Liputan6.com, Jakarta Layanan ojek online atau kerap disebut ojol sudah menjadi hal biasa di Indonesia. Layanan ini kerap digunakan oleh masyarakat untuk bepergian seperti ke tempat kerja atau sekolah.
Umumnya, para pengemudi atau driver ojol adalah laki-laki dan tak jarang penumpangnya perempuan. Lantas, bolehkah ojol pria membonceng perempuan bukan mahram menurut pandangan Islam?
Baca Juga
Melansir laman Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag) pada dasarnya dalam Islam seorang Muslim dituntut untuk menjaga diri dari perbuatan yang mendekatkan diri pada zina. Pria dan wanita yang bukan mahram juga dilarang berkhalwat atau berduaan yang berpotensi menimbulkan syahwat. Meski begitu, ada berbagai kondisi yang membolehkan pria memandang perempuan yang bukan mahram. Salah satunya ketika bermuamalah atau transaksi.
Advertisement
Saat bermuamalah, termasuk melakukan jual-beli dan bekerja, maka laki-laki diperkenankan memandang atau berboncengan dengan perempuan bukan mahram yang menjadi lawan muamalahnya. Termasuk dalam hal ini seorang driver ojol membonceng penumpangnya. Hal ini sebagaimana keterangan dalam Kitab al-Taqrib [halaman 31] karya Abu Syuja’:
والسادس النظر للشهادة أو للمعاملة فيجوز إلى الوجه خاصة
“Yang keenam adalah memandang perempuan bukan mahram dalam rangka kesaksian dan muamalah. Maka pada kondisi itu, diperbolehkan (bagi laki-laki) memandang wajah perempuan bukan mahram,” mengutip laman Kemenag, Selasa (20/8/2024).
Interaksi yang Tidak Menimbulkan Fitnah
Sejatinya interaksi antara perempuan dan lelaki yang bukan mahram dalam Islam diperbolehkan apabila interaksi tersebut bukan khalwat atau tidak berpotensi timbulnya fitnah. Hal ini dijelaskan dalam kitab Al-Majmu’ Syarah al Muhadzab, jilid IV, halaman 350:
اخْتِلَاطَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ إذَا لَمْ يَكُنْ خَلْوَةً لَيْسَ بِحَرَامٍ
“Percampuran antara wanita dan pria asalkan tidak terjadi khalwat tidak diharamkan”.
Advertisement
Kebolehan Bermuamalah antara Laki-Laki dan Perempuan
Selanjutnya dalam kitab Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah jilid XL, halaman 372 juga dijelaskan bahwa antara laki-laki dan perempuan diperbolehkan bermuamalah. Berikut penjelasannya:
وَأَمَّا الشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ فَقَدْ تَقَدَّمَ أَنَّ الْمَذْهَبَ عِنْدَهُمْ تَحْرِيمُ نَظَرِ الرَّجُل مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ إِلَى أَيِّ عُضْوٍ مِنْ أَعْضَاءِ الْمَرْأَةِ الأَجْنَبِيَّةِ حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ، وَمَعَ ذَلِكَ فَقَدْ أَجَازُوا لِلرَّجُل النَّظَرَ إِلَى وَجْهِ الْمَرْأَةِ لِلْمُعَامَلَةِ مِنْ بَيْعٍ وَشِرَاءٍ وَنَحْوِهِمَا، لِيَرْجِعَ بِالْعُهْدَةِ، وَيُطَالِبَ بِالثَّمَنِ وَنَحْوِ ذَلِكَ، وَلَا يَجُوزُ النَّظَرُ إِلَى غَيْرِ الْوَجْهِ، لِلاِكْتِفَاءِ بِالنَّظَرِ إِلَيْهِ فِي تَحْقِيقِ الْحَاجَاتِ النَّاشِئَةِ عَنِ الْمُعَامَلَةِ
“Dalam Mazhab Syafi’iah dan Hambali, hukum laki-laki memandang anggota tubuh mana saja dari perempuan yang bukan mahram adalah haram tak terkecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Namun, Syafi’iyyah dan Hambali memperbolehkan laki-laki memandang wajah perempuan bukan mahram dalam rangka muamalah seperti jual-beli dan semacamnya.”
Tujuan Dibolehkannya Memandang Wajah Lawan Jenis Ketika Bermuamalah
Mazhab Syafi’iah dan Hambali juga menerangkan tujuan dari diperbolehkannya berpandangan antara pria dan wanita saat bertransaksi.
“Tujuannya agar dapat mengenali satu sama lain seandainya terjadi polemik di kemudian hari ihwal muamalahnya seperti pengembalian barang, penuntutan pembayaran dan lain-lain.”
“Adapun memandang anggota tubuh selain wajah tetap tidak diperbolehkan karena kepentingan-kepentingan yang berkaitan dengan muamalah sudah tercapai dengan memandang wajah saja,” seperti ditulis Tim Layanan Syariah, Ditjen Bimas Islam Kemenag.
Advertisement