Sukses

Anggota Komisi IX DPR RI: Waktunya Perbaiki Sistem Pendidikan Dokter Spesialis

Kasus kematian Risma yang diduga karena perundungan saat menjadi PPDS di RS Kariadi, Semarang dapat menjadi momentum memperbaiki pendidikan dokter spesialis.

Liputan6.com, Jakarta Proses investigasi kematian mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) dokter Aulia Risma Lestari masih bergulir.

Menurut anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto, kasus kematian Risma yang diduga karena perundungan saat menjadi mahasiswi PPDS dapat menjadi momentum untuk memperbaiki pendidikan dokter spesialis.

Edy meminta agar Kemenkes untuk mengungkap bukti kematian dokter Risma yang diserahkan kepada aparat penegak hukum (APH). Hal ini penting lantaran ada pendapat yang berbeda antara Kemenkes dan Fakultas Kedokteran Undip atas penyebab aksi bunuh diri yang dilakukan Risma.

“Kalau benar ada pelanggaran dari senior dokter, maka sanksi paling berat harus dilakukan. Yakni cabut STR (surat tanda registrasi) dan izinnya. Kalau sampai pelanggaran hukum, maka silakan APH memproses,” tutur Edy.

Dia tidak ingin ada pihak yang ragu dalam mengungkap kasus ini. Keterbukaan kasus ini menjadi pintu masuk untuk memperbaiki sistem pendidikan dokter spesialis di Indonesia. Bukan cuma dokter tapi juga dokter gigi, perawat, hingga apoteker.

Legislator dari Dapil Jawa Tengah III ini menyebut ada monster yang selalu dihadapi oleh mahasiswa program dokter spesialis.

“Ya monster itu memang sesuatu yang menakutkan,” tegas Edy.

Artinya aksi pungli sampai intimidasi hingga menimbulkan ketakutan ini memang masalah nyata di dunia pendidikan spesialis pada profesi kesehatan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pendidik Secara Klinis tapi Tidak Dibekali Kemampuan Mendidik

 

Sering kali pendidik pada program dokter spesialis adalah mereka yang mahir di klinis tapi tidak dibekali kemampuan sebagai pendidik. Pria yang pernah menempuh pendidikan doktoral di bidang medical education ini memahami bagaimana pendidikan di bidang kesehatan ini berjalan.

Pendidik pada program spesialis dari klinis yang tidak memiliki keterampilan pendidikan akan mengajar sesuai pengalamannya.

“Dulu diajari sama seniornya dengan dibentak-bentak, maka ketika jadi pendidik maka cara itu yang dilakukan,” kata Edy. 

3 dari 4 halaman

Pendidik Klinis Harus Miliki Sertifikasi Pendidikan

Edy pun mengusulkan agar pendidik klinis harus memiliki sertifikasi. Artinya mereka harus belajar lagi teori pendidikan. Sebab kemampuan klinis saja belum cukup untuk melakukan transfer knowledge.

“Bagi pendidik klinis itu harus punya metode bagaimana membimbing dan mentoring mahasiswanya,” tutur Politisi PDI Perjuangan itu. 

Menurut Edy peran kolegium yang sesuai dengan UU Nomor 17/2024 tentang Kesehatan diperlukan. Dia merinci, kolegium yang memiliki tugas pokok dan tanggung jawab untuk menyusun standar pendidikan profesi, standar kompetensi profesi, lalu proses pembelajaran pendidikan profesi dan spesialis. Juga penilaian atau uji kompetensi nasional pendidikan profesi dan spesialis.

“Kolegium juga yang mengeluarkan sertifikat untuk calon pendidik klinis,” ucap Edy.

4 dari 4 halaman

Dorong Menkes Terbitkan Aturan Turunan UU Kesehatan

Tak lupa, Edy mendorong Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk menerbitkan aturan turunan UU Kesehatan tersebut. Sehingga aksi Kemenkes untuk memberantas perundungan di pendidikan spesialis pun dapat dibarengi dengan perubahan sistem sesuai dengan yang disusun oleh kolegium.

“Kolegium itu isinya adalah para guru besar. Kolegium ini dapat menjadi instrumen negara yang diharapkan dapat mengubah sistem pendidikan spesialis profesi kesehatan di Indonesia,” ujarnya.

Dengan keseriusan transformasi pendidikan spesialis profesi kesehatan ini, Edy berharap adanya pendidikan yang mengerti bagaimana menciptakan lingkungan pendidikan profesi yang menyenangkan tapi tetap terampil sebagai klinis.

“Diharapkan ada perubahan berlaku lalu lingkungan pembelajaran klinis yaitu lebih nyaman, lebih menyenangkan, mahasiswa lebih enjoy. Bisa belajar dari seniornya tapi dengan sukacita, lalu dia memperoleh peningkatan kompetensi klinik sesuai dengan target pembelajaran,” kata Edy.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.