Sukses

Kemenkes RI: Mpox Sudah Ada Sejak 1970, Bukan Efek Vaksin COVID!

Mpox Bukan Efek Samping Vaksin COVID, Simak Klarifikasi Kemenkes RI di Sini agar Tidak Salah Paham.

Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini, beredar kabar di media sosial yang menyebut bahwa penyakit Mpox disebabkan oleh efek samping dari vaksin COVID-19. Klaim ini membuat banyak orang khawatir, terutama karena dikaitkan dengan kerusakan sistem kekebalan tubuh. Namun, apakah benar demikian?

Menanggapi rumor ini, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH, memberikan penjelasan yang jelas dan tegas. "Mpox dan COVID-19 adalah dua penyakit yang berbeda," ungkapnya. "Mpox sudah ada jauh sebelum munculnya COVID-19 dan vaksin COVID-19."

Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kasus Mpox pertama kali dilaporkan pada manusia di Republik Demokratik Kongo pada tahun 1970. "Mpox sudah ada sejak lama dan endemik di beberapa negara di Afrika, seperti Afrika Selatan, Pantai Gading, Kongo, Nigeria, dan Uganda," tambah Syahril seperti dikutip dari Sehat Negeriku pada Selasa, 3 September 2024.

Sejarah Panjang Cacar Monyet atau Mpox

Mpox, atau yang dulu dikenal sebagai cacar monyet, bukanlah penyakit baru. Penyakit ini sudah menjadi bagian dari sejarah kesehatan dunia selama lebih dari 50 tahun. WHO bahkan telah menyatakan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional (PHEIC) untuk Mpox pada 23 Juli 2022, menyusul peningkatan kasus di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Pada tahun 2024, WHO kembali menyatakan Mpox sebagai PHEIC karena lonjakan kasus di Afrika Tengah dan Barat, terutama di Republik Demokratik Kongo. Kasus Mpox juga mulai dilaporkan di negara-negara lain di luar Afrika, sehingga menjadi perhatian global.

 

2 dari 4 halaman

Tidak Ada Hubungan dengan Vaksin COVID-19

Menilik sejarah panjang Mpox yang sudah ada sejak 1970, klaim yang menyebutkan bahwa penyakit ini muncul karena efek samping vaksin COVID-19 jelas tidak berdasar. "Mpox ini tidak ada hubungannya dengan vaksin COVID-19," kata Syahril. "Mpox disebabkan oleh virus Mpox (MPXV), bukan oleh vaksin."

Ada dua jenis virus Mpox, yaitu Clade I dan Clade II. Pada tahun 2022-2023, wabah Mpox global disebabkan oleh strain Clade IIb. Saat ini, peningkatan kasus di Republik Demokratik Kongo dan beberapa negara lain disebabkan oleh Clade Ia dan Ib, yang memiliki manifestasi klinis lebih berat.

3 dari 4 halaman

Mpox Menyebar Melalui Kontak Langsung, Anak-Anak Juga Bisa Terpapar

Penyakit ini menyebar dengan cepat melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi. Menurut Syahril, penularan virus Mpox antar-manusia terjadi terutama melalui kontak fisik langsung. Bahkan, anak-anak bisa ikut terpapar jika mereka melakukan kontak erat dengan orang yang terinfeksi.

Dalam laporan kasus global, mayoritas pasien yang terinfeksi Mpox adalah Lelaki yang berhubungan Seks dengan Lelaki (LSL). Namun, penting untuk diingat bahwa virus ini tidak hanya menyerang LSL, tapi juga bisa menyebar ke kelompok masyarakat lain. Mpox dapat menular pada siapa saja, termasuk anak-anak, jika mereka tinggal atau berinteraksi dengan orang yang terinfeksi.

Penularan Mpox Lewat Apa?

Virus Mpox menyebar terutama melalui kontak langsung. Kontak ini bisa berupa berjabat tangan, berpelukan, atau bahkan kontak seksual. Namun, penularan tidak terbatas pada kontak fisik. Cairan tubuh dari lesi kulit atau darah orang yang terinfeksi bisa mencemari benda-benda ini, dan orang lain yang menyentuhnya berisiko tertular.

 

4 dari 4 halaman

Virus Mpox Bisa Menyerang Siapa Saja

Lebih lanjut Syahril, menjelaskan, berdasarkan data sebanyak 96 persen dari kasus Mpox global menyerang laki-laki, dengan 60 persen di antaranya adalah LSL. Namun, Syahril menekankan bahwa Mpox bisa menyerang siapa saja, tanpa memandang orientasi seksual atau gender.

Yang mengejutkan, anak-anak juga dapat terpapar virus Mpox. Mereka berisiko jika tinggal bersama orang tua atau pengasuh yang terinfeksi. Anak-anak mungkin tidak memiliki kontak seksual, tapi mereka bisa terpapar melalui kontak sehari-hari, seperti berbagi tempat tidur, handuk, atau mainan dengan orang yang terinfeksi.