Liputan6.com, Jakarta - Wetland Virus (WELV) menyebar ke manusia di China melalui gigitan kutu dan berpotensi menyebabkan masalah pada otak.
WELV awalnya terdeteksi pada seorang pria berusia 61 yang dilaporkan digigit kutu di sebuah taman di lahan basah yang luas di China utara.
Baca Juga
6 Potret Raffi Ahmad dan Nagita Slavina Buka Restoran, Sebut Makanan Indonesia Wajah Sejati Bangsa
Top 3 Berita Bola: Terpuruk di Manchester United, Pemain Ini Malah Diandalkan Pelatih Timnas Inggris
Kisah Karomah Abah Guru Sekumpul dan Habib Habib Abdullah Barabah, Mimpi yang Jadi Kenyataan 10 Tahun Setelahnya
“Pasien yang tidak diketahui identitasnya mengalami demam, sakit kepala, dan muntah-muntah lima hari setelah kunjungannya (di taman),” lapor Live Science mengutip New York Post, Selasa (10/9/2024).
Advertisement
Lantas, apakah WELV berpotensi untuk menjadi endemi atau pandemi?
Menurut epidemiolog Dicky Budiman, WELV saat ini masih terbatas pada wilayah tertentu di Tiongkok. Untuk menjadi epidemi atau pandemi, virus harus memiliki kemampuan menyebar lebih luas melalui vektor yang umum ada di berbagai negara.
“Jika kutu yang menjadi vektor WELV ditemukan di wilayah lain di luar Tiongkok, termasuk Indonesia, maka risiko epidemi meningkat. Namun, untuk saat ini WELV lebih berpotensi menyebabkan epidemi lokal di wilayah yang memiliki vektor endemik,” kata Dicky dalam keterangan tertulis kepada Health Liputan6.com, dikutip Rabu (11/9/2024).
Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman ekosistem yang luas dan populasi kutu yang ada di berbagai wilayah, berpotensi terkena dampak dari penyebaran virus tick-borne seperti WELV.
Indonesia Tetap Perlu Waspada
Dicky menyarankan, Indonesia tetap harus waspada terhadap WELV karena pergerakan hewan dan manusia dari negara lain bisa membawa virus tersebut.
“Meski belum ada laporan kasus WELV di Indonesia, kita harus waspada karena pergerakan hewan atau manusia yang terinfeksi dari negara lain dapat membawa vektor atau virus tersebut.”
“Jika WELV menyebar di Indonesia, potensi epidemi tergantung pada kemampuan kita dalam mengendalikan populasi kutu, memonitor infeksi, dan menanggulangi kasusnya. Namun, karena WELV memiliki gejala yang mirip dengan infeksi virus lainnya, seperti demam dan gejala nonspecific, tantangan terbesar adalah diagnosis dini dan respons cepat,” papar Dicky.
Advertisement
Kasus Pertama WELV
Dilihat dari sejarahnya, lanjut Dicky, WELV adalah virus baru yang ditemukan di Tiongkok pada tahun 2019. Ini merupakan anggota keluarga Nairoviridae yang juga mencakup virus-virus lain yang menular melalui kutu, seperti Crimean-Congo Hemorrhagic Fever (CCHF).
WELV pertama kali ditemukan setelah seorang pasien di Tiongkok mengalami demam dan disfungsi organ setelah digigit kutu di sebuah taman rawa.
Virus ini memiliki potensi untuk menginfeksi manusia dan menimbulkan penyakit dengan gejala yang bervariasi, mulai dari demam, pusing, sakit kepala, hingga gejala neurologis yang serius.
Kasus pertama WELV terdeteksi pada Juni 2019 ketika seorang pasien di Mongolia Dalam menunjukkan gejala demam dan kerusakan organ setelah digigit kutu. Penyelidikan epidemiologi lebih lanjut menunjukkan bahwa virus ini juga ada di provinsi Heilongjiang, Jilin, dan Liaoning di Tiongkok.
Tips Mencegah Penularan WELV
Pencegahan WELV terutama melibatkan pengendalian kutu dan perlindungan diri dari gigitan kutu. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:
Menghindari area yang rawan kutu, terutama daerah rawa atau area dengan populasi hewan yang menjadi inang kutu.
Menggunakan pakaian pelindung dan insektisida ketika berada di daerah yang endemik kutu.
Menggunakan repelan serangga yang mengandung DEET atau bahan aktif lainnya yang efektif untuk mencegah gigitan kutu.
Melakukan pemeriksaan tubuh secara menyeluruh setelah beraktivitas di luar ruangan untuk mendeteksi gigitan kutu.
Advertisement