapkan bahwa ada potensi (meskipun belum pasti) bahwa mpox dapat menyebar ke luar benua Afrika, termasuk ke Asia.

Pernyataan PHEIC ini menekankan perlunya upaya internasional yang terkoordinasi, termasuk dalam hal vaksinasi. Saat ini, WHO’s Strategic Advisory Group of Experts on Immunization merekomendasikan dua jenis vaksin yang telah disetujui dan tercakup dalam 'WHO-listed national regulatory authorities'.

Peningkatan kasus di beberapa negara dipicu oleh clade 1b yang lebih ganas dibandingkan clade 2 yang sebelumnya lebih dikenal. Monkeypox sebelumnya pernah dikategorikan sebagai PHEIC, tapi status ini dicabut karena kasusnya sempat terkendali. Sayangnya, kini wabah tersebut kembali menyebar.

 

2 dari 3 halaman

Langkah-Langkah yang Perlu Diambil dalam Penanganan Monkeypox

Menanggapi pernyataan PHEIC ini, muncul pertanyaan apakah perlu menutup kedatangan dari negara-negara yang sedang terjangkit. Jika ada penyakit yang menjadi darurat internasional, langkah yang perlu diambil oleh negara-negara bukanlah menutup perbatasan, melainkan memperkuat sistem pengendalian di dalam negeri.

Pengalaman dari pandemi COVID-19 menunjukkan bahwa menutup perbatasan tidak efektif dalam mencegah penyebaran penyakit secara global. Selain itu, jika hanya menutup perbatasan dengan negara A hingga F, bagaimana memastikan bahwa negara G hingga L bebas dari kasus?

Menutup perbatasan dari seluruh dunia pun tidak mungkin dilakukan. Pemeriksaan suhu tubuh di bandara juga tidak menjamin orang yang terinfeksi tidak masuk, karena mungkin saja mereka masih dalam masa inkubasi dan gejala baru muncul setelah tiba di negara kita.

Oleh karena itu, yang utama adalah memperkuat sistem kesehatan dalam negeri, meskipun kewaspadaan terhadap kemungkinan penularan dari luar negeri tetap diperlukan. Apalagi, Indonesia sendiri sudah pernah melaporkan beberapa kasus mpox.

 

3 dari 3 halaman

5 Langkah yang Perlu Dilakukan

Setidaknya ada lima langkah yang perlu dilakukan di dalam negeri:

  1. Promosi kesehatan secara luas tentang penyakit ini.
  2. Surveilans untuk mendeteksi kasus yang mungkin ada di berbagai pelosok negeri.
  3. Peningkatan kemampuan diagnostik yang pasti untuk mpox.
  4. Kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan di berbagai tingkatan.
  5. Koordinasi dan kerjasama internasional dalam mengantisipasi penyebaran penyakit antarnegara.

Terakhir, istilah 'monkey pox' secara internasional telah diubah menjadi 'mpox' karena kasus-kasusnya kini tidak selalu terkait dengan monyet. Oleh karena itu, akan lebih baik jika kita juga menyesuaikan dan menggunakan istilah baru yang lebih tepat.

Prof. Tjandra Yoga Aditama

Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara