Sukses

Pasien Thalasemia Mayor Bisa Bebas dari Transfusi Seumur Hidup dengan Transplantasi Sel Darah Punca, Apa Tantangannya?

Thalasemia disebabkan berkurangnya atau tidak terbentuknya protein pembentuk hemoglobin utama manusia sehingga sel darah merah mudah pecah dan umur sel darah merah menjadi sangat pendek.

Liputan6.com, Jakarta - Thalasemia adalah satu penyakit kelainan darah yang bersifat genetik yang diturunkan dari orangtua kepada anak-anak dan keturunannya.

Menurut dokter spesialis anak di Tzu Chi Hospital Pantai Indah Kapuk, Edi Tehuteru, thalasemia merupakan kondisi kronik yang membutuhkan terapi seumur hidup. Artinya, anak-anak dengan penyakit ini membutuhkan transfusi sepanjang hidupnya. Terutama bagi pengidap thalasemia mayor atau thalasemia parah.

Thalasemia disebabkan berkurangnya atau tidak terbentuknya protein pembentuk hemoglobin utama manusia sehingga sel darah merah mudah pecah dan umur sel darah merah menjadi sangat pendek.

Kabar baiknya, pasien thalasemia mayor kini dapat membebaskan diri dari transfusi darah seumur hidup dengan transplantasi sel punca darah.

Sampai saat ini, transplantasi ini merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan agar pasien thalasemia mayor terbebas dari transfusi dan jika dilakukan pada usia yang masih muda. Angka keberhasilan transplantasi sel punca darah dapat mencapai 74,5 persen.

Transplantasi ini menggunakan sel punca darah yang merupakan sel induk pembentuk sel-sel darah, di antaranya sel darah merah, sel darah putih dan keping darah. Sel punca jenis ini dapat diperoleh dari sumsum tulang, darah perifer dan darah tali pusat. 

Transplantasi sel punca darah adalah terapi yang umum dilakukan di negara lain. Di Indonesia sendiri, transplantasi tersebut sebetulnya sudah dapat dilakukan meskipun masih terbatas jumlahnya.

2 dari 4 halaman

Transplantasi Sel Punca Darah Sudah Bisa Dilakukan di Indonesia

Tidak jarang, pasien yang ingin menjalani transplantasi sel punca darah dirujuk ke rumah sakit di luar negeri. Padahal, tindakan ini sudah dapat dilakukan di Indonesia.

“Transplantasi Sel Punca Darah sudah dapat dilakukan di Indonesia, salah satunya di Tzu Chi Hospital Pantai Indah Kapuk. Memang, di Indonesia, jumlah rumah sakit yang mampu melakukan terapi ini masih belum banyak karena adanya keterbatasan fasilitas dan ketersediaan obat-obatan yang dibutuhkan dalam transplantasi,” kata Edi dalam keterangan pers dikutip Jumat (9/6/2024).

“Selain itu, tidak semua rumah sakit dapat memberikan layanan transplantasi sel punca darah karena terapi ini membutuhkan ruang rawat khusus yang dijaga sterilitasnya untuk menekan kemungkinan terjadinya komplikasi pasca transplantasi,” tambah Edi.

3 dari 4 halaman

Dilakukan di Kamar Steril

Edi memaparkan, anak-anak yang menjalani transplantasi sel punca darah harus dirawat di dalam kamar steril selama kurang lebih 30 hari setelah sel punca diinfuskan ke dalam tubuhnya. Sampai sel punca yang ditransplantasikan dapat berfungsi dengan baik dan sistem imunnya siap.

”Kendala lain yang dihadapi saat akan melakukan transplantasi adalah sulitnya mencari donor sel punca karena kebanyakan transplantasi yang dilakukan untuk kelainan darah seperti thalasemia membutuhkan sel punca dari orang lain.” 

“Sayangnya, negara kita belum memiliki bank data sel punca publik seperti di negara-negara lain. Hal ini akan memperpanjang waktu yang dibutuhkan dalam menemukan donor yang cocok,” ujar Edi.

4 dari 4 halaman

Praktik Penyimpanan Darah Tali Pusat

Keterbatasan yang terjadi di Indonesia inilah yang kemudian mendorong PT Cordlife Persada untuk giat memperkenalkan praktik penyimpanan darah tali pusat sejak tahun 2007.

Darah tali pusat merupakan salah satu sumber sel punca darah yang dapat digunakan dalam transplantasi untuk penyakit-penyakit yang berkaitan dengan kelainan darah seperti Leukemia dan Thalasemia. 

Medical Advisor PT Cordlife Persada dr. Meriana Virtin, mengatakan, penyimpanan darah tali pusat bersifat seperti tabungan yang dapat digunakan pada waktu dibutuhkan. Tujuan utama penyimpanan darah tali pusat yaitu sebagai simpanan yang dapat digunakan oleh bayi pemilik darah tali pusat itu sendiri jika dibutuhkan di saat ia bertumbuh dewasa.

“Namun demikian, darah tali pusat yang disimpan ini juga mungkin bisa bermanfaat bagi keluarga jika ada yang membutuhkan transplantasi sel punca. Itu sebabnya kami mendorong orangtua untuk menyimpan darah tali pusat setiap anak mereka karena semakin banyak anak yang sel puncanya disimpan, maka keluarga tersebut akan memiliki keragaman sel punca yang semakin banyak pula.”

Hal ini akan meningkatkan kemungkinan menemukan sel punca yang cocok untuk digunakan ketika salah satu anggota keluarga membutuhkannya untuk terapi.