Sukses

Kemenkes: 88 Kasus Mpox atau Monkeypox di Indonesia, Termasuk dari Kepri dan DIY

Sejak kasus pertama 2022, kini sudah ada 88 kasus terkonfirmasi mpox atau dulu disebut monkeypox di Indonesia seperti disampaikan Kemenkes RI.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengatakan ada 88 kasus terkonfirmasi mpox atau dulu disebut dengan monkeypox atau cacar monyet hingga Sabtu, 17 Agustus 2024.

Jika dilihat tren mingguan kasus konfirmasi Mpox di Indonesia dari tahun 2022 hingga 2024, periode dengan kasus terbanyak terjadi pada Oktober 2023

Dari 88 kasus terkonfirmasi yang sudah sembuh sebanyak 87 kasus. Secara rinci, kasus tersebar di DKI Jakarta sebanyak 59 kasus konfirmasi, Jawa Barat 13 kasus konfirmasi, Banten 9 konfirmasi, Jawa Timur 3 konfirmasi, Daerah Istimewa Yogyakarta 3 konfirmasi, dan Kepulauan Riau 1 konfirmasi.

Plh. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI dokter Yudhi Pramono, MARS mengatakan dari 88 kasus yang dikonfirmasi, ada 54 kasus memenuhi kriteria untuk dilakukan whole genome sequencing (WGS). Pemeriksaan WGS dilakukan guna mengetahui varian virusnya.

"Dari 54 kasus ini seluruhnya varian Clade IIB. Clade II ini mayoritas menyebarkan wabah Mpox pada 2022 hingga saat ini dengan fatalitas lebih rendah dan ditularkan sebagian besar dari kontak seksual," ujar Yudhi pada konferensi pers Perkembangan Kasus Mpox di Indonesia, Minggu (18/8/2024).

Untuk diketahui terdapat dua Clade Monkeypox virus, yakni Clade I berasal dari Afrika Tengah (Congo Basin) dengan subclade 1a. Subclade 1a ini memiliki case fatality rate (CFR) lebih tinggi daripada clade lain dan ditularkan melalui beberapa mode transmisi. Sementara itu, subclade 1b ditularkan sebagian besar dari kontak seksual dengan CFR 11%.

Sementara itu, Clade II berasal dari di Afrika Barat dengan subclade IIa dan IIb dengan CFR 3,6%. Clade II memiliki CFR rendah dengan kasus sebagian besar berasal dari kontak seksual pada saat wabah pada 2022.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Belum Ditemukan Clade I di RI

Dr. dr. Prasetyadi Mawardi, SPKK(K), dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) mengatakan, varian Mpox Clade I, baik 1a maupun 1b, belum terdeteksi di Indonesia. Sejak 2022 hingga saat ini, varian yang ditemukan di Indonesia adalah varian Clade II.

"Clade I memang menurut refleksi angka fatalitas rate nya relatif lebih tinggi dibanding Clade II, terus kemudian varian ini biasanya disebabkan oleh close contact tidak melulu seksual kontak," ucapnya.

 

3 dari 4 halaman

Gejala Mpox Muncul di Kulit, Segera Periksa

Mengingat gejala Mpox umumnya menyerang kulit, Prasetyadi mengimbau jika muncul gejala tidak melakukan manipulasi pada lesi yang ada di kulit seperti memencet, dan menggaruk, serta sebaiknya membiarkan lesi tersebut. Lesi yang basah maupun yang mengering berpotensi menularkan virus.

"Apabila terdapat benjolan atau bintil dan mengalami luka atau erosif, sebaiknya segera diberi obat," ucapnya.

Pasien juga tidak boleh berbagi barang-barang pribadi seperti handuk dan pakaian.

Mpox menular melalui kontak langsung dengan ruam bernanah di kulit, termasuk saat berhubungan seksual.

"Orang yang berhubungan seks dengan banyak pasangan dan berganti-ganti berisiko tinggi tertular Mpox. Kelompok risiko utama adalah laki-laki yang melakukan seks dengan sejenis," tutur Yudhi.

Ia mengimbau masyarakat untuk menggunakan masker medis jika merasa tidak sehat. Jika muncul gejala seperti ruam bernanah atau keropeng pada kulit, segera periksakan diri ke puskesmas, klinik, atau rumah sakit terdekat.

 

4 dari 4 halaman

Kemenkes Siaga Hadapi Mpox

Sebagai upaya pencegahan, Kemenkes telah melakukan surveilans di seluruh fasilitas kesehatan, melakukan penyelidikan epidemiologi bersama komunitas dan mitra HIV/AIDS, menetapkan 12 laboratorium rujukan secara nasional untuk pemeriksaan Mpox, serta melakukan pemeriksaan WGS.

Untuk obat-obatan, Kemenkes sudah menyiapkan pemberian terapi simtomatis, tergantung derajat keparahan kasus.

Pasien dengan gejala ringan dapat melakukan isolasi mandiri di rumah dengan pengawasan dari puskesmas setempat, sedangkan pasien dengan gejala berat harus dirawat di rumah sakit.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.